Hari ini, aku sangat ditegor oleh
Firman Tuhan. Ternyata selama ini, diriku sulit mendapatkan terobosan. Selalu
mengalami banyak kegagalan, sering kuatir, dan bahkan mungkin tidak mempercayai
bahwa Tuhan itu adalah Tuhan yang berdaulat atas hidup kita.
Ketidakpercayaan itu, sering
timbul, ketika keluar pemikiran seperti, “Akankah tercukupikah kebutuhanku
selama sebulan ini?” Ataukah aku harus menjalani kehidupan ini dengan
meminta-minta dan bukannya menjadi pihak yang seharusnya suka memberi dan selalu
memberi.
Apalagi menyelesaikan segala
tanggungan maupun kewajiban yang seharusnya dibayarkan, tapi tak kunjung bisa
terealisasi segala yang sudah ditetapkan dan bahkan direncanakan. Terutama
dalam hal memberikan perpuluhan, terus terang sudah hampir setahun ini, diriku
tidak menunaikan kewajiban ini. Sebab memang mindset ku, terus terkungkung
dengan pola untuk memenuhi kebutuhan keluarga dulu, baru kebutuhan atau
kewajiban yang lainnya.
Ketidakpercayaan itu juga timbul,
ketika semakin pesimisnya diriku, untuk bisa melanjutkan studi lanjutan yang
sudah lama aku rindu-rindukan. Sebab dengan itu tentunya bisa akan semakin mengasah
diriku untuk bisa lebih banyak berbuat dan pada akhirnya juga bisa menghasilkan
buah.
Mentor jauhku, pernah berkata,
ketika semakin dekat dan serupa dengan Kristus, seharusnya semakin bisa untuk menghasilkan
buah dengan limpahnya dari dirinya sendiri. Mencoba mengingat dimasa-masa hidup
pelayanan maupun pekerjaan, ternyata diriku sudah manjadi murid Kristus selama
kurang lebih dari 12 tahun.
Sejak memutuskan untuk menerima
Kristus di masa-masa pemuridan sewaktu di kampus dulu, seharusnya diriku sudah
bisa menghasilkan banyak buah-buah yang tentunya bisa dinikmati oleh Allah
sendiri. Tetapi faktanya diumur yang ke-33 tahun ini, belum bisa berbuat banyak
untuk kemajuan dan pergerakan dari Kerajaan Allah sendiri hadir di dunia ini. Belum
bisa menjadi berkat bagi banyak orang yang membutuhkan kasih Kristus dalam
hidupnya.
Mengevaluasi masa-masa kini, dan
berharap ini menjadi turning point
(titik balik) dari kehidupanku ini. Aku menemukan diriku masih memiliki hati
yang bengkok. Sama seperti Mazmur Daud yang berkata, baik di 2 Samuel 22 :
7,maupun yang di Mazmur 18 : 26, “terhadap
orang yang suci Engkau berlaku suci, terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku
belat-belit.”
Sepertinya Tuhan sedang
membalaskan apa yang kubuat selama ini. Sama seperti nats di atas yang sudah
kita baca. Sebab Dia Sendiri memang harus bertindak sesuai dengan Firman yang
Ia nyatakan dalam Firman-Nya. Allah tidak bisa melanggar segala kedaulatan-Nya
yang jelas-jelas Ia sudah nyatakan atau beritakan sebelumnya kepada segala
nabi-nabi yang dulu pernah ada.
Diriku sering berlaku atau
bertindak dengan belat-belit, atau dengan dolak-dalik hanya untuk bisa mendapatkan
kehidupan yang normal seperti sedia kala. Tanpa pernah berusaha untuk menunggu
setiap jawaban-jawaban yang Tuhan nyatakan sendiri dalam kehidupan kita. Dan
kisahnya mungkin hampir mirip seperti keputusan Abraham ketika ia ingin untuk
segera mendapatkan keturunan. Mengikuti nasehat dan saran istri supaya menikahi
budaknya, dan akhirnya melahirkan Ismael. Ingin mencoba membantu Allah dalam
setiap jawaban-jawaban yang Ia sudah janjikan terlebih dahulu. Akibatnya sekarang
bisa kita lihat sendiri. Dua saudara akhirnya tidak bisa diketemukan atau
berdamai yakni keturunan Ishak sendiri maupun keturunan Ismael. Dan kisah sikap
permusuhan mereka, masih terus berlangsung hingga saat ini, pada generasi-generasi
kini.
Bersyukur diriku pernah mengikuti
acara Youth kemarin (29 s.d. 30 Agustus)dari gereja dimana aku digembalakan. Youth Conference Sumut “Calling For This Generation”. Yang acaranya
kebetulan berbarengan dengan acara Launching
30 tahun Pelayanan PESAT di Salib Putih, Salatiga. Dalam konferensi
tersebut, diriku belajar banyak hal, mulai dari gambar diri (Who Am I), hubungan (connection), dan dampak (impact) dari seorang pemuda yang cinta
dan takut akan Tuhan.
Hal yang paling mengena kepadaku
adalah, ketika Pastor Bambang Jonan, membahas tentang Mazmur 127:4; menyatakan “Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda.” Beliau menjelakan bahwa anak muda
itu seperti anak panah yang bisa cepat melesat jauh, ketika sudah dibidikkan. Artinya
anak-anak muda bisa lebih cepat bergerak dan melakukan banyak hal sekaligus (multi tasking), yang tentunya berbeda
jauh dengan kemampuan para generasi sebelumnya, yang terkesan lambat, dan mono tasking.
Kemudian diterangkan lagi, bahwa
anak panah itu harus terbuat dari batang pilihan, dan tentunya tidak boleh
bengkok. Dipilih dari kayu yang sangat keras, supaya menghasilkan anak panah
yang kualitas tinggi. Serta tidak boleh bengkok. Sebab kalau bengkok, lesatan
dari anak panah itu juga tentunya tidak akan pernah lurus dan tidak akan pernah
kena sasaran. Kita ketahui bersama bahwa pada kenyataannya di dunia ini bahwa
tidak ada kayu yang lurus.
Bagaimana menghasilkan anak panah
dari kayu yang bengkok tersebut menjadi lurus? Ternyata ada proses pelenturan
dengan melakukan pembakaran pada sisi yang bengkok itu. Menerima pembentukan
dari si pembuat anak panah tersebut. Demikian juga dengan kita, pasti kita
tidak ada yang benar di mata Tuhan, semua kita adalah orang-orang yang bercela
dan bernoda. Bagaimana supaya kita bisa dipakai oleh-Nya, kita harus merelakan
diri kita untuk diproses, dibakar dan bahkan dimatikan segala keinginan dosa
maupun hawa nafsu kedagingan. Sebab dengan jalan itulah kita akhirnya bisa
menjadi anak-anak panah di tangan pahlawan.
Hati yang bengkok. Nats ini
kembali muncul dihari ini sebagai rhema yang terus mengusik hatiku. Kembali mengingatkanku,
bahwa diriku harus direlakan untuk diperbaharui lagi, diproses lagi, dan bahkan
dibakar lagi dari ke hari ke sehari, hingga akhirnya didapati diriku akhirnya
menjadi sempurna seturut kehendak-Nya semata.
Hati yang bengkok, berupa motivasi-motivasi
yang salah, melegalkan keberdosaan ini dengan menggunakan nats firman yang
mungkin mendukung, mencoba membantu Allah dalam kondisi sedang menunggu jawaban
Allah digenapi, bahkan mungkin mulai meragukan kuasa dan firman-Nya, sebab
ternyata kita belum hidup berpaut sepenuhnya kepada-Nya dengan segenap hati.
Dan hati yang bengkok ini,
biarlah diproses oleh Tuhan. Dan aku merelakan diriku untuk dibentuk oleh-Nya
sendiri. Oleh anugerah demi anugerah yang akan dinyatakannya kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar