Senin, 15 Januari 2018

Ketika Anies Tidak Beretika - Bukti Awal Kegagalan Seorang Pemimpin


Fly over Gatot Subroto

 
Awal sekali ketika Bapak Anies dan Bapak Sandiaga Uno dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, pernah menyatakan akan sowan ke seluruh Gubernur yang pernah memimpin DKI. Sebagai bukti orang yang punya sopan santun dan punya etika ketika hal itu bisa direalisasikan. Menjadi suatu apresiasi khusus dan dipandang baik oleh masyarakat.

Apalagi ketika dua Gubernur sebelumnya, yakni Pak Ahok, sedang mendekam di dalam penjara. Yang kasusnya gak usah lagi dibicarakan, kita pasti sudah paham dan mahfum mengapa beliau harus berada disana. Dimana bukan hanya publik Indonesia, duniapun mengecam tindakan hukum yang mengena kepada Pak Ahok.

Seharusnya sebagai Gubernur yang punya etika yang baik, apa salahnya mengunjungi rekan yang sedang mengalami musibah. Toh, tidak harus berlama-lama disana. Ketika Bapak meluangkan waktu sedikit saja, maupun hanya berbasa-basi untuk sekedar bisa melihat kondisi Bapak Ahok. Ketika Anda bisa melakukan hal itu, bukankah Anda akan semakin mendapatkan banyak pujian.

Sebab seorang pemimpin yang baik dan punya etikat yang baik adalah ketika dia mampu melihat dan menyelami apa yang dirasakan oleh orang-orang yang berada disekelilingnya. Artinya dia memiliki bukan hanya sikap simpati semata tetapi sekaligus empati kepada orang-orang yang sedang mengalami musibah.

Kali ini Bapak Anies sudah merasakan bagaimana sih enaknya cibiran dari warga Bapak sendiri. Niat Anda sih awalnya baik, ketika hendak mengunjungi korban kecelakaan pada peristiwa ambruknya selasar Gedung BEI, Senin (15/1) seperti yang dilansir oleh jpnn.com. Tapi kehadiran Anda sepertinya malah membuat suasana tambah tidak kondusif. Dimana seharusnya lokasi itu disterilkan, malahan tambah crowded. Seperti kesaksian oleh salah satu warga berikut : “Kedatangannya malah bikin gencet-gencetan. Seharusnya di kantor aja dia.”

Anda mau menunjukkan bahwa Anda adalah seorang Pemimpin yang cepat tanggap, tapi malah tidak dianggap. Sungguh kasihan pak. Sebab Bapak sepertinya tidak tulus untuk datang. Ketulusan dan kebaikan orang, tanpa diomongkanpun pasti akan berasa bagi orang yang berada di sekitar Bapak. Tapi dalam prakteknya, Bapak lebih jago bersilat lidah daripada melakukan-NATO (Not Action Talk Only).

Mari Pak untuk bisa introspeksi diri. Bapak itu sudah berubahloh. Dulunya Anda pro akan kebaikan, kedamaian, mengecam orang-orang radikal seperti FPI, sampai-sampai saya pernah mengidolakan Bapak, tapi karena politik praktis dan hajatan Pilgub kemarin, Bapak terjebak. Sekarang malah sepertinya menjadi pro radikalisme. Untuk mengeles, Bapak nyatakan bahwa itu adalah sebagai wujud perangkulan.

Saya sempat kecewa kepada Bapak Jokowi, akan keputusannya kemarin. Kok orang sehebat Bapak, bisa tersingkir dari jabatan Menteri dalam kabinet beliau. Orang yang punya andil besar dalam memajukan pendidikan di seluruh Indonesia, terutama melalui program brilian Bapak, Indonesia Mengajar. Dan banyak program-program yang baik Bapak cetuskan selama Bapak menjabat sebagai menteri. Tapi, Bapak akhirnya dicampakkan oleh Bapak Jokowi, karena mungkin satu atau dua hal yang dipandang tidak baik oleh Bapak Jokowi, Anda tetap berada disisinya.  

Dan memang terbukti, pandangan dan penilaian Bapak Jokowi. Jakarta dulu ditangannya, Bapak Jokowi sendiri, kemudian Pak Ahok, dan akhirnya Pak Jarot, sudah sangat tertara dengan sedemikian baik. Macet, banjir, kekumuhan bisa berkurang dengan sangat baik. Pendidikan dan kesehatan gratis melalui program KJP dan KJS bisa terukur, dan dengan kartu itu juga bisa makan daging seminggu sekali. Sungai-sungai dan waduk-waduk pada bersih dari sampah dan kotoran, bahkan malah dijadikan objek wisata baru. Bahkan Balai Kota sendiri bisa menjadi tempat curhatan warga sekaligus juga menjadi tempat rekreasi bagi keluarga-keluarga disana.

Tapi sekarang lihat Pak, bagaimana kondisinya. Jakarta semakin jorok, semakin tidak tertata, semakin tidak kondusif, banjir bisa lama baru surut, jalan-jalan Bapak jadikan tempat jualan, preman-preman kembali beraksi, pungli-pungli disana-sini, pembangunan yang sudah berjalan 50% diseberang lautan sana, mau Bapak batalkan dan sia-siakan, becak yang sudah 30 tahun tidak diperbolehkan, sekarang malah Bapak ijinkan malahan dibuatkan rute khususnya. Mau jadi apa nantinya Jakarta ini Pak.

Dan terakhir, ketika Anda semakin menunjukkan bahwa Anda bukan orang yang hebat, terpuji apalagi beretika, ketika ada prestasi pendahulu Anda, ketika seharusnya bisa meresmikan Flyover Pancoran dibangun sejak November 2016 atau pada era mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dikerjakan oleh PT Nindya Karya. Dimana Flyover yang menghubungkan Jalan MT Haryono dari arah Cawang menuju Jalan Gatot Subroto dibangun dengan total  anggaran Rp114 miliar dengan panjang 840 meter dan lebar sembilan meter. Seperti yang diberitakan oleh Akurat.co (15/1).

Kemudian pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai Gubernur  DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan tak menghormati mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Anies tidak menghormati gubernur sebelumnya ya, si Ahok, seharusnya dia meresmikan sebagai salah satu sosialisasi kepada masyarakat tentang fungsi flyover itu," kata Arbi kepada AKURAT.CO, Senin (15/1).
Bapak Arbi lebih lanjut menyatakan bahwa meskipun proyeknya dengan skala kecil, bukan berarti tidak perlu peresmian. Tapi mudah-mudahan Bapak Anies bisa konsisten ketika dia membangun dalam skala kecil untuk tidak membuat acara-acara peresmiannya.
Itulah model kualitas karakter Bapak saat ini. Semoga rakyat Jakarta bisa semakin maju kotanya, bahagia rakyatnya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...