Tentu kita masih mengingat
kejadian tenggelamnya Kereta Motor (KM) Kapal Sinar Bangun dua hari setelah
kita merayakan Tahun Baru Idul Fitri 1440 Hijriah. Betapa karena dengan momen
spesial tersebut, bisa dipastikan akan banyak para wisatawan yang akan
berkunjung atau melakukan perjalanan ke daerah tersebut.
Hal itulah yang dimanfaatkan oleh
pemilik atau pengusaha penyeberangan kapal di Danau Toba. Ketika di kala banyak
bingung bagaimana penyediaan sarana prasarana penyeberangan. Apalagi ketika para
pengunjung sedikit, bisa dipastikan para pengusaha maupun pemerintah malah
tambah bingung.
Dimana seakan-akan uang-lah yang menjadi motor penggerak majunya suatu usaha
kepariwisataan di daerah. Baik oleh
penyedia layanan wisata melalui pemerintah maupun oleh masyarakat setempat yang
bermukim disana. Ujung-ujungnya yang dirugikan adalah para pengunjung yang
melakukan wisata tersebut.
Dan kita memang tidak bisa
menafikan fungsi uang ditangan. Dimana uang seakan-akan menjadi kapital atau
modal yang paling utama di dalam
menggerakkan industri pariwisata. Padahal ada begitu banyak modal atau
kapital yang bisa diberdayakan oleh pemerintah untuk bisa mengembangkan industri pariwisata ini.
Maka tak heran ketika melihat
Presiden kita, Bapak Jokowi, yang begitu getolnya memulai, mengawasi, dan
akhirnya bisa menyelesaikan proyek pembangunan baik infrastruktur dalam
mewujudkan konektivitas atau keterhubungan seluruh wilayah-wilayah di
Indonesia. Yang memang wilayah kenegaraan kita lebih luas lautnya dibandingkan
daratannya. Bahkan ada ribuan pulau di dalamnya.
Dengan kondisi yang demikian
tentu itu menjadi modal yang sangat penting di dalam mendatangkan banyak devisa
bagi negara. Jika memang hal tersebut bisa dikelola dengan sangat baik. Dan ketika sudah terwujudnya konektivitas diantara
seluruh pulau-pulau tersebut di darat, di perairan bahkan udara.
Bayangkan ketika jalan darat di
seluruh pulau-pulau sudah teraspal dengan sangat baik bahkan memiliki akses jalan
tol, pelabuhan kapal dan kapal-kapal untuk penyebarangan orang maupun barang sudah
tertata dengan sangat rapi bahkan mudah untuk pengaksesannya. Kemudian ketika fasiltas
bandara udara dan pesawat sudah tersedia dengan segala kecanggihan fasilitas
yang disuguhkan dan ditawarkan.
Maka kenapa tidak, kita akan
segera menyusul negara-negara maju seperti China bahkan Amerika? Bahkan
kemungkinan kita bisa meninggalkan jauh posisi kekuatan Cina maupun Amerika
seperti yang ada saat ini.
Dengan peristiwa naas yang
menimpa saudara-saudara kita dalam tenggelamnya kapal Sinar Bangun tersebut,
seharusnya menjadi awal atau trigger/pelecut
untuk segera membenahi secara serius kawasan objek wisata Danau Toba, yang juga
merupakan kawasan kaldera yang amat sangat terkenal itu.
Membangun suatu kawasan wisata
entah di manapun sebenarnya tidak terlepas dari peran aktif masyarakatnya.
Masyarakat sebagai ujung tombak dari adanya kegiatan kepariwisataan sebenarnya
adalah faktor yang paling penting untuk meningkatkan jumlah tingkat pengunjung.
Ketika hanya pemerintah yang terus gencar menggiatkan suatu objek wisata maka
yakinlah hal itu hanyalah sementara.
Mengapa objek wisata Bali sangat
terkenal hingga bahkan ke mancanegara? Ternyata ada kerjasama yang sangat baik diantara
warganya dengan pemerintah Bali. Dimana karena begitu banyaknya kegiatan
kebudayaan masyarakat Bali. Seperti Upacara Ngaben, Ngarek, Melasti, dan banyak
upacara adat lainnya. Maka pemerintah Bali memanfaatkan budaya setempat
tersebut dan mengkemasnya sedemikian rupa untuk bisa menjadi pemikat yang lebih
di dalam menarik banyak wisatawan untuk berkunjung kesana. Jadi bukan hanya
sekedar memanfaatkan kekayaan maupun keindahan Bali semata yang memang sudah
sangat indah dan bagus.
![]() |
Tradisi Ngurek di Bali |
Bagaimana pengembangan yang sudah
dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun pemerintah Daerah di Danau Toba? Apa
mungkin karena terjadinya peristiwa tenggelamnya kapal Sinar Bangun,
seakan-akan kita seolah-olah dicelikkan kembali bahwa ternyata pengembangan
wisata Danau Toba sudah berjalan dengan stagnan?
Bapak Jokowi di dalam agendanya
untuk memajukan wisata di Danau Toba,entah sudah berapa kali melakukan
kunjungan langsung. Bahkan dengan usahanya, beliau sudah meningkatkan status bahkan
seluruh fasilitas serta kapasitas yang ada di bandara Silangit, yang berada di
dekat Danau Toba. Dimana dulu hanya
melayani penerbangan regional, sekarang sudah melayani penerbangan
Internasional. Artinya dengan itu bisa mempermudah arus wisatawan ketika akan
melakukan kunjungan kesana.
![]() |
Peresmian Bandara Silangit Internasional |
Tapi bagaimana perkembangan atau usaha yang dilakukan oleh pemimpin daerah? Para pemda setempat, yakni para Bupati yang memang memiliki wilayah yang bersinggungan langsung dengan kawasan Danau Kaldera tersebut, seakan-akan hanya memiliki agenda masing-masing untuk mengembangan kawasan tersebut. Bahkan pemerintah setingkat Gubernur-pun seakan tidak berdaya di dalam mengembangkan objek wisata tersebut.
Ketidakberdayaan itu ditunjukkan
dengan tidak adanya kebijakan-kebijakan yang berpihak di dalam mengembangkan
objek wisata Toba semakin lebih baik. Contohnya membiarkan para pengelola
langsung, seperti para pengusaha kapal, para pedagang, maupun para pelaku objek
dari wisata tersebut, berjalan sendirian, tanpa adanya pendampingan yang
berkelanjutan kepada mereka.
Bagi para pemilik atau pengusaha
kapal, ternyata membiarkan managemen penyeberangannya amburadul. Dimana para
calon wisatawan ketika baru akan melakukan penyeberangan dengan kapal, maka
baru akan ikut dalam penyebarangan tersebut. Tidak adanya data penumpang yang
jelas di dalam kapal, karena baru akan membayar biaya kapal ketika sudah ada
berada di dalam kapal.
Makanya ketika peristiwa Kapal
Sinar Bangun tersebut terjadi, maka sudah bisa dipastikan kesulitan di dalam
mengakses siapa-siapa saja yang jadi penumpang dari kapal tersebut yang telah
menjadi korban.
Kenapa pemerintah tidak membenahi
sistem penyeberangan kapalnya dulu. Dengan meregister seluruh kapal-kapal
penyeberangan yang ada. Dengan adanya sistem register yang terekam dengan baik,
tentunya menjadi data awal baik di dalam mengawasi kelayakan kapal, ijin kapal,
dan banyak hal lainnya.
Bukankah mereka punya hak dan
akses langsung di dalam pengelolaan yang semakin lebih baik? Bukankah dengan
teknologi informasi yang sudah sangat berkembang saat ini, dapat membantu dalam
memudahkan para pelancong atau wisatawan untuk melakukan perjalanan ataupun
penyeberangan ketika mereka akan melakukan kegiatan wisata di Toba?
Apakah sulit untuk melakukan ini?
Tentu tidak. Hanya tinggal menunggu komitmen pemerintah yang ada sekarang di
dalam melakukan perbaikan-perbaikan tersebut. Tentunya momen-momen pilkada ini
apalagi pemilihan Gubernur Sumatera Utara, kenapa tidak untuk memilih pemimpin
yang benar-benar berpihak kepada masyarakat dan yang mempunyai spirit membangun
yang jelas dengan hati dan kejujuran? Bukan hanya memilih pemimpin yang bisanya
berjanji tapi sulit untuk menepatinya.
Dan sepanjang pengamatan saya sebagai
penulis, spirit tersebut hanya ada pada pasangan calon Djoss (Djarot-Sihar).
Pemimpin yang sudah memberikan bukti atas kepemimpinannya di daerah lain. Mari
manfaatkan momen ini untuk memilih pemimpin yang baik.
Kedua, hal yang mungkin bisa
dilakukan pemerintah adalah mencoba kembali menggali kebudayaan luhur yang ada
di kawasan Danau Toba, yang sudah lama kita tinggalkan. Tentu kita masih punya
banyak kebudayaan-kebudayaan yang bisa dikembangkan yang tentunya tidak kalah
dengan kebudayaan Bali.
Jadi bukan karena adanya agenda
rutin yang diselanggarakan oleh Pemerintah, seperti adanya Festival Danau Toba,
tapi yang dipertontokan disana bukannya kebudayaan setempat. Yang ada malah
pertandingan atau perlombaan yang tidak punya hubungan langsung dengan
kebudayaan setempat, seperti adanya perlombaan Olah Tubuh Binaraga. Apa itu?
Maka kedepannya berharap kita segera
bisa memiliki objek wisata Danau Toba, yang kehadirannya bukan hanya bisa
menyamai industri pariwisata Bali tapi tentunya juga akan bisa mengalahkan
potensi Bali. Menjadikan Danau Toba menjadi pusat utama bagi pengembangan
wisata di Indonesia.