Rabu, 06 Juli 2016

Sang Teroris Yang Gagal Paham




Sumber Gambar : www.radar-karawang.com


Tepat kemarin, sehari sebelum menjelang lebaran, telah terjadi ledakan di Kota Surakarta, Solo. Tepatnya terjadi di Gedung Mapolda, dimana berkumpulnya para polisi-polisi kita. Entah apa motif dibalik penyerangan bom bunuh diri si kawan itu. Tapi yang jelas dia ingin buat terror di Negara kita tercinta ini. Ingin merusak yang namanya kedamaian dan keamanan yang terus berlangsung di Negara kita. Untungnya, penyerangan si kawan itu, hanya menelan korban satu jiwa saja,yaitu sang pelakunya. Dan juga satu orang provost kita yang telah mengantisipasi kejadian tersebut. Sang polisi yang berani itu hanya sedikit mengalami luka-luka, dan tidak menyebabkan kematian.
Melihat kejadian ini, Bapak Presiden kita, Bapak Kapolri, Bapak Gubernur dan Bapak Walikota langsung angkat bicara tentang bom bunuh diri ini. Dan terus mengingatkan supaya kita berhati-hati, tetap menjaga keamanan dan tidak menjadi takut kepada mereka sang terrorist.
Melihat dari banyak pelaku yang sudah-sudah, ternyata kebanyakan sang pelaku adalah orang-orang lokal. Orang-orang dalam dari Negara tersebut yang memang sudah dicuci otaknya dengan berbagai filsafat-filsafat yang mengatasnamakan pembelaan agama tertentu. Seperti melakukan perbuatan-perbuatan terror dengan melakukan pemboman.
Kenapa harus dihari besar tindakan terorisme itu dilakukan? Tampak memang Sang teroris sudah betul-betul mati akal atau memiliki gagal paham. Harapannya tindakannya itu bisa membuat Indonesia betul-betul kacau. Tapi ternyata kita aman-aman saja. Masih ingat dengan pemboman yang sewaktu di jalan Thamrin-Jakarta. Masyarakat menggalang kekuatan hati dengan mengkampanyekan slogan “Kami tidak takut”. Ini adalah suatu bentuk tekad bahwa kita menolak yang namanya terror kekerasan dengan  menghilangkan nyawa sendiri atau orang lain.
Ketertarikanku juga untuk menuliskan artikel ini, tak terlepas dari setelah menonton Bioskop TransTv yang menayangkan film tentang rasisme dan terorisme, yaitu My Name is Khan. Seorang muslim yang taat yang bernama ‘Khan’ ingin membuktikan bahwa ia bukanlah teroris yang menurut warga Amerika pada saat itu bahwa penganut agama Islam adalah teroris. Klimaks dari ceritanya dimulai ketika anaknya meninggal karena dibunuh tanpa sengaja, hanya karena masalah ketidakpenerimaan warga asli kepadanya dan menyatakan bahwa ia adalah teroris. Dan akhirnya ia berhasil menyatakan pendapatnya didepan khalayak warga Amerika dan bahkan didepan Sang Presiden Amerika Kulit Hitam pertama yang baru dilantik ketika itu.
Penayangan film ini, pas ketika akan menjelang hari Ramadan besoknya. Untuk mendorong supaya tindakan teror tidak lagi dilakukan karena adanya penyimpangan paham-paham radikalisme dan kekerasan. Yang menghalalkan segala cara agar tujuan mereka tercapai. Yang menyatakan bahwa tindakan bom bunuh diri itu merupakan tindakan mati Syahid.
Apa Solusinya
Baru-baru ini, Deputi II Badan Nasioanal Penanggulan Terorisme (BNPT) mengemukakan bahwa kontra Ideologi menjadi salah upaya penting dalam menanggulangi ancaman terorisme di Indonesia, dan hal ini harus terus dilakukan agar komunitas radikal bisa memahami ajaran Islam secara benar. Untuk penegakan hukum masih belum maksimal keberhasilannya, dikarenakan masih banyak kasus-kasus teror yang terjadi.
Jadi pemahaman yang salah harus dilakukan dengan memberikan pemahaman yang benar . Sebab tindakan teror ini  sudah masuk ke tahap alam bawah sadar individu calon-calon teroris masing-masing. Karena memang sudah sejak kecil atau muda, dipahamkan dengan nilai-nilai kebenaran ajaran yang salah, dan itu terjadi dalam waktu yang sudah lama dan berkelanjutan. Sehingga kemungkinan akan sulit untuk bisa mengubah pemikiran alam bawah sadar yang sudah salah tersebut. Meskipun ini akan memakan waktu yang lama dalam mengubah pandangan yang salah ini, tapi tidak salah untuk mencoba dengan pelan-pelan dengan memberikan pemahaman yang benar lagi kepada mereka.
Solusi berikutnya adalah kembali kepada keluarga. Sebab pemberian pemahamanan yang benar itu bisa terjadi jika dikomunikasikan dalam keluarga. Keluarga yang baik pasti menghasilkan keturunan yang baik, dan memiliki sikap yang baik juga. Jadi para ayah harus menjadi ayah yang sesungguhnya. Hadir bagi anak-anaknya serta memberikan pengajaran yang baik dan bahkan  teladan yang baik bagi mereka. Sehingga apapun ketika indoktrinasi yang salah kepada anak kita ketika ia bergaul diluar, tidak akan mampan masuk, sebab dia sudah memilki pegangan dan panutan yang benar sebelumnya.
Mari keluarga-keluarga di Indonesia menciptakan kedamaian dan keamanan. Sebab ditangan keluargalah juga solusi atas permasalahan bangsa kita termasuk masalah terorisme. Kalau kita terus mengandalkan aparat pemerintah,dan mengatakan bahwa ini hanyalah tugas mereka semata, tentulah mereka tidak bisa. Perlu adanya sinergi yang baik antara keluarga-keluarga di Indonesia dengan pemerintah.
Dan disaat momen Berkah Ramadan ini juga, keluarga kita semakin intim lagi kehangatannya. Ada proses saling memaafkan dan saling mengasihi satu sama lain. Dan yang diharapkan yang terutama terjadi adalah perubahan karakter yang semakin lebih baik lagi. Sebab itu sudah dilatih ketika masa-masa puasa yang sudah dikerjakan selama tiga puluh hari. Dan bukan hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus, tapi ada sesuatu hal yang akan diraih setelahnya, yaitu keimanan yang lebih baik yang ditunjukkan dengan adanya perubahan karakter Ilahi di dalam keluarga lepas keluarga yang ada di Indonesia tercinta ini.

Ditulis oleh Rinto F. Simorangkir-Sang Pendidik dan Entrepreneur Sejati di Yayasan PESAT, serta Pemerhati masalah sosial. Pertanggal 6 Juli 2016 di Sibolangit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...