Jumat, 22 Desember 2017

Anies, Sang Pemikir Kebijakan di Luar Nalar




Pemasangan Tenda Bagi Para PKL Tanah Abang


Bagaimana yah sosok seorang Gubernur DKI yang sudah punya gelar akademik yang tinggi, dari luar negeri lagi, tapi merasa bingung dengan evaluasi yang telah diberikan oleh Kemendagri. Segala pernyataan yang keluar dari mulut Anies, seakan-akan memprovokasi masyarakat, bahwa pemerintahannya yang dipimpinnya sekarang tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat, terkhusus kementerian dalam negeri.

Seperti yang dinyatakan oleh Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2017), pada pemberitaan kompas.com. Anies mengatakan, Kementerian Dalam Negeri menghapus nama Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2018.

Anies membandingkan dirinya dengan tiga gubernur sebelum dirinya, mengenai TGUPP, bahwa dirinya merasa ditolak mengenai perencanaannya tersebut. Dia menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Kemendagri tersebut akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat bahwa telah terjadi keinkonsistenan dari kementerian tersebut.

Kemudian Syarifudin, Plt. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, menyatakan bahwa TGUPP tidaklah ditolak. Cuma direvisi mengenai sumber pembiayaan dari TGUPP tersebut. Dinyatakan supaya Anies tidak menggaji anggota TGUPP yang rencananya berjumlah 73 orang itu melalui pos anggaran khusus di APBD DKI 2018. Melainkan disarankan menggunakan dana operasional Anies setiap bulan.

Syarifudin juga menyatakan bahwa anggaran TGUPP bisa dipecah dan dimasukan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing sesuai kebutuhan dan masa kerjanya pun harus tergantung dengan kegiatan yang dilakukan oleh tim. Dia mencontohkan ketika membutuhkan ahli tata kota, ya taruh di Dinas Tata Kota. Kemudian kalau kegiatannya sudah selesai tidak harus menunggu masa kerja setahun yang sudah ditetapkan.

Penjelasan yang diberikan yang diberikan oleh kemendagri sebenarnya sudah begitu jelas diutarakan, tapi Anies mendadak pura-pura bingung dengan kebijakan tersebut. Padahal masyarakat umumpun pasti mengerti akan penjelasan ataupun keterangan yang disampaikan.

Keteguhan hatinya untuk tetap mempertahankan TGUPP tetap berjumlah 73 orang sebenarnya juga sudah mengundang banyak pertanyaan masyarakat pada umumnya. Tepat, seperti yang pernah dikatakan oleh Sumarsono pada Kompas TV pada 22 November 2017 lalu. “Jumlah ditambah jadi 73 pasti anggarannya meledak sekian kali lipat, tapi itu konsekuensinya. Berapa sih jumlah kebutuhan tim gubernur yang real, yang diingginkan Pak Anies. Saya khawatir ini (TGUPP) hanya menampung mantan-mantan tim sukses saja tanpa melihat kebutuhan untuk sebuah tim atau expertis yang dibutuhkan gubernur.”

Sumarsono kemudian lebih lanjut menjelaskan bahwa wewenang TGUPP hanya memberikan rekomendasi kepada gubernur dan wakil gubernur. Tidak boleh memerintah SKPD. Sehingga beliau khawatir bahwa TGUPP bentukannya Pak Anies bisa menciptakan disharmoni diantara seluruh pemangku kepentingan yang ada di DKI.

Untuk lebih singkatnya, ketika peran TGUPP hanya bisa untuk memberikan masukan-masukan tanpa boleh memerintah jajaran instansi yang ada, kenapa harus banyak-banyak pengisi di tim tersebut. HaI itu membuktikan bahwa dirinya memang sedang menampung timsesnya dulu. Sebagai upaya balas budi tentunya. Yang pasti memang ada tenaga ahli di dalamnya yang terlibat, kemudian di tambah dengan timsesnya dulu yang pernah berjasa baginya.

Selanjutnya kemendagri menyarankan juga supaya pendanaannya jangan dimasukkan di dana khusus APBD melainkan dari anggaran operasional Gubernur sendiri. Tapi akhirnya, Sang Gubernur menyatakan bahwa Kemendagri telah menolak kebijakannya dalam TGUPP. Itu sebenarnya merupakan penjelasan yang sederhana. Tapi karena pemikiran Sang Gubernur DKI ini mungkin sudah diluar nalar kebanyakan, jadi menyimpulkan seperti itu.

Kemudian tentang kebijakan Tanah Abang. Ini juga menjadi fenomena tersendiri. Seharusnya jalan diperuntukkan untuk para pengendara dan bukan bagi para pedagang kaki lima. Tapi oleh Anies lebih memilih untuk menutup jalan Jatibaru yang berada tepat di depan Stasiun Tanah Abang Jakarta Pusat sebagai lapaknya para PKL. Yang bahkan oleh Pemda sendiri memfasilitasi mereka dengan memberikan tenda gratis untuk bisa berjualan di tengah-tengah jalan.

Padahal sudah ada bangunan berdiri megah yakni di Blok G. Sebagai tempat untuk menampung para PKL dulu yang pernah ditertibkan. Sekarang mereka kembali merasa sepi di blog G karena ulah para PKL baru yang sudah ada di Jalan Tanah Abang. Ketika kebijakan itu dikeluarkan, tentunya para pedagang yang ada di Blok G merasa kecewa dan heran atas kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sekarang.

Menata Tanah Abang, dengan mengorbankan hak para pengendara motor, sungguh suatu upaya yang betul diluar nalar kebanyakan. Padahal jelas jalan-jalan yang ada di tanah air peruntukannya bagi para pengendara motor. Kenapa tidak memindahkan saja dulu para PKL baru tersebut ke Blok G yang sudah ada disana.

Tapi itulah kebijakan bapak kita ini. Karena sudah termakan janji-janji kampanye dulu yang tidak mau menggusur, tapi akhirnya terpaksa juga sih melakukannya pada bangunan liar di Banjir Kanal Barat sekitar Jalan Tenaga Listrik, pada 13 November 2017 lalu. Kemudian untuk kasus kesemrautan Tanah Abang akhir-akhir ini, beliau lebih memilih untuk mengutamakan PKL dan para pejalan kaki beraktivitas di badan jalan dibanding para pengendara motor yang ada.

Beliau mungkin lupa, ketika menyatakan akan memfasilitasi seluruhnya para pedagang kaki lima tapi abai kepada para pengguna jalan yang sebenarnya. Sungguh sekali lagi, merupakan pemikiran kebijakan yang diluar nalar.

Berpikir dan membuat kebijakan yang diluar nalar yang sedang ditempuh beliau sebenarnya sebagai upaya yang mau ditunjukkan bahwa beliau adalah orang yang Out of the Box. Tapi benarkah demikian. Masing-masing kita sendirilah yang menilainya bagaimana. Dan masyarakat Jakarta sendirilah yang akan menikmati buah dari kebijakannya nantinya.

Kamis, 21 Desember 2017

Mencari Pemimpin Sumut Seirama Jokowi





Tahun 2018 menjadi pemilihan Gubernur Sumatera Utara. Dan Sumut bukan satu-satunya daerah yang akan menyelenggarakannya. Ada juga provinsi-provinsi lain yang juga menyelenggarakan. Berdasarkan pemberitaan oleh detiknews.com (20/4), bahwa ada sekitar 171 daerah yang akan menggelar Pilkada secara serentak.

KPU sendiri sudah menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada serentak 2018, yaitu pada tanggal 27 Juni 2018. Dimana tahapannya sudah dimulai di Agustus 2017 kemarin. Diberitakan bahwa akan ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten, yang akan menggelar pilkada untuk mencari sesosok pemimpin daerah. Yang harapannya terpilih pemimpin yang terbaik dan bisa membawa kemajuan daerah yang dipimpinnya.

Pilkada di tahun depan menjadi ajang terberat bagi persatuan dan kesatuan bangsa kita. Sebab melihat sejarah pilkada yang lalu-lalu, terutama di DKI, banyak tindakan-tindakan oleh para calon kandidat maupun para pengusungnya memakai siasat yang kurang terpuji. Selalu memakai SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) sebagai senjatanya untuk bisa menaklukkan lawan-lawan politiknya.

Menurut Komisioner Bawaslu Mochammad Afifudin yang dilansir oleh MetroTVNews.com (15/5) menyatakan perlu untuk pengawasan materi kampanye termasuk yang bermuatan SARA dan Hoaks yang banyak berkembang belakangan ini. Mereka sendiri akan memetakan indeks kerawanan pilkada yang salah satu indikatornya yakni isu SARA. Dikatakan lagi bahwa penggunaan ISU SARA yang digunakan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 amat mungkin diikuti oleh daerah yang akan menggelar pilkada 2018.

Oleh karena itu kita masyarakat harus bijak dalam mengikuti ajang 5 tahunan sekali ini. Sebab kalau kita tidak bijak, maka kehancuran bangsa kita sudah berada di pelupuk mata kita. Apalagi sekarang banyak sekali yang memakai Agama untuk bisa menyerang dan melegalkan perbuatan mereka yang jelas-jelas salah.

Mencari pemimpin daerah yang berkualitas, yang prinsipnya adalah memimpin dengan hati nurani dan tidak memihak apalagi korupsi. Kemudian yang tujuannya adalah memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan bangsa. Itu semua bisa diwujudkan dalam program-program yang pro rakyat dan tentunya bisa diimplementasikan dalam bentuk pembangunan-pembangunan yang terus menerus dilakukan. Itulah iramanya Jokowi dalam memimpin bangsa ini.

Kemudian, bisa berdiri teguh ditengah badai. Ketika berada dipuncak kepemimpinannya, bisa berdiri tegak, meskipun banyak ejekan, fitnahan, ujaran kebencian, bahkan membalikkan opini masyarakat secara massif terhadap pembangunan yang jelas-jelas sudah berjalan dan sukses. Opini-opini tersebut sengaja diviralkan supaya bisa menjatuhkan kepemimpinan dan pemerintahan beliau. Menjelek-jelekkan dan melakukan pemberitaan Hoaks terus menerus sehingga Pemilu ditahun 2019 bisa gagal.

Selanjutnya, irama kerjanya adalah perbaikan dan pembangunan. Perlu memperbaiki sistem aturan atau kebijakan yang memperlambat atau memperlemah pemercepatan pembangunan. Seperti peraturan tentang investasi, mempercepat pengakuan atas kepemilikan tanah oleh masyarakat, maupun adat. Dan banyak perbaikan sistem atau manajemen pemerintahan yang efektif dan efesien dan berkelanjutan. Menerapkan sistem online untuk mempermudah tata kelolanya seperti e-budgeting dan e-government.

Kemudian pembangunan yang dikerjakan bukan setengah-setengah. Artinya ketika sudah direncanakan akan dibangun, secepat kilat dikerjakan. Bukan hanya perencanaan-perencanaan yang ada diatas kertas. Tapi dengan bijak mencari sumber pendanaan yang tepat untuk merealisasikan pembangunan tersebut. Memanggil orang-orang yang terbaik yang bisa membangun dengan cepat proyek tersebut.

Melihat daerahku Provinsi Sumatera Utara, pembangunan memang berjalan bukan karena kegerakan yang murni dilakukan oleh sang gubernurnya. Lebih karena memang telah menjadi proyek pusat, maka pembangunan tol bisa berjalan dengan baik, maupun pembangunan bandara yang ada di Silangit. Serta pembangunan-pembangunan yang lainnya.

Praktek korupsi yang semakin merajalela tepat. Dimana Para Gubernur yang ada di daerahku melakukan tindakan penjarahan uang dan korupsi. Sehingga akhirnya, Gubernur sebelum sekarang, yakni Bapak Gatot ditangkap dan sudah dipenjara. Bukan hanya Gubernur terpilih kemarin saja, gubernur yang sebelumnya juga ditangkap, yakni Syamsul Arifin.

Bukan hanya Gubernur, para walikotanya dan bupatinya yang juga akhirnya berakhir di balik jeruji besi. Sehingga Sumatera Utara didaulat menjadi Provinsi terkorup se-Indonesia. Bukan suatu prestasi yang membanggakan, alias memalukan.

Ada banyak PR yang harus dikerjakan, terkhusus oleh Gubernur Sumatera Utara terpilih nantinya. Maupun beberapa bupati dan walikotanya. Mulai dari mengembalikan masyarakat yang mungkin sempat terpecah agar bersatu untuk segera membangun secara cepat daerah ini.

Kemudian coba melihat jalan-jalan yang ada di seluruh wilayah Sumut ini. Sudah banyak sindiran di daerah-daerahnya, seperti yang dinyatakan oleh rekanku yang ada di facebook. Kota Medan, kota sejuta lobang, kota setrilyun debu, kota semilyar bunyi klakson, surga kemacetan dan sejuta kesemrautan. Sepertinya hal itu bukan hanya di Medan, di kota-kota dan di kabupaten-kabupaten  yang lain juga terjadi. Sungguh sangat parah dan wajib diperhatikan.

Kami masyarakat Sumut merindukan jalan-jalannya bisa tertata dengan baik, teratur, tidak ada lobang disana-sini, memperlebar akses jalan-jalan orang yang ingin berjalan kaki seperti trotoar dan tidak menjadikannya menjadi lapak orang berjualan, tidak banyak pungli disana-sini, menciptakan pasar-pasar tradisional menjadi pasar yang bisa menyerupai mall suasananya. Sistem angkutan yang bisa terintegrasi dengan baik. Mulai dari angkot, bus, kereta api maupun pesawat terbangnya bisa saling bersinergi satu sama lain.

Dan terutama adalah menciptakan keamanan dengan maksimal. Tidak ada lagi ketakutan masyarakat jika beraktivitas di malam hari. Pemerintahnya dengan sungguh-sungguh bisa memberantas para begal yang akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat. Upaya untuk bisa menguranginya yakni membuat banyak penerangan di jalan-jalan yang rawan dan yang sering dilalui oleh masyarakat banyak. Kemudian coba memperbanyak CCTV yang kualitas gambarnya tinggi, bukan hanya samar-samar apalagi hitam putih. Supaya bisa dengan jelas ketahuan dan bisa terungkap siapa pelaku tindak kejahatan tersebut.

Terakhir, semoga pemimpin daerah Sumut ini kedepannya adalah seorang yang betul-betul hatinya untuk masyarakat. Dan kehadirannya bukan hanya sebatas slogan-slogan apalagi jargon-jargon yang sama sekali tidak dibutuhkan masyarakat. Menggeliatkan pembangunan bukan diakhir masa jabatan, supaya menjadi komoditas kampanye berikutnya di pilkada kedepannya. Melainkan pembangunan sudah dilakukan dan direalisasikan diawal masa-masa pemerintahannya. Semoga...
Penulis adalah pegiat sosial dan Pengajar di STAK Salatiga Cab. Sibolangit

Senin, 18 Desember 2017

Esensi Natal : Perayaan atau Yesusnya Sendiri





Moment-moment natal kali ini bagiku, diwarnai dengan kepergian atau kepulangan rekan-rekan yang dekat denganku, dipanggil oleh Sang Bapa Pencipta. Diawal memasuki bulan Desember, duluan menghadiri acara layatan orang tua teman yang meninggal dibanding menghadiri acara natal diberbagai tempat. Kemudian setelah orang tua teman tersebut, satu hari setelah kami bersama melayat, teman sekerjaku, yang juga sama-sama pergi melayat, dikeesokan harinya, akhirnya dipanggil yang Maha Kuasa. Dalam peristiwa kecelakaan yang menimpanya.

Acara natal yang baru kuikuti di bulan Desember ini, baru dua kali. Pertama ketika perayaan natal yang diselenggarakan oleh gerejaku sendiri, dimana acara pelaksanaannya tepat ketika usai penguburan almarhum saudara sekerja kami tersebut. Dan perayaan yang kedua yakni baru hari ini (18/12), diselenggarakan oleh pelayanan dimana aku bekerja dan melayani.

Sebenarnya ada banyak undangan natal yang datang, tapi aku memilih untuk tidak menghadirinya. Karena faktor tempat yang jauh dan waktu yang tidak memungkinkan. Seandainya memutuskan untuk pergi, maka yang ada dipikiran ini, pulangnya pasti larut malam. Dan waktu-waktu itu sangat tidak baik bagi seorang pengendara motor pulang di larut malam.

Maklum, karena begal di kotaku sudah semakin sangat bengis tindakannya. Itu dibuktikan, peristiwa begal yang baru-baru ini terjadi di kotaku dan sempat viral di media sosial serta terekam oleh CCTV. Mereka berempat melakukan tindakan tersebut dan bahkan dalam tayangan CCTV ditampilkan para pelaku dengan sengaja menubrukkan keretanya ke kaki si korban.

Peristiwa-peristiwa ini, di bulan Desember, dimana moment natal seharusnya bisa memberikan damai dan ketenangan di hati setiap orang. Tetapi mengalami distorsi yang jauh dari kata damai. Tapi berharap kejadian tersebut hanya kali itu dan tidak berulang-ulang kembali dilakukan.

Kembali kepada esensi natal yang sebenarnya. Akhir-akhir ini, kebanyakan orang lupa, dan bahkan banyak gereja juga lupa bahwa moment-moment perayaan natal yang dikerjakan oleh mereka tak jarang meniadakan bahwa Yesuslah yang lahir. Sebab yang selalu menjadi pembicaraan, ataupun persiapan-persiapan dan segala pernak-pernik natal, tak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan Yesus.

Ketika berbicara tentang Natal, yang ada dipikiran kita pasti tentang pohon natal, santa claus atau sinterklas, lonceng, kado atau hadiah dan berbagai macam hal lainnya. Mengenai santa claus, perjumpaan pertamaku tentang sosok ini, sewaktu aku berumur 5 tahun. Sewaktu kecil, mengikuti natal bersama dengan orangtuaku dan teman-teman sebayaku, yang diselenggarakan oleh perusahaan dimana ayahku bekerja. Pada saat acara natalnya, tiba-tiba dia dengan suara khasnya...hooooo....hooooo..hohoho..., datang ketengah-tengah kerumunan kami, anak-anak kecil. Kemudian dia, membagi-bagikan banyak hadiah kepada kami semua. Hampir semua kami anak-anak yang hadir mendapatkan hadiahnya. Perasaan sangat senang dan bersuka.

Kemudian karena tempatnya lumayan jauh, sebab ada dua lokasi perusahaannya. Yang satu perusahaan pemproduksi batangan es, yang digunakan untuk mengawetkan ikan. Sedang tempat yang satunya lagi, tempat memproduksi udang kelong yang besar. Jadi ketika pas natalan, dipastikan kami semua akan makan udang-udang kelong itu. Seingatku dulu satu ekornya bisa bertimbang setengah sampai satu kilo. Jadi sangat enak dan lezat ketika menyantap udang tersebut. Ditambah lagi bisa menikmati jalan-jalan yang ada di kota kelahiranku, melihat lampu kerlap kerlip dan banyak hal yang mengagumkan lainnya.
Pada saat acara natal itupun, kami sering mendapatkan bantuan beasiswa yang disediakan oleh perusahaan. Sudah mendapatkan banyak makanan yang enak, udang kelong, beasiswa, orangtuaku juga dan banyak orangtua lainnya juga mendapatkan banyak santunan yang sudah dipersiapkan oleh perusahaan tersebut. Jadi peristiwa natal merupakan momen-moment yang selalu kutunggu-tunggu ketika aku masih kecil.

Kembali ke santa claus atau sinterklas. Sebenarnya sosok yang satu ini, bukanlah kebudayaan bangsa kita. Kita hanya mencoba mengadopsi perayaan-perayaan natal kebudayaan barat. Sebab ketika melihat peristiwa Yesuspun lahir, tidak ada sosok sinterklas muncul. Jadi ini merupakan rekaan dari imajinasi orang barat semata. Yang kita telan bulat-bulat. Sampai-sampai ketika melihat ikon ini, dibeberapa tempat umum, sempat ditutupi oleh kantung plastik hitam. Dipajang di gedung tersebut, tapi akhirnya ditutupi karena alasan cetnya belum kering.
                                                                                                                                                                
Esensi natal yang sebenarnya adalah sosok Yesus itu sendiri. Dimana Dia, merelakan diri-Nya hadir ketengah-tengah manusia dalam wujud manusia seutuhnya. Dalam sosok bayi mungil, kecil, lemah dan rentan, serta kelahirannya pun hanya di kandang domba. Dimana ternak-ternak makan, dan membuang air disitu, disanalah Yesus  itu lahir. Bukan di hotel, ataupun tempat yang mewah. Semuanya itu terjadi karena situasi dan kondisi dimana setiap penduduk, warga masyarakat harus mencatatkan dirinya ke pemerintahan Roma pada saat itu. Jadi suasana kota saat itu semuanya padat, tempat-tempat penginapan dan hotel-hotel yang ada penuh semua, karena kedatangan banyak para pendatang yang ingin mendaftarkan dirinya.

Juga peristiwa kelahirannya, menggenapi nubuatan para nabi-nabi dulu yang dinubuatkan jauh, ratusan hingga ribuan tahun yang lalu. Dimana nubuatannya bahwa akan ada tangisan-tangisan di setiap kota dan daerah-daerah yang ada. Itu dibuktikan ketika Raja Herodes merasa tersaingi bahwa tahtanya dan pemerintahannya akan diambil oleh seorang raja yang baru lahir. Maka diapun mengumumkan sebuah perintah raja untuk membunuh setiap anak-anak yang berusia 0-2 tahun. Dengan tujuan supaya bisa melenyapkan raja yang baru lahir tersebut. Ada tangisan dimana-mana, sebab banyak bayi-bayi yang tak bersalah harus meregang nyawa karena keputusan dari sang raja tersebut.

Kemudian kelahiran maupun kedatangannya merupakan suatu pengorbanan yang sangat besar. Dimana dia harus rela melepaskan hak kerajaan sorga dan tahta-Nya, mengosongkan dirinya dan menjadi sama dengan manusia. Dengan satu misi dan tujuan yang sudah ditetapkan oleh Allah Bapa, yakni hanya untuk menebus manusia dari dosa-dosa yang membelenggunya. Sebab manusia itu sendiri tidak bisa melepaskan semua dosa-dosanya yang ada. Harus ada yang Ilahi, yang tidak berdosa sama sekali, untuk bisa dikorbankan sebagai penebus dosa manusia. Dan sosok itu ada pada Yesus sendiri.

Sebab penebusan salah bisa terjadi dan sah ketika ada darah yang tertumpah. Dan hal itupun sudah dipraktekkan oleh Nabi Abraham atau Nabi Ibrahim sendiri. Ketika ada sanak familinya atau bahkan dirinya sendiri berbuat dosa, dia harus mengorbankan domba atau lembu sebagai penebus salahnya. Dan darah domba itupun dicurahkan didepan Allah Bapa sendiri.

Jadi akhirnya, pesan natal ataupun yang menjadi renungan bagi diriku dan juga bagi keluargaku di tahun ini adalah mari menjadi saksi-Nya. Menceritakan kabar baik, bukan kabar bohong atau fitnah, menjadi berkat bagi banyak orang, dan menolong sebanyak mungkin orang dengan bakat atau talenta yang kupunyai. Tidak terlalu hiruk pikuk dengan segala macam perayaan-perayaan yang ada, tapi lupa bahwa Yesus sendirilah yang harus dirayakan.

Minggu, 17 Desember 2017

Melihat dan Belajar dari Teladan Hidup yang Telah Menjadi Berkat (A Special Tribute For Dorothy Irene Marx, Robert Charles Sproul & Y.M. Tose)


 


Mungkin benar istilah atau ungkapan ini. Yesteday is a History, Future is a mystery, and today is a present (gift). Masa lalu itu pastinya menjadi sejarah, sedangkan masa depan itu masih misteri. Tapi kehidupan di hari ini adalah sebuah anugrah atau berkat.

Kita dipastikan akan selalu menghidupi dan mengisi hari-hari kita disetiap harinya. Entah mengisinya dengan hal-hal bijak dan baik ataupun dengan hal-hal bodoh dan tidak bertanggung jawab dan bahkan mungkin kehidupan yang dipilihnya merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Harapannya, kehidupan kita bisa menjadi berkat. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi bermakna dan berharga bagi orang lain.

Sungguh sangat diberkati ketika melihat sosok jiwa yang sudah mengakhiri pertandingan hidupnya di dunia ini. Sesosok jiwa yang mau meninggalkan kenyamanan hidupnya, bahkan negaranya dan hak kewarganegaraannya kemudian pergi ke sebuah negara asing yang beda bahasanya, beda budayanya, beda cuaca dan musimnya. Dan segala sesuatunya tampak asing dan beda.

Di dalam ketidakpastian, tapi memillih tetap percaya bahwa Pencipta-nya selalui menyertai dan melindunginya kemanapun dia pergi dan melangkah. Akan tahu bahwa dia akan selalu kekurangan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari tapi tidak pernah meminta-minta dan hidup dalam kekuatiran. Pilihan hidupnya hanyalah percaya...percaya..dan percaya..kepada Sang Empunya Kehidupan.

Sosok itu tak lain dan tak bukan adalah seorang Ibu, yang sudah 60 tahun melayani di Indonesia. Juni 1957 awal beliau menjejakkan kaki di tanah pertiwi ini. Di tahun-tahun pelayanannya, menjadi seorang pendeta wanita  mula-muIa di GKI, merintis pelayanan di penjara, melayani ribuan mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Indonesia, dengan cinta kasih, dan tanpa pamrih menegakkan kebenaran-NYA. Ibu Dorothy Irene Marx akhirnya mengakhiri hidupnya hari ini (17/12).

Kemudian seorang Bapak, yang bernama Robert Charles Sproul yang lahir 13 Februari 1939 lalu, yang adalah seorang teolog Calvinis, pengarang buku dan seorang pendeta dari Amerika. Kekonsistenannya dalam mendalami dan memahami Alkitab-nya, sehingga ia menjadi sosok yang patut untuk ditiru. Berkarya melalui tulisan-tulisannya, pengajaran-pengajaran yang disampaikan yakni Firman Tuhan, melalui radio-radio, maupun televisi ke seluruh dunia. Bapak R.C. Sproul juga dipanggil Sang Maha Khalik, pada 14 Desember lalu. Pengajaran dan tulisannya banyak menolongku untuk memahami siapa Sang Juru Selamat itu.

Di moment-moment natal ini juga, seorang bapak sekaligus rekan sekerja kami, juga dipanggil Sang Maha Kuasa. Pada peristiwa naas yang menimpanya pada  6 Desember lalu, sewaktu berkendara mengalami tubrukan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Akupun meninggalkan segala kesibukanku untuk bisa meninjau langsung keadaannya dan memastikan bahwa beliaulah yang sedang mengalami musibah tersebut.

Ada banyak berkat atau pelajaran yang kupetik dari peristiwa kepergian rekan sepelayanan kami ini. Mulai dari penggenapan dari sebuah kitab Pengkhotbah, dikatakan lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Kemudian dipertegas lagi dalam bahasa sehari-hari, bahwa orang bodoh terus mengejar kesenangan; orang arif selalu memikirkan kematian.

Sebab ada banyak kata-kata penghiburan dan penguatan yang bisa kita dengarkan di dalam rumah orang berduka. Mulai dari apa yang dikatakannya, pengalaman hidupnya dan kesehariannya akan diceritakan kembali untuk bisa mengenang hidupnya sekaligus memberikan penghormatan terakhir kepadanya.

Dan bagi kita yang mendengarkan sungguh sangat diberkati dengan teladan hidup yang diberikan. Kesederhanaannya, perhatiannya kepada setiap orang bahkan gereja-gereja, menjadi seorang bapak yang kasihnya melebihi perhatian seorang bapak kandung sekalipun, menjamu dengan baik sekali setiap orang asing yang baru pertama kali ketemu, dan banyak hal-hal lainnya, sehingga beliau menjadi inspirasi bagi orang yang mengenalnya.

Ada satu pesan yang kuat yang disampaikan pada saat kata-kata penghiburan tersebut. Yakni kata “kehadiran”. Dimanapun, sejauh apapun, kapanpun, sesulit apapun, tempat yang akan dituju, ketika ada suatu acara, beliau pasti akan berusaha untuk datang menghadiri acara tersebut. Meskipun dengan ekonomi yang terbatas, beliau akan mencari akal untuk bisa tiba di tempat acara itu.

Dikatakan lagi, bahwa beliau tidak punya kecakapan khusus, seperti bernyanyi, pandai berbicara dan memukau orang-orang banyak, tapi satu yang beliau punya yakni kehadiran. Kehadirannya memberikan kecerian, kehadirannya memberikan senyum bagi orang yang mengundangnya, kehadirannya memberikan semangat, dan sukacita tersendiri.

Beliau kampungnya bukan disini, di Sibolangit, tapi jauh di daerah pedalaman Sulawesi sana. Ketika dia pergi ada banyak kata-kata simpati yang keluar, bukan hanya dari keluarga dekat, rekan-rekan sekerja, tapi hampir seluruh masyarakat yang mengenalnya, sangat mengasihi satu sosok beliau. Banyak orang yang mau berjerih lelah dan memberikan bantuan sebisa mungkin.

Memang sewajarnya ketika ada orang yang baik pasti mendapatkan balasan yang baik. Tapi bagaimana dengan mereka yang mengisi hidupnya dengan hal-hal yang tidak baik, seperti mabuk-mabukan, mencuri, berjudi, pembohong, penyebar berita-berita hoax dan fitnah,  menjelek-jelekkan orang. Kemudian miskin lagi.

Pernah ada cerita pengalaman teman, dimana dia harus meninggalkan iman ke kristenannya, karena merasa kepahitan dengan oknum gereja dimana mereka beribadah. Pada saat kematian papanya, pihak gereja sama sekali tidak mau datang menghibur dan melayani keluarga mereka. Karena kondisi keluarganya yang sangat miskin. Alhasil mereka harus mengurus sendiri pemakaman papanya tanpa mendapatkan pelayanan yang semestinya harus diberikan gereja.

Seharusnya sesuatu hal yang tidak baikpun dilakukan, tidaklah sewajarnya bagi kita manusia yang masih hidup membalaskan kejahatan dengan kejahatan. Melainkan mencoba terus mengasihi, meskipun akhirnya mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Menawarkan bantuan seiklas mungkin tanpa ada pamrih tertentu. Meskipun akhirnya rugi tapi tidak merasa hal itu menjadi beban. Melainkan menjadi sukacita tersendiri dan menganggap bahwa itulah bagiannya.

Belajar dan menghidupi teladan dari orang-orang yang sudah menjadi berkat itu penting. Dan seharusnya hal itu kita lakukan. Dan tidak sedikit juga orang, yang akhirnya memilih untuk tidak menjadi baik. Dan akhirnya hidupnya berakhir tragis. Tapi hendaknya pilihan kita adalah untuk tidak mengikuti jejaknya apalagi mengutukinya.



4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...