(Hizkia Bagian satu-
Yesaya 36)
Siapa yang tidak pernah
mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastikan dalam
kehidupan kita selalu dipenuhi dengan sebuah atau bahkan lebih dari satu
ancaman terjadi dalam hidupnya. Dan dari ancaman tersebut kita terkadang dibuat
seakan untuk menyerah saja dalam hidup ini. Dengarkan perkataan-perkataan yang
keluar dari mulut si pembuat ancaman tersebut.
Hal ini pun sering kali kita
lihat ada di media-media sosial kita. Ketika seseorang yang tidak disukai alias
karena kerap memberikan celotehan, kritik yang tajam kepada orang-orang
tertentu. Lantas karena perilaku kritikannya itu yang terkadang menyudutkannya,
alhasil dengan terang-terangan iapun mengeluarkan ancaman secara spontan yang
ingin menghabisi orang yang kerap menyindir mereka. Diposting dalam media
sosialnya bahwa ia ingin terang-terang menyikat si orang itu.
Orang yang menyindir tersebutpun
justru tidak merasa kecut dan takut apalagi gentar dengan perkataan ancaman
tersebut. Bahkan dengan berani ia menertakan kembali ancaman-ancaman tersebut
sekaligus ingin menunjukkan bahwa dia tidak takut dengan ancaman yang ada itu.
Tapi bagaimana dengan konsep
ancaman yang datang dalam sebuah bangsa atau negara? Tentu akan sangat beda
dengan ancaman yang datang ke masing-masing individu seperti yang kerap kita
lihat saat ini di media sosial tadi.
Ancaman yang datang ke sebuah
bangsa jauh lebih besar dampaknya atau bahayanya jika dibandingkan dengan
ancaman yang datang ke tiap-tiap orang. Sebab bicara bangsa bicara tentang
kehidupan atau nyawa dari pengisi atau orang-orang yang ada di bangsa itu.
Semua nyawa di bangsa itu dipertaruhkan dengan ancaman yang keluar dari
perkataan-perkataan yang datang tersebut.
Seperti yang pernah terjadi di
bangsa Israel khususnya Bangsa Yehuda , semasa di pemerintahan Raja Hizkia.
Dimana nabi Yesaya hadir di tengah
bangsa-bangsa itu. Jika kita lirik di Yesaya 1 ayat 1 tertulis bahwa Yesaya
anaknya Amos hidup dalam masa 4 raja Yehuda, yakni Uzia, Yotam, Ahas dan
terakhir Hizkia. Jadi kisah ancaman ini terjadi di masa raja terakhir dimana
Yesaya hidup.
Uniknya lagi kisah ancaman ini,
khusus dalam kitab Yesaya yang ditulis oleh Yesaya sendiri, hanya bagian ini
yang merupakan kisah atau pengalaman yang dituliskan dalam kitabnya. Dari 66
Pasal yang ada, 4 pasalnya yakni di pasal 36-39, khusus mengisahkan tentang
hidup raja Hizkia dan pengalamannya. Sementara 62 pasal yang lainnya, berisi
tentang perkataan Tuhan langsung, baik berupa nubuatan, maupun janji-janji
Tuhan bagi bangsa Israel maupun bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Kembali ke kisah Hizkia. Di empat
pasal yang ada sangat menarik dan sangat mendalam makna yang akan boleh kita
dapatkan. Ini adalah bagian pertama yang boleh saya tuliskan dan akan ada 3
bagian lagi. Lewat pembacaan firman Tuhan di pagi hari Rabu (27/5) menemukan
rhema atau perkataan yang sangat pas terjadi dalam kehidupan kita juga.
Yakni sebuah ancaman-ancaman yang
kerap keluar dan kerap kita dengarkan dalam kehidupan kita. Bagaimana Hizkia
dengan diwakili oleh 3 pembesarnya, Elyakim bin Hilkia (kepala Istana), Sebna
(panitera negara) dan Yoah bin Asaf (bendahara negara). Dan jika kita
kontekskan dalam sistem pemerintahan kita, ketiga orang ini adalah, Kepala
Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin oleh Bapak Moeldoko, Menteri Sekretaris
negara (Bapak Pratikno) dan Menteri Keuangan (Ibu Sri Mulyani).
Jadi ketiga orang ini
mendengarkan secara langsung perkataan Raja Asyur (Sanherib) yang diwakili
langsung oleh Juru Minuman agungnya yang namanya tidak tertulis. Apa bunyi
ancaman yang ia keluarkan? Setidaknya ada 4 hal atau bagian yang boleh kita
pelajari dari ancaman-ancaman tersebut.
Pertama, ancaman yang mematahkan harapan kita (ayat 4-6). Mematahkan bukan
hanya tidak akan ada yang menolong kita dari sisi bangsa yang bisa menolong,
bahkan menyatakan percuma untuk berharap kepada Tuhan atau kepada allah-allah
asing. Sebab semua allah-allah asing itu mereka (bangsa Asyur) telah habis
dibinasakan. “Dimanakah para allah negeri Hamat dan Arpad? Dimanakah para allah
negeri Sefarwaim? Apakah mereka telah
melepaskan Samaria dari tanganku? (Ayat 19).
Kedua, ancaman yang memanipulasi kita yakni menyatakan sesuatu yang bisa
membuat kita goyah. Ayat 10, adakah di luar kehendak Tuhan aku maju melawan
negeri ini untuk memusnahkannya? Tuhan telah berfiman kepadaku: Majulah
menyerang negeri itu dan musnahkanlah itu!” Kemudian di ayat 7, menyatakan
sedangkan Hizkia sendiri telah menjauhkan bukit-bukit pengorbananNya serta
mezbah-mezbahNya, karena Allah seperti itu tidak sanggup menolong.
Tapi benarkah kedatangannya atas
perintah Tuhan? Benarkah Asyur datang untuk membinasakan bangsa Yehuda, seperti
bangsa-bangsa lain yang sudah mereka hancurkan?
Ketiga, ancaman yang memojokkan dan melemahkan kita. (Ayat 11-12). Dimana saat ketiga perwakilan bangsa
Yehuda itu meminta supaya juru minum agung itu bicara dengan bahasa Aram, dia
langsung mengatakan perkataan sarkas yang menohok hati seluruh bangsa itu.
Bukankah bangsa Yehuda telah memakan tahinya dan meminum kencingnya sendiri.
Keempat, ancaman dengan solusi palsu (ayat 16). Jangan dengarkan Hizkia,
sebab beginilah kata raja Asyur : Adakanlah perjanjian penyerahan dengan aku
dan datanglah ke luar kepada ku, maka setiap orang dari padamu akan makan dari
pohon anggurnya dan pohon aranya serta minum dari sumurnya, Ayat 17 sampai aku
datang dan membawa kamu ke suatu negeri seperti negerimu, suatu negeri yang
bergandum dan berair anggur, suatu negeri yang berorti dan berkebeun anggur.
Empat aspek ancaman tersebut,
akan serta merta langsung meruntuhkan hati kita. Jika kita tidak kuat, tentu
seluruh bangsa Israel akan langsung rebah dan jatuh. Tapi uniknya sikap Raja
Hizkia terhadap ancaman-ancaman yang datang itu, cukup dengan berdiam (ayat
21). “Jangan kamu menjawab dia!”.
Kemudian pergilah kepala istana, panitera negara dan bendahara negara
itu pulang dengan mengoyakkan pakaian mereka datang kehadapan raja.
Jadi untuk solusi sementara
terhadap empat ancaman yang datang itu, sebelum masuk ke pembahasan
selanjutnya, adalah cukup dengan beridam, tidak usah menjawab atau meladeni
perkataan tersebut.
Bagaimana dengan konteks kekinian
dengan situasi covid 19 yang sedang terjadi saat ini? Apakah covid 19 ini
benar-benar menjadi ancaman bagi kita? Jika kita sendiri mengkategorikannya
menjadi sebuah ancaman, tentu 4 aspek tersebut serta merta berlaku bagi kita.
Covid akan mematahkan harapan kita, covid akan memanipulasi kita, covid akan memojokkan
dan melemahkan kita, dan juga covid akan membuat kita bertindak gegabah.
Tapi sikap yang benar adalah
memandang covid bukan sebagai ancaman, tapi sebagai sebuah peluang atau
kesempatan bagi kita untuk bisa
berbenah, untuk bisa hidup dengan konsep yang barusan dikeluarkan oleh
pemerintah, yakni “the new normal”. Hidup berdamai dengan pandemi ini, tapi
kita tidak mengabaikan pola-pola hidup yang bisa mencegahnya. Kemudian
beraktivitas, seperti bekerja, bersekolah dan beribadah dengan pola hidup ‘New
Normal’. Sampai vaksinnya bisa ketemu dan akhirnya kita bisa kembali seperti
hidup yang semula, persis sebelum covid ada.
Penulis adalah pemerhati masalah
sosial kemasyarakatan dan pelayan di PESAT