Angel Simanjuntak
Sungguh miris memang, dimana
seorang dokter yang seharusnya bisa membawa kehidupan malah bertindak
sebaliknya. Yang seharusnya bisa membawa kesembuhan, eh, pada akhirnya semakin
parah dan berujung kematian. Dan di negeri ini memang sudah banyak terjadi
kasus-kasus malpraktek. Yang menurut anggapan sang dokter, bidan dan pengerja
kesehatan lainnya bahwa ia sudah bertindak sesuai dengan aturan dan prosedur
yang pas. Tapi pada akhirnya tindakan medis yang mereka kerjakan berkata lain,
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dari perspektif dalam kutip
“Korban” dari tindakan medis tersebut, sungguh sedih memang, jika itu terjadi
dalam keluarga kita. Kita mungkin tidak menerima dan bahkan menghujat sang
Pelaku Malpraktek tersebut. Dua hari yang lalu tepatnya ditanggal 8 Juni,
seorang remaja putri yang tiba-tiba mengalami demam tinggi akibat yang menurut
dianogsis dokter bahwa itu adalah usus buntu akut. Yang menurut perkiraan
mereka harus segera melakukan operasi besar. Dan pihak keluarga akhirnya
mengiyakan untuk melakukan operasi tersebut.
Tepat dihari Seninnya sudah
dilakukan operasi tersebut, dan mungkin karena dianggap masih belum maksimal
pengoperasiannya dilanjutkan kembali dengan operasi kedua dihari
berikutnya. Tapi apa yang terjadi,
esoknya si anak tersebut akhirnya pergi untuk selamanya. Dan setelah dilihat
pasca pengoperasiannya, terdapat sekitar
hampir 50 cm atau setengah meter bekas sayatan dokter tersebut diperut
anak itu. Kok bisa sampai sepanjang itu sayatannya. Dan akhirnya pihak keluarga
tidak menerima hal tersebut, dan segera membuat pengaduan kepada pihak polsek
pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, untuk memidanakan sang oknum dokter
tersebut. Dan segera pihak kepolisian langsung memproses laporan tersebut dan
untuk melengkapi proses penyelidikannya, si anak tersebut langsung dibawa ke
Rumah sakit bayangkara Medan untuk diotopsi. Hasilnya belum diketahui penyebab
kematiannya.
Dan pernah juga kegamangan pihak
medis terjadi di daerah Tebing Tinggi. Berupa tiindakan medis yang dilakukan
oleh seorang bidan kepada seorang ibu yang hendak melahirkan. Akibat tindakan
medis yang dilakukan oleh sang Bidan tersebut, mengakibatkan kepala sang bayi
terlepas dari badannya. Kejadiannya juga terjadi belum lama ini sekitar
Februari 2016 yang lalu. Dan memang menurut beritanya bahwa sang sianak
tersebut sudah meninggal didalam kandungan ibunya, diakibatkan keterlambatan
pihak medis dalam meolong proses persalinan. Dan untuk bisa menyelamatkan sang
ibu, dibuatlah tindakan medis tersebut dengan menarik langsung kepala sianak.
Pihak keluarga juga tidak bisa menerima itu dan akhirnya juga membuat laporan
kepada pihak yang berwajib.
Kegamangan lainnya yang dilakukan
oleh petugas kesehatan adalah ketika masih kuliah dulu beberapa tahun yang lalu
di Medan. Kejadian ini dialamai oleh kakak seniorku. Yang menurut diagnosis
sang dokter bahwa itu adalah gejala demam berdarah, malah memberikan obat yang
mengakibatkan sang pasien tersebut mengalami kaki gajah. Setelah melihat hal
itu sang medis mendianogsis lagi bahwa ada penyakit lainnya bukan hanya gejala
demam berdarah. Yang seharusnya penanganan untuk kesembuhannya bisa cepat, eh
ternyata malah memakan waktu berbulan-bulan untuk kesembuhannya. Obat yang
seharusnya bisa menyembuhkan, malah terbalik membuat semakin parah penyakitnya
dan bahkan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Sungguh aneh memang. Tapi
sekarang sang kakak itu sudah sehat.
Melihat banyaknya
fenomena-fenomena penanganan dunia medis yang berujung kepada tindakan
malpraktek, ada suatu pertanyaan yang muncul, Kok bisa seperti itu. Sebab para dokter,
bidan, perawat dan petugas-petugas kesehatan itu bukannya tidak mendapatkan
pendidikan yang baik, secara teori maupun praktek langsung. Bahkan mungkin
sudah berpengalaman sebelumnya. Masih bisa saja membuat suatu kesalahan
tindakan medis.
Memang ketika ada gejala penyakit
yang muncul, sang petugas kesehatan harus segera memutuskan tindakan medis apa
yang tepat dalam proses penyembuhannya. Dibutuhkan kecepatan waktu, kejelian,
bahkan semua tenaga dan pikiran untuk bisa memutuskan bahwa tindakan ini merupakan tindakan medis yang tepat.
Jika muncul masalah lainnya akibat tindakan medis yang pertama, juga dibutuhkan
pengambilan keputusan tindakan medis yang tepat dalam mengatasi masalah
tersebut. Jadi, pekerjaan sebagai tenaga medis bukanlah pekerjaan yang ringan
atau mudah. Ketika sembuh akan dipuji tapi ketika semakin parah akan
mendapatkan cercaan atau hinaan.
Kegamangan-kegamangan seperti
dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya tidaklah diperlukan. Asal sang
petugas medis tersebut sudah melakukan tindakan yang paling baik dan benar
dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut. Tapi jika akhirnya tindakah
tersebut semakin memarahkan penyakit yang sebelumnya, padahal tindakan medis
yang dilakukan sudah yang paling baik dan benar, perlu penjelasan yang tepat
dan baik kepada keluarga sang pasien yang sedang berobat. Jangan menjadi lempar
batu sembunyi tangan. Harus ada komunikasi yang baik kepada keluarga. Seperti
kasus Usus buntu akut tersebut, masakan tindakan medis yang dilakukan harus
mencapai pembedahan hingga kurang lebih setengah meter diperut sang anak
tersebut. Itu sudah sangat tidak benar. Dan kalaupun itu sudah terjadi,
seharusnya pihak sang dokter tersebut menjelaskan semua kronologinya dengan
benar kepada sang keluarga mengapa diperlukan tindakan seperti itu. Supaya
pihak keluarga bisa mengerti dan memahami. Bukannya menjadi diam membisu dan
menyerahkan kepada pihak manajemen Rumah sakit untuk menjelaskan semuanya. Itu
bisa memperburuk citra dari Rumah Sakit tersebut.
Diakhir tulisan ini, marilah kita
menjaga kesehatan kita masing-masing. Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Dan mendoakan supaya para medis bisa berpikir dengan jernih, bertindak dengan baik dan melakukan komunikasi
yang baik kepada para pasien.