Sabtu, 02 Februari 2019

Tanya Dirimu : Apakah Engkau ini Bukan Laki-Laki?



(1 Samuel 26 : 7-25) 


Ini menjadi bagian kedua tulisanku tentang tiap 10 hari perjalananku di sepanjang tahun 2019 ini. Dimana ujungnya dari seri #inpirasi10HariBersamaTuhan ini tentu bukan menjadi sesuatu catatan yang biasa saja, tapi ada harapan kedepannya ini jadi seri perjalanan bersama Tuhan yang bisa menginspirasi para pembaca sekalian. Dan kedepannya akan dalam bentuk format buku.

Dengan tulisan pertamaku tepat di tanggal 10 Januari lalu, menuliskan tentang “Beda Pendidik, Anak dan Bapa” (1 Korintus 4 :15), di dalam menghadirkan kerajaan Allah bisa hadir di bumi ini. Dimana penekannya kita bisa punya banyak pendidik di dalam Kristus, tapi hanya satu bapa kita. Yaitu sosok bapa yang telah memperkenalkan kita kepada siapa Kristus itu sesungguhnya.

Untuk menjadi sosok ‘anak’ juga penting, dimana ketika Paulus boleh memberikan anak-nya supaya jemaat yang dilayani di Korintus tidak terpecah, yang akhirnya hilang dan binasa karena tidak punya sosok teladan yang riil kembali. Maka Timotius adalah jawaban dari pemberian teladan hidup Paulus yang sudah dihidupkkannya.

Ternyata untuk menjadi laki-laki itu sulitnya luar biasa. Ada resiko yang harus ditanggung jika kita tidak menjalankan peran tersebut di dalam kehidupan kita sehari-hari. Disamping itu untuk menjadi lelaki Tuhan, hal itu adalah sebuah amanah yang harus kita kerjakan juga.

Maka kali ini ketemu dengan perikop dari satu ayat alkitab, yang ayatnya begitu keluar dan menjadi rema yang begitu dalamnya. Hal ini juga kubagikan saat sharing firman ibadah subuh bersama dengan mahasiswa pada Senin (21/1/2019) pagi.

Tertulis jelas di dalam perikop 1 Samuel 26:15, “ Apakah engkau ini bukan laki-laki?” Jika kita lihat dalam perikop lengkapnya, Kemudian berkatalah Daud kepada Abner,”Apakah engkau ini bukan laki-laki? Siapakah yang seperti engkau di antara orang Israel? Mengapa engkau tidak mengawal tuanmu raja? Sebab ada seseorang dari rakyat yang datang untuk memusnahkan raja, tuanmu itu. “

Sebuah pertanyaan yang sarkas yang harus kita perhatikan baik-baik di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab tak jarang kita melihat bahwa hidup bersama dengan sesama jenis adalah suatu kelumrahan dalam hidup kebanyakan orang sekarang. Apalagi hidup yang demikian sudah mendapatkan pengakuan beberapa negara di dunia ini.

Padahal ini jelas, bahwa hidup yang demikian adalah kekejian bagi Tuhan. Jangankan untuk hidup bersama dengan sesama jenis, tindakan untuk memakai pakaian laki-laki oleh seorang perempuan demikian juga sebaliknya (ulangan 22:5), jelas Tuhan nyatakan perbuatan dan tindakan yang demikian adalah kekejian bagi-Nya.

Maka ketika Daud mempertanyakan pertanyaan ini kepada Abner, “Apakah engkau ini bukan Laki-Laki?” Menjadi suatu pertanyaan yang sama yang bisa kita renungkan bersama makna dibalik perkataan tersebut di dalam kehidupan kita saat ini.

Tentu Daud sudah melakukan perkataan ini terlebih dahulu, baru dia akhirnya boleh memperkatakannya. Dimana ada 4 hal permenungan tentang bagaimana menjadi seorang laki-laki itu, dan kelimanya sudah dilakukan oleh Daud tentunya.

Pertama, Daud punya prinsip di dalam hidupnya (ay 9). Sekalipun Daud begitu dikejar-kejar oleh Bapak Mertuanya sendiri dan akhirnya Saul tampak tertidur di tengah-tengah perkemahan, tentu ini  adalah kesempatan yang  luar biasa untuk membunuh sang raja Saul. Tapi apa yang diperkatakannya, “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?”

Prinsipnya dia ataupun prajurit yang bersama dengannya tidak akan pernah untuk menyentuh atau membinasakan orang-orang yang sudah diurapi oleh Tuhan. Hal itu tampak jelas juga ketika Daud akhirnya memerintahkan memenggal orang yang membawa kabar tentang kematian Saul, musuhnya itu.

Oleh karena itu, menjadi laki-laki di masa kekinian harus punya prinsip di dalam hidupnya. Sebab kalau tidak, hidupnya akan senantiasa terombang-ambing dibawa oleh angin kehidupan.

Kedua, miliki tanda pengenalan itu. Ayat 15 berkata, Daud mengambil tombak dan kendi dari sebelah kepala Saul, yang bisa dijadikan tanda bahwa Abner sesungguhnya sudah lalai sebagai seorang pria. Artinya bahwa menjadi seorang Pria harus bisa mengenali tanda-tanda dari fase-fase kehidupan yang sedang dilaluinya, yang bisa dijadikan bahwa dia tetap bertahan bahkan menang di dalam hidupnya.

Ketiga, punya tugas dan tanggung jawab yang penuh yang harus diemban dalam hidupnya. Artinya ketika kita sudah mulai lengah di dalam kehidupan tersebut, mungkin ada baiknya mempertanyakan pertanyaan judul di atas, dalam kehidupan kita. “Apakah aku ini bukan laki-laki?” Kok aku mulai loyo, kok aku mulai sembarangan, kok aku mulai malas, kok aku bisa kalah.

Sehingga ketika kita bisa mempertanyakan ini, tentu akan menjadi satu energi positif untuk bisa membalikkan keadaan dari yang terpuruk kembali bersemangat, dari merasa yang tidak sanggup akhirnya bisa “finishing well”.

Keempat, ingat menjadi laki-laki taruhannya besar. Dimana nyawa kitapun akhirnya dipertaruhkan, ketika kita gagal di dalam menjalankan fungsi kita sebagai seorang laki-laki. Daud jelas berkata di ayat 15, Demi Tuhan yang hidup, kamu ini harus mati, karena kamu tidak mengawal tuanmu, orang yang diurapi Tuhan itu.

Setelah kita melakukan 4 fungsi di atas, jadi apakah untungnya bagi kita yang tetap berhasil menjalankannya. Setidaknya ada tiga hal yang akan boleh kita dapatkan. Pertama di ayat 23 jelas dinyatakan, Tuhan akan membalas kebenaran dan kesetiaan setiap orang. Yang kedua dan ketiga ada di ayat, 25. Menjadi orang yang sangat diberkati Tuhan, dan tak ada yang tidak bisa kita perbuat. Artinya kita punya kesanggupuan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit sekalipun.

Penulis adalah pelayan desa dalam komunitas wadah PESAT

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...