Sabtu, 29 Februari 2020

Covid-19 dan Memilih Sebaru, Sang Pulau Pribadi?


 
Keberhasilan pemerintah untuk mengevakuasi para suspect virus korona yang oleh WHO menamakan virus tersebut dengan Covid-19, langsung dari Tiongkok kemarin dalam misi perdananya patut diapresi oleh kita semua. Mulai dari perencanaan seperti pemilihan tempat, hingga tim yang akan menjemput semuanya harus terkoordinasi dengan sangat baik sekali. Para petugas yang terlibat-pun semuanya harus benar-benar menjalakan SOP untuk memberikan layanan yang terbaik. Mulai dari TNI, Polri, BNPB, Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus matang-matang saat membuat keputusan. 

Kini misi observasi yang kedua bagi dua kapal pesiar yang terkena virus corona, dimana dalam dua kapal tersebut ada puluhan hingga ratusan warga negara Indonesia yang menjadi awak kapal pesiar tersebut. Yakni kapal pesiar World Dream sebanyak 188 jiwa sementara di Diamond Princes WNI ada sebanyak 68 orang.

Teknis penjemputannya seperti yang dimuat dalam situs Kemenkopmk.go.id (29/2/2020) terhadap dua krue ABK atau anak buah kapal dimasing-masing kapal pesiar tersebut-pun berbeda. WNI yang ada di Diamond Princes dijemput dengan kapal KRI Dr Suharso dan mereka sudah tiba hari ini, Sabtu (29/2/2020) siang sekitar pukul 13.00 WIB.

Sementara yang ada di kapal pesiar World Dream rencananya akan diungsikan dengan menggunakan pesawat. Dan akan segera cepat-cepat diungsikan ke pulau Sebaru. Adapun teknis penjemputan menggunakan pesawat kepada para awak ABK dari World Dream tentu akan mendarat di bandara besar yang ada di DKI Jakarta, sebagai pulau terdekat. Sebab akses pendaratan pesawat langsung ke Pulau Sebaru kecil tidak ada. Yang ada hanya pendaratan via heli di pulau Pantara, Kepulauan Seribu.
Sangat beda saat proses evakuasi waktu di Natuna lalu, dimana pesawat memang langsung ke pusat observasi di Lanud TNI AU. Pesawat tiba langsung dapatkan siraman gas disinfektan kepada para WNI yang sedang turun dari pesawat yang sudah dibooking oleh pemerintah.   

Mengapa Pulau Sebaru?


Pulau Sebaru kecil-pun telak menjadi perhatian kita bersama pasca ditetapkan pemerintah sebagai pusat observasi. Sebab dalam kalkulasi pemerintah tentu memperhatikan rakyat penghuni pulau tersebut. Memilih Sebaru karena dampak resikonya kemungkinannya jauh lebih kecil dan juga jauh lebih mudah untuk ditangani.

Berkaca dari pengalaman di Natuna kemarin sempat warga-pun menolak. Maka pemilihan pulau kosong menjadi pilihan tepat dan terbaik bagi penyalamatan warga Indonesia yang ter-suspect korona juga merupakan pelayanan terbaik bagi 260 juga warga Indonesia. Sebab jika terindikasi mereka positif terkena virus korona, maka proses untuk karantina pulau tersebut jauh lebih mudah dibandingkan dengan saat di Natuna kemarin. Tapi seandainya saat observasi di Natuna kemarin positif ada corona, maka tentu itu menjadi pintu masuk korona di Indonesia.

Mengulik Pulau Sebaru-pun sangat menarik sekali. Pasalnya mempertanyakan bagaimana kesiapan pulau tersebut bisa menerima WNI tersuspect korona? Bagaimana persiapan untuk segala macam fasilitasnnya, air, listrik, pelayanan kesehatan, hingga makanan yang akan mereka konsumsi, sementara pulaunya ternyata kosong? Tentu pemerintah tidak secepat China di dalam membangun fasilitas rumah sakit yang hanya dalam waktu hitungan hari.

Ternyata fasilitasnya sangat lengkap disana.Bahkan dinyatakan jauh lebih baik dari fasilitas sewaktu di Natuna. Dan bukan kebetulan saja fasilitas tersebut disiapkan. Dimana awalnya pulau tersebut sebagai pusat rehabilitasi para korban drugs atau pemakai narkoba. Dibangun persis di zaman pemerintahan Pak SBY di tahun 2008 lalu. Bersama-sama dengan BNN maupun sang pemilik pulau tersebut, yakni Tomy Winata, yang merupakan pemilik grup Artha Graha.

Pulau yang dimiliki secara privat tersebut oleh Tomy Winata. Menurut infonya bukan hanya Pulau Sebaru kecil, Pulau Pantara yang jaraknya sekitar 10 menit lewat laut dari Pulau Sebaru, juga merupakan kepunyaan beliau. Dimana oleh sang pemilik menjadikan pulau-pulau tersebut juga sebagai tempat training atau pusat pelatihan bagi karyawan Artha Graha disamping tempat sebagai objek wisata privat maupun sebagai tempat pusat rehabilitasi.

Dan pertanyaannya ada berapa banyak lagikah pulau-pulau lainnya yang mungkin dimiliki baik oleh sang pengusaha tersebut, maupun oleh para milioner asal Indonesia? Membeli pulau-pulau kosong sebagai kawasan untuk kepentingannya sendiri ataupun untuk pengembangan usahanya.

Jika kita melihat data dari Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Bapak Luhut Panjaitan, total pulau di Indonesia di tahun 2019 mencapai 17.491 pulau. Oeh data PBB baru terverifikasi sebanyak 16.671 pulau. Sementara secara administrasi khusus Kepulauan Seribu merupakan bagian dari DKI Jakarta yang kini punya pemerintahan kabupaten di dalamnya. Meskipun dikatakan pulau seribu total pulau-pulaunya hanya mencapai 342 pulau saja.

Mempertanyakan Pulau Pribadi?

Faktor kepemilikan secara pribadi tersebut sangat jelas terungkap Bapak Winata yang selalu didampingi oleh para bodyguard kekar, menyatakan bahwa pemakaian pulau tersebut tidak ada deal-deal untuk tujuan komersial bagi pemerintah. Artinya free secara pemakaian tempat di Pulau Sebaru kecil tersebut? Kemudian Beliau juga merasa senang dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah karena telah diberikan kesempatan berkontribusi bagi Indonesia.

Sehingga berdasarkan pernyataannya tersebut menimbulkan banyak tafsiran dalam kepemilikan pulau-pulau kecil tersebut. Dimana oleh UU kita, dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Sehingga pertanyaannya, bentuk kepemilikan yang dinyatakan oleh sang pengusaha raksasa tersebut dalam bentuk apa? Apakah total sebagai hak milik atau hanya sebagai hak pakai atau hak guna usaha?

Bagaimanakah kejelasan terhadap status-status kepemilikan pulau-pulau yang lain yang ada di Indonesia? Bagaimanakah isu tentang penjualan pulau ke asing beberapa waktu yang lalu yang sempat terdengar? Adakah banyak warga super kaya Indonesia  juga mengikuti jejak sang pemilik grup Artha Graha tersebut baik di Kepulauan Seribu maupun di pulau-pulau yang lain? Dan negara dalam hal penempatan WNI yang tersuspek korona dari dua kapal pesiar tersebut, mungkinkah status pemerintah sebagai peminjam?    

Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan pendidikan, juga sebagi pelayan di Yayasan PESAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...