Suasana UN SD hari ke 3 di SD Bandar Baru
Hari ini merupakan hari terakhir
untuk ujian nasional tingkat sekolah dasar. Tapi untuk tiga hari kedepannya
juga akan ada ujian akhir sekolah (UAS). Setelah menyelesaikan selama satu
minggu ini, mereka akan segera meninggalkan bangku SD tersebut. Dan akan segera
melanjut untuk tingkat berikutnya. Seharusnya minggu ini merupakan minggu refleksi
bagi anak-anak SD, dimana mereka dapat melihat sudah sejauh mana mereka bisa
berprestasi dan berkembang. Melihat sudah enam tahun berlangsung proses
pendidikan yang sudah diterima.
Tapi ada suatu hal yang sangat
mengganjal dalam hatiku, yaitu bahwa ujian nasional yang diadakan semata-mata
hanya untuk menilai kemampuan kognitif saja. Hanya mengevaluasi hal-hal yang
bersifat pengetahuan, tanpa mengevaluasi hal-hal yang bersifat kejiwaan atau
perkembangan karakter anak tersebut. Adapun Ujian nasional yang diujikan
tersebut, dihari pertama ujian Bahasa Indonesia, di hari kedua ujian Matematika
dan di hari ketiga ujian IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam. Terus aku bertanya
untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), kenapa yah tidak diujikan
secara nasional juga. Tingkat SMP juga begitu, untuk pelajaran IPS, sama sekali
juga bukan merupakan bagian yang akan diujikan dalam UN.
Tampak sepertinya Negara ini,
hanya mencondongkan aspek-aspek mata pelajaran yang populer saja. Seakan-akan
Ilmu pengetahuan social, dan mata pelajaran lainnya menjadi mata pelajaran
kelas dua. Seharusnya Negara kita memberikan tempat bagi seluruh mata pelajaran
yang ada pada tataran yang sama porsinya. Dan bahkan kalau bisa, pendidikan
karakterlah yang seharusnya dijadikan mata pelajaran yang utama dinegeri ini.
Melihat sudah banyak orang pintar dinegeri ini, dan bahkan orang-orang jenius
dan special dibidangnyapun juga sudah ramai. Tapi menemukan orang yang
berkarakter kuat dan jujur, sangatlah sedikit untuk ditemukan.
Padahal negeri kita memerlukan
orang-orang yang berkarakter jujur, ulet dan sekaligus jenius atau pintar. Jadi
bukan hanya pintar secara akademik, tetapi memiliki hal-hal tersebut diatas.
Memang kita juga gak bisa menutup mata, bahwa banyak orang Indonesia yang
pintar, hanya mengejar jabatan semata, ataupun memperbanyak harta kekayaan yang
sudah ada dengan cara-cara yang tidak benar, seperti melakukan praktek korupsi.
Bagaimana tidak untuk korupsi. Dia mendapatkan jabatan tersebut juga bukanlah
mengeluarkan uang yang sedikit, tapi bahkan bisa menjual rumah atau tanah yang
dimiliki. Jadi ketika sudah mendapatkan jabatan tersebut, membuat suatu
usaha-usaha,bagaimana untuk mengembalikan rumah atau tanah yang sudah terjual.
Jadi kita gak bisa lepas dari lingkaran setan ini.
Disamping perlu adanya perbaikan
sistem dalam proses pembangunan bangsa ini, perlu adanya perbaikan manusianya
juga. Yang disebut oleh Bapak Presiden kita sebagai Gerakan Revolusi Mental. Sebuah
gerakan yang mengubah haluan, dari untuk ku menjadi untuk kita bersama, dari
sesuatu yang biasa-biasa menjadi suatu yang super, dari yang bersifat
konsumeristis menjadi produktifis.
Semua itu bisa dilakukan jika
kita setia kepada hal-hal yang kecil yang dipercayakan kepada kita. Ketika dipercayakan
memegang uang seratus ribu rupiah dan mengusahakannya menjadi berkembang dua
ratus ribu rupiah. Ketika dipercayakan memegang dan mendistribusikan uang
ratusan juta bahkan sampai miliaran, uang itu sampai kepada orang yang
membutuhkan, atau program-program yang dikerjakan tanpa mengambil sepeserpun
dari uang tersebut.
Dalam fase anak-anak, ketika
sedang mengikuti ujian saja, tidak melakukan contek, tidak membuang sampah
sembarangan, tidak melakukan plagiat atas tugas-tugas yang disuruhkan. Dalam fase
atau tingkat remaja, tidak merokok atau mengusahakan hidup sehat, tidak melakukan perbuatan-perbuatan anarkis
atau memaksakan kehendak kepada orang yang lebih lemah, tidak berjudi. Dalam fase
atau tingkat dewasa, ketika sudah berkeluarga, menjadi orang tua yang bijak
kepada anak-anaknya, dan menjadi teladan yang baik, dan banyak hal-hal kecil
lainnya yang bisa dikerjakan untuk bisa membuat bangsa kita menjadi bangsa yang besar dan sekaligus
maju.
Semua itu bisa dikerjakan, jika
dimulai sejak dini. Anak-anak Indonesia dilatih motoriknya, dilatih emosinya
dan pikirannya. Dan terlebih lagi untuk melatih aspek emosi atau jiwanya supaya
memiliki karakter yang kuat, jujur dan bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri dan lingkungannya.
Sistem pendidikan kita juga
seharusnya dirubah dari What to Know atau
How to know menjadi Why we have to know it. Atau, Bukan dari
Apa dan Bagaimana tetapi menjadi Mengapa. Supaya anak-anak belajar, mengapa mereka
harus mempelajari itu, sehingga mereka sendiri bisa mengembangkan otak kreativitas
mereka sendiri untuk mencari jawaban Apa dan Bagaimananya. Para guru-guru di
Indonesia harus banyak-banyak merefleksikan kegiatan pembelajaran yang selama
ini sudah dilakukan. Sehingga menemukan takaran yang pas bagi anak untuk bisa
berkembang dan maju.
Jayalah pendidikan Indonesia ini, Jayalah
Indonesiaku tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar