Rabu, 18 Mei 2016

Refleksi Sistem Pendidikan Bangsa Kita, Apa yang Salah?

Suasana UN SD hari ke 3 di SD Bandar Baru

Hari ini merupakan hari terakhir untuk ujian nasional tingkat sekolah dasar. Tapi untuk tiga hari kedepannya juga akan ada ujian akhir sekolah (UAS). Setelah menyelesaikan selama satu minggu ini, mereka akan segera meninggalkan bangku SD tersebut. Dan akan segera melanjut untuk tingkat berikutnya. Seharusnya minggu ini merupakan minggu refleksi bagi anak-anak SD, dimana mereka dapat melihat sudah sejauh mana mereka bisa berprestasi dan berkembang. Melihat sudah enam tahun berlangsung proses pendidikan yang sudah diterima.
Tapi ada suatu hal yang sangat mengganjal dalam hatiku, yaitu bahwa ujian nasional yang diadakan semata-mata hanya untuk menilai kemampuan kognitif saja. Hanya mengevaluasi hal-hal yang bersifat pengetahuan, tanpa mengevaluasi hal-hal yang bersifat kejiwaan atau perkembangan karakter anak tersebut. Adapun Ujian nasional yang diujikan tersebut, dihari pertama ujian Bahasa Indonesia, di hari kedua ujian Matematika dan di hari ketiga ujian IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam. Terus aku bertanya untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), kenapa yah tidak diujikan secara nasional juga. Tingkat SMP juga begitu, untuk pelajaran IPS, sama sekali juga bukan merupakan bagian yang akan diujikan dalam UN.
Tampak sepertinya Negara ini, hanya mencondongkan aspek-aspek mata pelajaran yang populer saja. Seakan-akan Ilmu pengetahuan social, dan mata pelajaran lainnya menjadi mata pelajaran kelas dua. Seharusnya Negara kita memberikan tempat bagi seluruh mata pelajaran yang ada pada tataran yang sama porsinya. Dan bahkan kalau bisa, pendidikan karakterlah yang seharusnya dijadikan mata pelajaran yang utama dinegeri ini. Melihat sudah banyak orang pintar dinegeri ini, dan bahkan orang-orang jenius dan special dibidangnyapun juga sudah ramai. Tapi menemukan orang yang berkarakter kuat dan jujur, sangatlah sedikit untuk ditemukan.
Padahal negeri kita memerlukan orang-orang yang berkarakter jujur, ulet dan sekaligus jenius atau pintar. Jadi bukan hanya pintar secara akademik, tetapi memiliki hal-hal tersebut diatas. Memang kita juga gak bisa menutup mata, bahwa banyak orang Indonesia yang pintar, hanya mengejar jabatan semata, ataupun memperbanyak harta kekayaan yang sudah ada dengan cara-cara yang tidak benar, seperti melakukan praktek korupsi. Bagaimana tidak untuk korupsi. Dia mendapatkan jabatan tersebut juga bukanlah mengeluarkan uang yang sedikit, tapi bahkan bisa menjual rumah atau tanah yang dimiliki. Jadi ketika sudah mendapatkan jabatan tersebut, membuat suatu usaha-usaha,bagaimana untuk mengembalikan rumah atau tanah yang sudah terjual. Jadi kita gak bisa lepas dari lingkaran setan ini.
Disamping perlu adanya perbaikan sistem dalam proses pembangunan bangsa ini, perlu adanya perbaikan manusianya juga. Yang disebut oleh Bapak Presiden kita sebagai Gerakan Revolusi Mental. Sebuah gerakan yang mengubah haluan, dari untuk ku menjadi untuk kita bersama, dari sesuatu yang biasa-biasa menjadi suatu yang super, dari yang bersifat konsumeristis menjadi produktifis.
Semua itu bisa dilakukan jika kita setia kepada hal-hal yang kecil yang dipercayakan kepada kita. Ketika dipercayakan memegang uang seratus ribu rupiah dan mengusahakannya menjadi berkembang dua ratus ribu rupiah. Ketika dipercayakan memegang dan mendistribusikan uang ratusan juta bahkan sampai miliaran, uang itu sampai kepada orang yang membutuhkan, atau program-program yang dikerjakan tanpa mengambil sepeserpun dari uang tersebut.
Dalam fase anak-anak, ketika sedang mengikuti ujian saja, tidak melakukan contek, tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan plagiat atas tugas-tugas yang disuruhkan. Dalam fase atau tingkat remaja, tidak merokok atau mengusahakan hidup sehat,  tidak melakukan perbuatan-perbuatan anarkis atau memaksakan kehendak kepada orang yang lebih lemah, tidak berjudi. Dalam fase atau tingkat dewasa, ketika sudah berkeluarga, menjadi orang tua yang bijak kepada anak-anaknya, dan menjadi teladan yang baik, dan banyak hal-hal kecil lainnya yang bisa dikerjakan untuk bisa membuat bangsa  kita menjadi bangsa yang besar dan sekaligus maju.
Semua itu bisa dikerjakan, jika dimulai sejak dini. Anak-anak Indonesia dilatih motoriknya, dilatih emosinya dan pikirannya. Dan terlebih lagi untuk melatih aspek emosi atau jiwanya supaya memiliki karakter yang kuat, jujur dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
Sistem pendidikan kita juga seharusnya dirubah dari What to Know atau How to know menjadi Why we have to know it. Atau, Bukan dari Apa dan Bagaimana tetapi menjadi Mengapa. Supaya anak-anak belajar, mengapa mereka harus mempelajari itu, sehingga mereka sendiri bisa mengembangkan otak kreativitas mereka sendiri untuk mencari jawaban Apa dan Bagaimananya. Para guru-guru di Indonesia harus banyak-banyak merefleksikan kegiatan pembelajaran yang selama ini sudah dilakukan. Sehingga menemukan takaran yang pas bagi anak untuk bisa berkembang dan maju.
Jayalah pendidikan Indonesia ini, Jayalah Indonesiaku tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...