Anak-anak yang dimiliki suatu
bangsa akan menjadi penentu jadi apakah bangsa ini kedepannya. Apakah menjaidi
bangsa yang besar karena memiliki generasi yang tangguh dan tentunya takut akan
Tuhan? Atau hanya menjadi bangsa yang biasa-biasa saja tanpa memiliki harapan
yang besar.
Ternyata hal itu bisa kita
upayakan ketika kita bisa menuai generasi tangguh dalam keluarga kita
masing-masing. Berikut hal boleh kita pelajari bersama dari kehidupan Eli dan
Samuel bersama dengan anak-anaknya.
Banyak harapan baik yang pastinya
akan selalu disampaikan oleh tiap orang tua kepada anaknya.Dengan harapan
tersebut bisa terealisasi dalam hidup masing-masing anak tersebut.
Kemudian melihat pola hidup sang
Ayah yang begitu sangat dihormati, takut akan Tuhan, bahkan menjadi orang nomor
satu di Israel yakni menjadi hakim, tentu bisa dipastkan bahwa anak-anaknya
akan tetap hidup dalam teladan baik ayahnya. Tapi kenyataannya berbeda.
Ada dua figur ayah dalam
pembacaan firman kali ini di 1 Samuel , yakni figur Eli dan figur Samuel.
Dimana masing-masing dari kedua figur tersebut gagal menjalankan fungsinya
sebagai ayah. Yaitu fungsi untuk meletakkan karakter yang baik kepada anak-anak
mereka.
Sebenarnya dari generasi Eli ke
generasi Samuel ada 3 generasi. Apakah kegagalan Samuel dalam menjalankan
fungsinya sebagai ayah tertransfer dari sikap Eli dalam memperlakukan
anak-anaknya? Kok bisa anak-anak yang demikian yang seharusnya bisa meneruskan pelayanan
sang Ayah tapi akhirnya ditolak oleh Tuhan dan juga oleh bangsa Israel sendiri.
Di dalam nats 1 Samuel 3, jelas
bahwa masa-masa kecil Samuel ada dalam lingkungan keluarga Eli. Dimana Samuel sejak
lepas susu dari Ibunya, ibunya akhirnya menyerahkan Samuel di hadapan Tuhan dan
hidup dalam suasana keluarga Eli.
Tentunya Samuel kecil selalu
melihat hidup dari anak-anak Eli yang setiap hari selalu curang dalam
persembahan bangsa Israel yang setiap hari dipersembahkan oleh bangsa Israel.
Dimana Hofni dan Pinehas, anak-anak Eli, yang selalu memandang dengan loba dan
tidak menghormati sama sekali persembahan kepada Tuhan.
Apakah karena setiap hari Samuel
kecil yang selalu menyaksikan sikap Hofni dan Pinehas yang curang dan tidak
mencerminkan penghormatan kepada Tuhan dan juga sikap dari sang Ayah (Eli) yang
tidak pernah menegor anak-anaknya, akhirnya secara tidak sengaja gaya kehidupan
yang demikian akhirnya diteruskan oleh Samuel dewasa?
Padahal Tuhan berjanji kepada
orang-orang yang diangkat-Nya, untuk menjadi imam kepercayaan-Nya, adalah orang
yang hidup dan bertindak sesuai hati-Nya dan jiwa-Nya (heart and mind). Kepadanya Tuhan berjanji akan membangunkan baginya
keturunan yang teguh setia. (1 Samuel 2:35).
Dan ayat tersebut ditujukan
kepada Samuel sendiri. Ketika ada seorang Abdi Allah yang diutus Allah untuk menyatakan
bahwa keluarga Eli akan berakhir dengan tragis. Eli dan kedua anaknya akan mati
seketika. Keturunannya yang seharusnya bisa hidup selamanya dihadapan Tuhan,
sekarang malah ditolak oleh Tuhan sendiri.
Apakah janji Tuhan itu gagal
teralisasi? ketika nyatanya bahwa anak-anak Samuel pun terindikasi bukanlah
orang-orang yang hidup sama seperti ayahnya sendiri. Mencerminkan karakter yang
sama yang ditunjukkan baik oleh anak-anak Eli sendiri maupun anak-anak Samuel.
Yakni kehidupan dari anak-anak mereka yang selalu mengejar laba, menerima suap
dan memutarbalikkan keadilan (1 Samuel 8:3).
Sehingga oleh masyarakat dan
bangsa Israel akhirnya menolak anak-anak Samuel, Yoel dan Abia, untuk dijadikan
hakim berikutnya oleh Samuel tua, papanya. Kemudian hal tersebut ternyata
menjadi awal cikal bakal dari bangsa Israel untuk meminta seorang raja yang
bisa memerintahkan bangsa Israel di kemudian hari.
Anak-anak Eli ditolak Tuhan,
sedangkan anak-anak Samuel ditolak oleh bangsa Israel. Karena memang kehidupan
dan karakter dari masing-masing penerus tersebut tidak dan bahkan bertolak
belakang dengan ayah mereka masing-masing.
Kenapa hal demikian bisa terjadi
dalam kehidupan anak-anak mereka, yang merupakan generasi penerus mereka
sendiri?
Mengkroscek kehidupan Eli
sendiri. Ternyata ayahnya pernah menegor
kehidupan bejat dari anak-anaknya. Tetapi ternyata perkataan ayahnya tidaklah
didengarkan oleh anak-anaknya, sebab ternyata Tuhan hendak mematikan mereka. (1
Sam 2:25).
Kemudian Eli yang sudah sangat
tua tersebut, memiliki tubuh yang tambun, dan matanya yang hampir buta. Dengan
kondisi yang demikian seakan-akan tidak berdaya untuk menegor anak-anaknya?
Padahal tidak karena memang Eli sendirilah yang ternyata lebih menghormati anak-anaknya
dibandingkan Tuhan.
Mengkroscek kehidupan Samuel.
Samuel adalah seorang yang taat sejak masa kecilnya hingga pada masa tuanya.
Bahkan tidak pernah meminta sepeserpun dari hasil pelayanan yang Samuel lakukan
kepada bangsa Israel.
Apakah karena tidak pernah
memanfaatkan sedikitpun sehingga anak-anaknya memandang hal tersebut menjadi
semacam kesempatan bagi mereka dalam memanfaatkan pelayanan dari ayah mereka?
Tapi apakah hal tersebut tidak diketahui
oleh Samuel sendiri. Dan ketika tiba saat untuk mengangkat anaknya menjadi
hakim, akhirnya terkuak bahwa anak-anaknya tidak hidup seperti ayahnya hidup.
Dengan melihat kehidupan keluarga
Eli maupun keluarga Samuel, apa yang boleh kita pelajari dan sikapi? Mungkin
ada banyak pembelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini.
Mungkin hal pertama yang bisa
kita pelajari adalah bahwa kebiasaan itu ternyata menular. Kebiasaan yang baik
akan menghasilkan yang baik, demikian juga halnya kebiasaan yang buruk
menghasilkan yang buruk.
Meskipun hal-hal jelek tersebut
tidak langsung terjadi kepada Samuel, ternyata terjadi kepada kehidupan
anak-anaknya.
Selanjutnya, teladan yang baik
yang dicerminkan orang tua, tidak serta merta hal tersebut akan terjadi kepada
anak-anak kita. Perlu pembiasaan yang baik dan terus menerus dilakukan oleh
orang tua kepada si anak. Sehingga tiba saatnya si anak mengambil keputusan
untuk mengikuti teladan baik dari si ayah. Dan hal tersebut terjadi bukan
karena paksaan.
Kebiasaan jelek sewaktu kecil
yang sering disaksikan dan dialami, hendaknya hal tersebut segera bisa kita
bereskan. Sebab kalau tidak, entah disengaja ataupun tidak, kebiasaan jelek
tersebut bisa saja terjadi kepada anak-anak kita.
Perhatikan, evaluasi dan bereskan
dengan segera. Sehingga kita boleh menuai generasi-generasi tangguh yang akan
bisa membuat perubahan bagi bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar