Jumat, 13 Oktober 2017

Jokowi Menjadi Orang Batak dan Percepatan Pembangunan Sumut

Sumber : analisadaily

Hari ini (13/10), Jokowi berkunjung ke Medan-Sumatera Utara,  untuk beberapa agenda kegiatan yang akan dikerjakan di propinsi ini.  Mulai dari melihat para pengungsi di Gunung Sinabung tepatnya di Siosar,  sampai meresmikan Jalan Tol  Kuala Namu- Tebing Tinggi.  Kemudian agenda untuk melihat calon besan yang ada di Kota Medan (Setia Budi).  Sebagai langkah awal untuk bisa mengenal keluarga calon besannya dan kemungkinan beberapa agenda persiapan untuk membuat acara pernikahan putrinya, Kahiyang dan Bobby Nasution.

Bobby &Kahiyan (tribunnews.com)

Sebagai orang batak,  merasa bangga bila presiden Indonesia ini,  sangat menghargai yang namanya adat dan kebudayaan suatu tempat.  Bukan tanpa alasan Jokowi harus mengenakan marga batak di akhir penyematan namanya. Sebab memang orang Batak, harus menegaskan yang namanya Partuturan, mengenali posisi dan status marga antara kedua belah pihak (pihak laki-laki dan perempuan), supaya jelas meletakkan posisi yang sepantasnya ketika menggelar acara adat pernikahan orang Batak nantinya.

Dipastikan akan ada ada dua acara gelaran syukuran antara Solo dan Medan. Aku dan istriku berseloroh, "yok nanti mampir ke acara resepsinya pernikahan putrinya Jokowi. Pasti warga Medan diundang untuk acara in"i.  Selain keluarga besar diantara kedua belah pihak, dipastikan orang Medan juga ingin merasakan kebahagian sekaligus supaya bisa melihat pemimpin bangsa ini secara dekat.

Apalagi ketika sudah diputuskan marga mana yang akan diambil oleh Bapak Jokowi, akan ada perasaan bangga tersendiri bagi orang batak tersebut yang dipilih,  sebab memiliki kesamaan dengan orang nomor satu di Indonesia ini. Selain memangil Jokowi dengan sebutan Bapak,  akan semakin banyak panggilan batak yang akan disematkan kepadanya,  mulai dari Tulang,  Amangboru, Hula-hula, Amangtua, Pariban,  dan seterusnya. Sebab dengan hal itu,  orang batak bisa jelas dalam menyebutkan kerabat terdekat dengan kita.

Bapak Jokowi menyatakan di sela-sela peresmian Jalan Tol Kuala Namu-Tebing Tinggi, Bapak Jokowi akan semaki sering berkunjung ke Sumatera Utara ini. Itu artinya pembangunan di Sumatera Utara ini akan semakin lebih cepat lagi prosesnya. Sebab pembangunan di Sumatera Utara dulunya sangatlah lamban dalam pergerakannya. Itu tak terlepas dari para pemimpin di Sumatera Utara ini,  hampir seluruhnya para Gubernurnya yang menang dalam pemilihan, selalu menjadi penghuni penjara. Akibat persoalan ataupun penyakit klasik bangsa ini,  yaitu korupsi.  Sehingga Sumatera Utara didaulat menjadi provinsi terkorup nomor satu di Indonesia. 

Sebuah image yang sangat jelek yang harus diemban oleh orang-orang Sumut. Satu orang yang berulah, tapi akibatnya, warganya yang kena getahnya. Juga ternyata, bukan hanya Gubernurnya, ada banyak para Bupati ataupun Walikotanya, juga harus berakhir di balik jeruji besi, karena akibat korupsi yang sudah dilakoninya semenjak ia mulai memimpin.
Bukan hanya persoalan korupsi, narkoba dan prostitusi juga sudah menjadi penyakit yang mendera Sumatera Utara ini. Ada banyak geng-geng narkoba, mulai dari pengedar hingga bandar yang banyak tertangkap di daerahku tercinta ini.
Berharap dengan kunjungan yang semakin sering oleh pemimpin nomor satu di bangsa ini, maka diharapkan para pemimpin daerah bisa semakin lebih berhati-hati dan siaga dalam menyambut maupun mempersiapkan segala sesuatunya dalam tiap-tiap kunjungannya. Termasuk jalan-jalan akan semakin bersih kelihatannya,  jalan-jalan berlobang disana-sini akan semakin lebih berkurang, hanya untuk supaya bisa memberikan rasa nyaman ketika pressiden berkunjung ke suatu daerah.

Hasil pembangunan yang sudah bisa kita nikmati saat ini adalah rute tol yang baru, pembangunan suplay listrik yang semakin signifikan, sehingga mulai jarang pemadaman listrik oleh PLN, pembangunan sejuta rumah,  dan banyak hal-hal lainnya,  dimana penanganannya langsung oleh pusat.  Yang sebenarnya pemerintah daerah bisa mengerjakannya secara langsung tanpa melibatkan pusat dalam pembangunannya.

Sumatera Utara membutuhkan seorang pemimpin yang berani, tegas,  dan selalu pro pembangunan.  Bukan pemimpin yang kerjanya hanya membuat jargon-jargon khusus, hanya supaya bisa diingat oleh waga Sumut, dan berharap hal itu signifikan berguna ketika warganya mencoblos pada pemilhan yang digelar. Juga bukan pemimpin yang lebih banyak berbuat di balik mejanya saja, tanpa pernah melihat langsung ke lapangan proses pembangunan yang sedang terjadi. Yang hanya mendengar laporan-laporan baik oleh para stafnya yang cenderung banyak rekayasa, hanya supaya Bapak bisa senang.

Semoga di ajang pemilu mendatang,  gubernur yang terpilih,  maupun bupati atau walikota yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang terbaik yang mau bekerja keras dan cerdas,  serta memiliki integritas yang tinggi dalam hidupnya.

Merindukan tampilan pembangunan yang sudah dikerjakan,Jokowi, Ahok,Jarot sewaktu menjabat sebagai Gubernur Jakarta,  bisa dimodifikasi oleh para calon pemimpin di Sumatera Utara ini. Mulai dari menggerakkan ataupun menggalang dana CSR dari banyak perusahaan untuk bisa berpartisipasi dalam membangun infrastruktur di Sumut, kemudian menyelesaikan banyaknya persoalan di provinsi ini dengan tangan yang dingin, yakni persoalan narkoba, perjudian dan prostitusi. 

Terakhir ketika Jokowi menjadi orang batak juga menjadi penyemangat sendiri bukan hanya bagi orang batak yang akan semarga dengannya,  para pemimpin di daerah ini jufa semakin terlecut semangatnya dalam membangun provinsi ini semakin lebih baik lagi.

Rabu, 11 Oktober 2017

OTT Marak, Orang Jujur Biasa Aja



Menarik melihat dan menyaksikan siaran ILC (Indonesian Lawyer Club)  besutannya Karni Ilyas, di TV One kemarin. Penilaianku tentang media TV One, ILC adalah satu-satunya acara yang masih berimbang pemberitaannya. Selalu menampilkan antara yang pro dan kontra tentang berbagai isu apapun yang dibuat. Kalau program yang lainnya cenderung malas melihatnya dan lebih memilih Metro TV untuk sekedar mengetahui peristiwa maupun isu yang sedang berkembang di bangsa ini.

Akhir-akhir ini, banyak peristiwa operasi tangkap tangan yang dikerjakan oleh lembaga anti rasuah, KPK.  Banyak kepala daerah maupun para pemegang kekuasaan di pemerintahan dan lain-lain merasa kuatir tentang hal ini. Takut terciduk kelakuannya dan segala niat jahat yang mau ataupun yang sedang proses dan bahkan yang sudah dilakukan hal tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat-DPR kita,  yang paling vokal bicaranya tentang fenomena-fenomena OTT ini. Dan sudah berhasilnya membuat Pansus Hak Angket kepada KPK. Sekarang sudah berakhir masa tenggang dari Hak Angket ini.  Alih-alih ingin menjumpai Bapak Presiden Jokowi, tapi beliau beranggapan untuk tidak perlu ketemu dan mencampuri ranah yang bukan ada di eksekutif.

Salah satu tokoh yang paling gencar menantang dan terkesan menyepelekan KPK adalah Masinton Pasaribu.  Tokoh politik dari PDI Perjuangan yang dapilnya adalah DKI Jakarta. Menyepelekan dengan menantang langsung KPK di depan pintu Gedung KPK, agar supaya dirinya segera ditahan. Pada beberapa kesempatan di acara ILC kemarin (10/10) mengatakan KPK adalah institusi yang cengeng dan manja. Dia menyatakan seperti itu, karena ketika KPK mulai diserang, KPK selalu minta bantuan masyarakat Indonesia, bahwa telah terjadi pelemahan KPK.

Tapi apakah benar demikian keadaannya. Ketika KPK dikritik, dikatakan bahwa mereka sepertinya tidak siap terhadap segala masukan tajam.  Tapi pada faktanya,  bahwa segala upaya kritikan tajam seperti upaya Hak Angket,  sebenarnya mengandung muatan untuk mengkerdilkan segala kekuatan yang sudah dimiliki KPK melalui undang-undang. Bersyukur upaya Hak Angket tidak sampai kepada harapan pencetus awal kegerakan ini,  hanya sebatas rekomendasi perbaikan-perbaikan atas segala kinerja KPK kedepannya.

KPK tidak anti kepada segala kritikan-kritikan tajam tapi yang membangun.  Bukan merongrong dengan sistematis untuk bisa melemahkan mereka. Seperti kebijakan operasi tangkap tangan yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh KPK. Hendaknya sesuai dengan standard operasional yang sudah ditetapkan. Tidak melangkahi setiap step atau langkah yang sudah ditetapkan. Dikatakan bahwa peristiwa OTT harus melalui rapat terlebih dahulu para komisioner Pimpinan KPK.
Kemudian langkah-langkah berikutnya.

Kebijakan penyadapan juga sepertinya menjadi polemik tersendiri lagi. Dikatakan bahwa pengkondisian tindakan penyadapan lebih mengarah kepada tindakan melanggar Hak Asasi Manusia. KPK seakan-akan menjebak para calon penjahat untuk segera melakukan aksinya. Seharusnya KPK bisa melakukan tindakan pencegahan dengan mengingatkan para calon penjahat korupsi ini untuk tidak melakukan tindakan perbuatan melawan hukum.  Dan tidak perlu sama sekali melakukan operasi tangkap tangan. KPK segera mengklarifikasi bahwa tindakan penyadapan dilakukan setelah adanya banyak laporan masyarakat.Kemudian melakukan cek lapangan,  benar gak laporan tersebut.

Perwakilan Golkar pada acara ILC kemarin,  berasumsi bahwa OTT yang sedang dikerjakan,  lebih kepada adanya sentimen tertentu kepada partai-partai tertentu.  Sehingga bisa dianalogikan dengan musim buah-buahan, seperti musim buah nenas, buah pepaya dan lain-lain.  Ketika musim nenas tiba, nenas seterusnya yang akan dipanen.  Demikian juga dengan Golkar, sepertinya KPK lebih bergiat menindak para kader Golkar yang kebetulan memimpin di daerah-daerah,  ketimbang partai yang lain.

Dan memang pada faktanya di lapangan bahwa para pemimpin daerah yang tertangkap tangan memang ternyata adalah kader-kader Golkar. Bahkan ketua umumnya saja, dibidik dan dijadikan tersangka. Meskipun si Bapak yang ditersangkakan tersebut memenangkan pra peradilan yang digelar kemarin. Dinyatakan bahwa status tersangka tersebut dinyatakan tidak sah,  dan berharap KPK mencabut status tersangka tersebut.

Dinyatakan KPK seharusnya bisa melihat-lihat dulu mana yang bisa menjadi tersangka dan mana yang tidak. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan ataupun kerugian kepada pihak korban. Apalagi Golkar merasa dirinya sedang diobok-obok KPK. Tapi akhirnya kalah di sistem pra peradilan. Seharusnya KPK bisa lebih berhati-hati membuat status tersangka kepada orang-orang tertentu.  Kekalahan KPK di sistem pra-peradilan, membuktikan keteledoran KPK yang semakin menjadi-jadi,  tidak belajar pada pengalaman lalu.

Tapi benarkah seperti itu. Memang KPK perlu perbaikan sana-sini.  Tapi tidak perlu mentolelir segala niat jahat yang sedang direncanakan. Ketika para kader partai, sang pemimpin daerah tersebut memang adalah orang jujur ngapain perlu takut diuber-uber oleh KPK melalui peristiwa OTT. Tapi ketika memang para anggota partai memang diisi oleh orang-orang prakmatis dan serakah dipastikan akan selalu merasa was-was ketika bertindak atau melakukan suatu kebijakan tertentu.

Memang sistem pemilihan kepala daerah sekarang ini tidaklah berbiaya murah. Harus menggelontorkan uang minimal 500 juta hingga milyaran uang untuk bisa memenangkan kontestasi pilkada tersebut. Dan untuk bisa mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan tersebut, tidak bisa tidak untuk korupsi.  Perlu sebenarnya dikaji untuk kemudian hari,  bahwa biaya Pilkada yang dikeluarkan tidaklah semahal sekarang.  Para parpol tidak perlu lagi menagih mahar para calon kepala daerah tersebut. Melainkan bekerja dengan maksimal untuk bisa memenangkan pemimpin yang mereka usung.

Dan terakhir di pilkada serentak yang akan diadakan tahun 2018 maupun 2019, bisa diisi oleh para kader anggota partai yang jujur serta suka mengayomi segala kebutuhan masyarakat. Sebab dengan orang seperti itu ketika dia diberi kesempatan untuk memimpin,  dipastikan bahwa dirinya tidak perlu lagi was-was ketika mengerjakan program pembangunan tertentu. Semakin ada perbaikan-perbaikan yang mungkin bisa dikerjakan kedepannya, seperti adanya biaya politik yang murah.


Selasa, 10 Oktober 2017

Bunuh Diri Bukanlah Solusi


Sungguh sedih ketika ada peristiwa bunuh diri yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mengisyaratkan bahwa dirinya sudah tidak punya pengharapan lagi. Seorang oknum polisi, yang notabene adalah seorang yang kuat bukan hanya secara fisik tapi mental juga,  tapi akhirnya memilih untuk menghabisi dirinya ketimbang mencoba tuk bertahan hidup.

Peristiwanya terjadi di daerah Banyuasin, sebuah daerah dimana aku pernah tinggal, meskipun hanya di perbatasan antara Palembang dan Banyuasin. Ternyata dia sudah memberikan tanda-tanda melalui akun media sosialnya di hari Minggu (9/10), melalui sebuah status yang dia postingkan. Kemudian esoknya, usai mengantar sang calon istri dan tak jauh dari rumahnya,  akhirnya menembakkan kepalanya dengan senjata yang ia miliki.

Tidak tahu sebab dan alasan untuk menghabisi masa hidupnya didunia,  tapi menurut pemberitaan yang ada bahwa dia dinyatakan telah gagal untuk menikahi gadis pujaan hatinya, yang ternyata baru ia antarkan pulang ke rumah orang tuanya.

Peristiwa ini juga, mengingatkan ku kembali kepada memori lama, bahwa pernah ada teman pemuda yang akhirnya memilih jalan untuk menghabisi hidupnya sendiri.  Peristiwanya empat tahun yang lalu. Awalnya tindakannya sepertinya iseng belaka, sebab dia pergi ke sebuah sungai dan memotong-motong pergelangan tangannya.  Ketika sadar bahwa dirinya sedang terluka, akhirnya menelepon beberapa kerabat terdekat, bahwa dirinya sedang berada di sebuah sungai dan sedang kritis. Dia kemudian berusaha untuk kembali pulang ke rumah untuk segera mendapatkan pertolongan,  tapi naas, darahnya sudah banyak yang terbuang dan hidupnya tidak tertolong lagi.

Aku sendiri, sempat merasa bersalah, sebab belum bisa menjadi pendengar yang baik baginya.  Dirinya memang lebih tua dari aku,  dan tampak selalu antusias ketika bersama-sama beribadah, dan selalu aktif bertanya ketika ada kelas pemuridan waktu itu.  Pikirku,  dia pasti sudah lebih dewasa dan lebih bisa mengambil sikap yang bijak dalam hidupnya. Tapi,  karena tekanan keluarga yang besar, belum menikah diusia yang sangat dewasa, dan mungkin ada beberapa permasalahan yang sedang dihadapi.  Di dalam kesendiriannya pergi ke suatu tempat yang sunyi dan mendukung,  akhirnya lebih memilih tindakan nekat, yang mungkin belum pernah dilakukanya selama hidupnya.

Penyebab Melakukan Aksi Bunuh Diri

Pengaruh, media sosial amat sangat kuat di dalam memberikan pengaruh yang buruk kepada seseorang. Ketika, kita tidak bijak menyikapinya,  maka kita mungkin bisa terpengaruh akan hal itu. Ditambah lagi,  ada fasilitas live in, mengakibatkan orang bisa me-live kan dirinya sedang berbuat apa,  hanya untuk bisa mendapatkan perhatian orang banyak.  Dan pernah ada suatu kasus di Thailand,  seorang ayah, mengajak putrinya sekalian untuk bunuh diri secara live di akun media sosialnya. Menampilkan suatu hal yang menurutnya bisa mendapatkan simpati dan perhatian warganet, tapi akhirnya berujung kematian.

Semakin banyaknya ketidakpedulian kita kepada orang disekeliling kita.  Mereka mungkin hanya butuh perhatian ataupun sentuhan kita.  Tapi kita mungkin akan lebih asik bermain dengan gawai yang kita miliki dibanding langsung bercengkerama dengan dia. Waktu kita lebih banyak habis dengan dunia maya,  padahal kita bisa sebenarnya memberikan perhatian ataupun dukungan kepada rekan yang ada disamping kita.

Menurut, Arvan Pradiansyah pada suatu talk show di Radio Smart FM, di bulan yang lalu, kebetulan tema yang ia bawakan adalah Suicide and the Meaning of Life,  dia menjelaskan bahwa faktor penyebab bunuh diri adalah berpadunya 4 hal dalam diri seseorang. Ke-4 hal tersebut adalah: feeling hopeless, feeling meaningless, feeling lonely, dan fearless. Feeling hopeless adalah bahwa dirinya merasa sudah tidak punya harapan lagi,  sedang feeling meaningless adalah ketika seseorang merasa keberadaannya di dunia ini sudah tak berarti lagi.

Orang yang feeling meaningless adalah mereka yang tidak menemukan makna hidup mereka. Siapa pun yang tidak memahami makna hidup, rentan untuk melakukan bunuh diri. Orang-orang yang tidak menemukan makna hidupnya akan mudah frustrasi.

Feeling lonely adalah bahwa dia selalu merasa sendirian dan tidak mempunyai teman untuk bisa berbagi.  Ini juga diakibatkan merasa tidak bisa mempercayai orang yang ada disekeliling kita sehingga merasa beban hidup itu hanya kita yang bisa menyelesaikannya.

Dan terakhir adalah kondisi fearless, yakni merasa tidak ada yang perlu ditakuti lagi didunia ini dan hal ini menjadi faktor penentu seseorang untuk mengambil sikap bunuh diri. Berani mengambil tindakan konyol sekaligus mematikan dan tanpa ada keraguan sedikitpun dalam hatinya untuk menghabisi dirinya sendiri.

Sikap bunuh diri ini juga, perlu dibedakan aksi bunuh diri yang ada di Jepang, yang dikenal dengan Harakiri. Sebab hal itu tidak sama dengan orang yang dengan sengaja bunuh diri secara langsung.  Peristiwa harakiri, lebih kepada sikap patriotisme. Ketika merasa gagal dalam mengemban suatu misi dari Shogun (Kaisar Jepang), adalah suatu kehormatan bagi dia untuk mati disaksikan langsung oleh sang Kaisar sendiri. Adanya suatu tanggung jawab yang besar,  ketika tidak bisa menyelesaikan tanggung jawab tersebut secara tuntas, dipastikan akan melakukan ritual harakiri ini.

Perlu dibedakan antara bunuh diri yang konyol dengan harakiri. Perbedaannya ada fokus dari tujuannya apa.  Kalau bunuh diri yang konyol cenderung pusatnya adalah dia sendiri. Berbeda dengan harakiri yang pusat dan tujuannya adalah demi bangsa dan negaranya dan bukan dirinya sendiri.

Terakhir, mari kita untuk lebih peduli kepada rekan dan sahabat yang ada disekeling kita.  Mungkin dia membutuhkan perhatian kita,  segera berikan dan jangan tunda-tunda. Lebih bijak menggunakan akun media sosial kita, memposting hal-hal yang positif dan membangun,  bukan pernyataan kebencian ataupun permusuhan yang bisa menimbulkan perpecahan diantara sesama bangsa.

Kemudian, hidup ini memang sulit dan banyak persoalan, tapi bukan berarti tidak bisa dihadapi. Setiap permasalahan pasti ada jalan keluar yang terbaik. Mari temukan itu, dan jangan sekali-kali berencana bunuh diri untuk bisa menghindari segala rumitnya permasalahan hidup kita. Bukannya selesai,  malahan tambah runyam dan tentunya tidak menjadi berkat bagi orang yang menyaksikannya.

Mari mengisi hidup kita dengan hal-hal yang lebih bermanfaat bukan hanya bagi diri kita sendiri, bagi keluarga dan lingkungan sekitar kita juga.

Sumber :
http://jogja.tribunnews.com/2017/10/10/heboh-bribda-azan-fikri-tembak-kepala-sendiri-inilah-deretan-peristiwa-polisi-yang-nekat-bunuh-diri


Kamis, 05 Oktober 2017

Mendidik Anak Jangan Lihat Casingnya Dahulu



Kemarin pas berkunjung ke pekan yang ada di Sibolangit, untuk menemani dan mengantar sang Istri belanja keperluan mingguan kita,  aku ketemu dengan seorang anak yang sudah lama tidak berjumpa.  Sambil menunggu Istriku membeli segala menu-menu mingguan yang ada dalam otaknya,  aku menghabiskan waktuku bersama dengan anak didikku ini.  Dia juga ternyata sedang menunggu ibunya juga yang sedang berbelanja dan segala barang belanjaanya dititipin sama dia.

Aku menanyakan bagaiamana kabarnya dan berbagai hal lainnya.  Dia juga kembali bertanya ku,  kenapa Sir.. tidak masuk lagi ke kelas kami. Aku menjawab dengan simpel aja ke dia,  bahwa Sir sudah tidak dikasih ijin lagi sama Yayasannya Sir untuk bisa mengajar kembali di sekolah kita. Aku mencoba menjelaskan ke dia berbagai alasanku,  sambil melihat responnya atas apa yang telah kuucapkannya kepadanya.

Dan aksinya adalah biasa saja dan tetap kembali menanyakan segudang aktivitasku selama aku tidak masuk lagi ke mereka.  Yang ternyata selama ini pikiranku keliru menilai tentang anak ini.  Orangnya lumayan gemuk,  rambutnya  sebahu dan sepertinya tidak pernah menyentuh sisir untuk bisa kelihatan agak rapi, serta aksinya memang selalu lambat.  Terkesan anaknya jorok, padahal dirinya memang selalu berusaha menghemat pakaian seragamnya. Supaya orang tuanya tidak begitu banyak cuciannya. 

Dia menjelaskan kepadaku,  bahwa diriku ternyata sudah digantikan oleh seorang guru bahasa Inggris yang baru. Ketika kutanyakan, sudah berapa lama dia masuk,  siapa namanya,  dari mana dia berasal,  dia tidak bisa menjawab dengan tepat.  Dia kelabakan untuk menjawab segala yang berhubungan dengan angka-angka. Kutanyakan lagi siapa namanya..lagi-lagi dia menjawab,  kurang tahu siapa nama dari guru tersebut. Kucoba kroscek dengan temannya yang lain,  yang kebetulan sedang lewat,  tentang siapa dari nama guru tersebut. Ternyata dia juga tidak bisa menjawab diriku.  Karena memang.. Sang Ibu guru bahasa Inggris tersebut,  sepertinya tidak mau mengenalkan dirinya kepada anak-anak.

Atau apakah mungkin anak-anak sekarang sulit untuk mengingat sebuah nama.  Jadi meskipun sudah dijelaskan segala perihal tentang identitas guru tersebut,  mereka tidak mau ambil pusing tentang hal itu.  Sebab mungkin sudah tertancam dalam pikiran mereka,  bahwa ketika guru itu tersebut tidak lebih peduli kepada anak-anak,  dibanding dengan pelajaran yang dikembangkan,  niscaya si anak tidak akan mau berusaha untuk bisa mengenal siapa guru baru mereka ini. Apalagi ketika Sang Guru lebih asik sendirian dengan materinya, dibanding dengan memberikan penjelasan yang gamblang dan asik, niscaya si anak akan merasa lebih cepat bosan plus frustasi.

Perlu banyak strategi dan metode yang bisa digunakan oleh para guru dalam memberikan sejumlah materi yang hendak berikan.  Tidak cukup hanya kepada satu strategi,  harus dimunculkan berbagai macam kreativitas untuk bisa menjelaskan dari awal hingga akhir dari pembelajaran yang mengubahkan dia. Perlunya sejumlah aksi nyata dan tidak bersifat teoritis, satu arah yang parah, dalam menyampaikan pembelajarannya.

Kembali kepada si anak tersebut.  Iren namanya. Duduknya memang selalu di belakang dan selalu tampak serius ketika guru mulai menerangkan. Pernah kutegor dirinya,  tapi dirinya tidak ambil pusing dengan segala ocehanku kepadanya.  Tampaknya dia tetap tidak bergeming atas segala nasehatku kepadanya.

Tapi dia selalu berusaha untuk bisa menyesaikan segala tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak mau mencontek hasil orang lain dan memberikan hasil tugasnya,  meskipun salah semuanya tapi dia tetap enjoy.

Dia sepertinya menikmati proses pendidikan tanpa ada rasa beban yang begitu mengkuatirkan. Dibanding dengan teman-temannya yang suka balap-balapan dan tantangan lainnya. Dia tampil selalu yang paling belakang.

Meskipun tidak bisa tentang angka-angka, apalagi yang berbau tentang matematika, tapi dia adalah orang yang peduli kepada orang lain yang berada di sekitarnya. Dia mengatakan bahwa ada beberapa temannya yang sudah mulai malas untuk belajar. Mencoba memotivasi teman-temannya itu, supaya tetap semangat belajar. 

Artinya ketika ada murid yang ternyata memang tidak hebat disalah satu bidang,  jangan langsung menjudge bahwa dirinya pemalas atau steoreotype lainnya. Melainkan berusaha untuk mendorong dimana minat dan bakatnya yang kemungkinan potensial bila dikembangkan dengan sungguh-sungguh.

Kemudian, ada baiknya bagi para pendidik untuk bisa lebih mendekati para anak-anak didik tersebut diluar dari kelas. Mengunjungi rumahnya mereka,  mencoba berdikusi dengan orang tuanya untuk bisa menggali lebih dalam tentang segala potensinya yang terpendam.

Jangan hanya sibuk dengan segala tugas keadministrasian sekolah,  sehingga kita lupa mendidik anak-anak didik yang sudah dipercayakan kepada kita.

Semoga pendidikan kita bisa semakin lebih baik lagi.

Stay to Keep Exist in Writing


Banyak sekali tantangan untuk tidak kembali menulis.  Sebuah kebiasaan yang sudah selalu diterapkan bisa-bisanya mendapatkan banyak kendala. Dan semua permasalahan itu berangkatnya dari diri kita sendiri. 

Sakit yang ternyata tak kunjung berhenti, selalu menggangu semua proses kebaikan yang hendak dijalani,  masalah alat tulis seperti laptop yang harus mendapatkan pengurapan air oleh kreatifitas anak yang semakin menjadi, menolong dan menemani masa-masa pertumbuhan mereka supaya mereka bisa berkembang dan bertumbuh dengan maksimal,  dan bahkan ketika hubungan antara suami dan istri harus berakhir dengan perang dingin.

Semua kendala boleh terjadi,  tapi segala komitmen tidak boleh berhenti sampai disitu. Mencoba mencari sebuah solusi supaya proses kreatif ini bisa tersalurkan dengan baik. Dan kebuntuan untuk bisa kembali menulis adalah dengan memaksimalkan apa yang ada di tangan kita. Meskipun laptop sudah tidak bisa berkontribusi dengan baik,  ternyata aku masih punya Handphone atau gadget yang ternyata bisa dipakai untuk menulis.
Meskipun tidak terbiasa menulis dengan menggunakan gadget,  tapi belajar tuk mencoba menuliskan semua yang ada di kepala ini,  menjadi tantangan tersendiri.  Yang biasanya kemampuan tanganku bisa mengetikkan kata yang ada di hatiku seirama dengan kecepatan ketikanku,  sekarang harus menunggu kecepatan mengetik ini dengan apa yang ada di pikiranku.

Menerapkan dan membiasakan suatu hal yang baru, bukanlah suatu kemustahilan,  sampai kita benar-benar bisa mempraktekkannya.  Ditambah lagi dengan menulis di gadget, ternyata kita bisa sambil menemani anakku tuk tiduran di tempat tidurnya.  Sebab kebiasaannya yang harus ditemani dulu kalau mau tiduran.  Kalau tidak jangan harap bisa tidur dengan pulasnya.

Disamping itu, meskipun media gadget ini baru kugunakan untuk menulis, segala keribetan menggunakan laptop ternyata bisa berkurang.  Dari ukuran monitor yang lumayan besar, beratnya yang ternyata lumayan, sampai keribetan kabel-kabel charger, semuanya bisa diatasi hanya dengan menggunakan kesimpelan gadget ini.

Tapi belum mencoba masuk ke websiteku dan beberapa media lainnya. Akankah kompatibel dengan media gadget yang sedang kugunakan. Artinya ketika tulisanku ini bisa sampai ditangan para pembaca,itu artinya segala kendala ini tidak begitu berarti lagi.

Sama seperti yang pernah diungkapkan oleh host Mata Nadjwa, ada saatnya kita berhenti dari suatu kerutinan yang sering kita jalani.  Dan proses perhentian itu, diharapkan sebagai persiapan untuk bisa melompat lebih tinggi lagi.  Begitu juga dengan diriku,  meskipun tidak seterkenal dan secerah Denny Siregar dan Birgaldo Sinaga,  dan meskipun tidak seproduktif Tere Liye dalam menghasilkan novel-novelnya, maupun seapik Andrea Hirata dalam menuliskan karya-karyanya,  yang penting adalah aksi untuk bisa memberikan suatu yang lebih yang ada padaku untuk bisa disajikan dan disaksikan oleh seluruh rekan-rekan pembaca.

Terasa memang, ketika tidak menulis lagi,  traffic pembacaku di web pribadi menjadi sangat begitu menurun. Dan di moment kali kedua ini,  ingin mempersembahkan karya-karyaku lagi.  Mungkin akan ada kalanya juga akan berhenti di next stop berikutnya. Siapa tahu.  Tapi yang penting adalah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan maksimal.  Ketika tiba pada fase itu, harus mencari lagi ide dan solusi kreatif supaya jangan sampai stagnan benaran. 

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...