Keberhasilan pemerintah untuk mengevakuasi
para suspect virus korona yang oleh WHO menamakan virus tersebut dengan Covid-19,
langsung dari Tiongkok kemarin dalam misi perdananya patut diapresi oleh kita
semua. Mulai dari perencanaan seperti pemilihan tempat, hingga tim yang akan
menjemput semuanya harus terkoordinasi dengan sangat baik sekali. Para petugas
yang terlibat-pun semuanya harus benar-benar menjalakan SOP untuk memberikan
layanan yang terbaik. Mulai dari TNI, Polri, BNPB, Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah harus matang-matang saat membuat keputusan.
Kini misi observasi yang kedua
bagi dua kapal pesiar yang terkena virus corona, dimana dalam dua kapal
tersebut ada puluhan hingga ratusan warga negara Indonesia yang menjadi awak
kapal pesiar tersebut. Yakni kapal pesiar World Dream sebanyak 188 jiwa
sementara di Diamond Princes WNI ada sebanyak 68 orang.
Teknis penjemputannya seperti
yang dimuat dalam situs Kemenkopmk.go.id (29/2/2020) terhadap dua krue ABK atau
anak buah kapal dimasing-masing kapal pesiar tersebut-pun berbeda. WNI yang ada
di Diamond Princes dijemput dengan kapal KRI Dr Suharso dan mereka sudah tiba hari
ini, Sabtu (29/2/2020) siang sekitar pukul 13.00 WIB.
Sementara yang ada di kapal
pesiar World Dream rencananya akan diungsikan dengan menggunakan pesawat. Dan
akan segera cepat-cepat diungsikan ke pulau Sebaru. Adapun teknis penjemputan
menggunakan pesawat kepada para awak ABK dari World Dream tentu akan mendarat
di bandara besar yang ada di DKI Jakarta, sebagai pulau terdekat. Sebab akses
pendaratan pesawat langsung ke Pulau Sebaru kecil tidak ada. Yang ada hanya
pendaratan via heli di pulau Pantara, Kepulauan Seribu.
Sangat beda saat proses evakuasi
waktu di Natuna lalu, dimana pesawat memang langsung ke pusat observasi di
Lanud TNI AU. Pesawat tiba langsung dapatkan siraman gas disinfektan kepada
para WNI yang sedang turun dari pesawat yang sudah dibooking oleh pemerintah.
Mengapa Pulau Sebaru?
Pulau Sebaru kecil-pun telak
menjadi perhatian kita bersama pasca ditetapkan pemerintah sebagai pusat
observasi. Sebab dalam kalkulasi pemerintah tentu memperhatikan rakyat penghuni
pulau tersebut. Memilih Sebaru karena dampak resikonya kemungkinannya jauh
lebih kecil dan juga jauh lebih mudah untuk ditangani.
Berkaca dari pengalaman di Natuna
kemarin sempat warga-pun menolak. Maka pemilihan pulau kosong menjadi pilihan
tepat dan terbaik bagi penyalamatan warga Indonesia yang ter-suspect korona juga merupakan pelayanan
terbaik bagi 260 juga warga Indonesia. Sebab jika terindikasi mereka positif
terkena virus korona, maka proses untuk karantina pulau tersebut jauh lebih
mudah dibandingkan dengan saat di Natuna kemarin. Tapi seandainya saat
observasi di Natuna kemarin positif ada corona, maka tentu itu menjadi pintu
masuk korona di Indonesia.
Mengulik Pulau Sebaru-pun sangat
menarik sekali. Pasalnya mempertanyakan bagaimana kesiapan pulau tersebut bisa
menerima WNI tersuspect korona? Bagaimana persiapan untuk segala macam
fasilitasnnya, air, listrik, pelayanan kesehatan, hingga makanan yang akan
mereka konsumsi, sementara pulaunya ternyata kosong? Tentu pemerintah tidak
secepat China di dalam membangun fasilitas rumah sakit yang hanya dalam waktu
hitungan hari.
Ternyata fasilitasnya sangat
lengkap disana.Bahkan dinyatakan jauh lebih baik dari fasilitas sewaktu di
Natuna. Dan bukan kebetulan saja fasilitas tersebut disiapkan. Dimana awalnya
pulau tersebut sebagai pusat rehabilitasi para korban drugs atau pemakai narkoba. Dibangun persis di zaman pemerintahan
Pak SBY di tahun 2008 lalu. Bersama-sama dengan BNN maupun sang pemilik pulau
tersebut, yakni Tomy Winata, yang merupakan pemilik grup Artha Graha.
Pulau yang dimiliki secara privat
tersebut oleh Tomy Winata. Menurut infonya bukan hanya Pulau Sebaru kecil,
Pulau Pantara yang jaraknya sekitar 10 menit lewat laut dari Pulau Sebaru, juga
merupakan kepunyaan beliau. Dimana oleh sang pemilik menjadikan pulau-pulau
tersebut juga sebagai tempat training atau pusat pelatihan bagi karyawan Artha
Graha disamping tempat sebagai objek wisata privat maupun sebagai tempat pusat
rehabilitasi.
Dan pertanyaannya ada berapa banyak
lagikah pulau-pulau lainnya yang mungkin dimiliki baik oleh sang pengusaha
tersebut, maupun oleh para milioner asal Indonesia? Membeli pulau-pulau kosong
sebagai kawasan untuk kepentingannya sendiri ataupun untuk pengembangan usahanya.
Jika kita melihat data dari
Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Bapak Luhut
Panjaitan, total pulau di Indonesia di tahun 2019 mencapai 17.491 pulau. Oeh
data PBB baru terverifikasi sebanyak 16.671 pulau. Sementara secara
administrasi khusus Kepulauan Seribu merupakan bagian dari DKI Jakarta yang
kini punya pemerintahan kabupaten di dalamnya. Meskipun dikatakan pulau seribu
total pulau-pulaunya hanya mencapai 342 pulau saja.
Mempertanyakan Pulau Pribadi?
Faktor kepemilikan secara pribadi
tersebut sangat jelas terungkap Bapak Winata yang selalu didampingi oleh para
bodyguard kekar, menyatakan bahwa pemakaian pulau tersebut tidak ada deal-deal
untuk tujuan komersial bagi pemerintah. Artinya free secara pemakaian tempat di
Pulau Sebaru kecil tersebut? Kemudian Beliau juga merasa senang dan mengucapkan
terima kasih kepada pemerintah karena telah diberikan kesempatan berkontribusi
bagi Indonesia.
Sehingga berdasarkan
pernyataannya tersebut menimbulkan banyak tafsiran dalam kepemilikan
pulau-pulau kecil tersebut. Dimana oleh UU kita, dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan bahwa Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Atas dasar ketentuan dalam pasal
33 ayat (3) UUD 1945 ini, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Sehingga pertanyaannya, bentuk
kepemilikan yang dinyatakan oleh sang pengusaha raksasa tersebut dalam bentuk
apa? Apakah total sebagai hak milik atau hanya sebagai hak pakai atau hak guna
usaha?
Bagaimanakah kejelasan terhadap
status-status kepemilikan pulau-pulau yang lain yang ada di Indonesia?
Bagaimanakah isu tentang penjualan pulau ke asing beberapa waktu yang lalu yang
sempat terdengar? Adakah banyak warga super kaya Indonesia juga mengikuti jejak sang pemilik grup Artha
Graha tersebut baik di Kepulauan Seribu maupun di pulau-pulau yang lain? Dan negara
dalam hal penempatan WNI yang tersuspek korona dari dua kapal pesiar tersebut, mungkinkah
status pemerintah sebagai peminjam?
Penulis adalah pemerhati masalah
sosial dan pendidikan, juga sebagi pelayan di Yayasan PESAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar