Kemarin, beberapa pemain sepakbola berasal dari Malaysia
dengan tegas menyatakan bahwa bangsa kita tidak ada apa-apanya dalam dunia
sepakbola. Hal ini saya dapatkan ketika mendengarkan berita dari Metro TV. Mereka
tidak lagi memperhitungkan negara kita sebagai negara yang akan sulit dilawan.
Mereka akan lebih mengkonsentrasikan diri dan lebih berhati-hati ketika akan
menghadapi Negara Thailand ataupun Myanmar.
“Kami perlu mendapat tiga poin agar menambah kepercayaan diri
melawan Thailand di pertandingan selanjutnya. Thailand tim favorit dan sulit
dihadapi. Dan, mereka juga mereka tentu merasa nyaman bermain di kandang
sendiri”kata Bek Timnas Malaysia, Adid Zainudin, Selasa (18/7). Sumber.
Ditambah lagi dengan sudah berhasilnya mereka menekukkan
lutut para pemain kita di Piala Asia U-23 yang sedang dilaksanakan di Thailand
sekarang ini. Mereka berhasil mengambil poin penuh dari kita dengan skor yang
begitu telak 3-0. Tanpa ada perlawanan sedikitpun sepertinya. Berharap di pertandingan
berikutnya melawan Thailand dan Mongolia, kita bisa menang, supaya bisa maju ke
babak berikutnya.
Luis Milla, pelatih Timnas Indonesia, menjelaskan bahwa
“Masalahnya adalah tim bermain kurang bagus (dibabak pertama) dan dibabak
kedua, waktu kita mulai pertandingan sangat sulit dengan hasil ketinggalan, ada
kartu merah juga. Gol pertama dari pemain Malaysia telah membuat kami
kesulitan, tadi pertandingan sekitar 20 menit membuat kami kesulitan akhirnya secara mental kami tidak terlalu siap dan bagus.
Masih ada dua pertandingan sisa yang harus kami menangkan,”
Dari dulu sampai sekarang permasalahan pesepakbola tanah air
kita cuma satu, yakni mental. Teringat dulu juga, ketika piala Suzuki AFF 2010,
Indonesia dan Vietnam kala itu yang menjadi tuan rumah. Kala itu dibabak penyisihan grup kita bisa
menaklukkan negara-negara lain, dengan skor yang lumayan telak. Malaysia 5-1,
Thailand 2-1, Laos 6-0.
Dengan angka-angka statistik diatas, banyak komentator di
hampir seluruh media menyatakan bahwa kita pasti menjadi sang juara. Melihat,
kita sudah pernah mengalahkan Malaysia di babak penyisihan, dan publik kita
juga sudah merasa bahwa tropi kemenangan akan segera kita miliki.Tapi pada
akhirnya, kita harus menelan pil kekalahan dengan Malaysia di babak Final
dengan skor agregat 4-2.
Kemudian sejak itu, tidak pernah lagi mengikuti perkembangan
sepak bola negara kita.
Faktor Mental
Dalam pertandingan apapun itu, banyak aspek yang harus
dipersiapkan untuk bisa menjadi sang juara. Disamping fisik yang dilatih, skill
atau kemampuan yang terus diasah, satu yang tidak boleh dilupakan yaitu melatih
mental. Meskipun faktor mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi tinggi,
juga sangat dibutuhkan.
Melatih fisik perlu, tapi sebenarnya melatih mental yang
harus diutamakan terlebih dahulu. Ini penting, sebab melihat banyak
pertandingan yang sudah dilakoni oleh para atlet kita, seperti atlet bulu
tangkis. Mereka langsung tampak terkuras habis tenaga mental mereka. Mungkin
karena tampil di publik Indonesia sendiri, jadi kita tidak bisa mendapatkan
hasil yang maksimal kemarin di kejuaraan Indonesian Open 2017. Beruntung Owi
dan Butet masih bisa merebut satu emas di ganda campuran.
Mengapa penting, untuk melatih mental. Saya menilai ketika
para atlet kita, merasa sudah ketinggalan skornya dari lawan-lawan mereka,
niscaya permainan mereka akan segera menurun kualitasnya. Tidak lagi memberikan
perlawan yang maksimal lagi untuk bisa membalikkan skornya kembali. Menyangka
bahwa kekalahan sudah pasti menjadi miliknya. Padahal sebenarnya itu suatu yang
keliru.
Para atlet kita harus dilatih, bahwa sebelum pluit tanda
berakhir dinyalakan, perjuangan merebut kemenangan haruslah terus diupayakan.
Bahkan ketika itupun sudah mencapai batas maksimum tenagamu, bukan berarti
semangatnya menjadi kendor. Melainkan mencoba untuk membangkitkan semangat atau
tenaga yang baru lagi.
Ketika engkau sudah merasa ada dititiknadir kekuatanmu, coba
lihat senyum kemenangan yang akan terpancar dari ratusan juta orang-orang
Indonesia yang akan terpancar. Atau supaya jelas, coba lihat atau bayangkan
bagaimana senyum keluarga besarmu, masyarakat dilingkunganmu yang tentunya akan
mengarak-arak dirimu, merayakan kemenanganmu bersama-sama dengan mereka. Pastikan
ketika engkau sudah bisa melihat langsung dan merasakan hal itu, tenagamupun
tadinya sudah kosong, pasti akan terisi lagi dayanya.
Mental para atlet kita ini harus dilatih terus menerus. Dan
penyiapan mereka juga, seharusnya tidak boleh dilakukan secara instan.
Melainkan sudah dibina sejak masih berusia belia. Supaya ada kematangan
skill-nya juga kematangan mentalnya. Sehingga memiliki mental baja bukan tempe.
Melihat statistik jumlah Pesepak Bola Indonesia sangat jauh
jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kawasan kita. Menurut
PSSI, bahwa jumlah pemain sepak bola Tanah Air, hanya67.000 orang dari 250 juta
penduduk Indonesia.
“Malaysia saja punya sekitar 585 ribu pesepak bola dari
sekitar 24,4 juta penduduknya. Di Thailand ada 1,3 juta dari 64 juta
penduduknya,” kata Ketua Umum PSSI Letnan Jendral TNI Edy Rahmayadi, ketika
dilantik menjadi pengurus periode 2016-2020, di Jakarta, Jumat (27/1).
Kemudian Bapak Edy menyatakan bahwa diakhir masa-masa
kepengurusannya Indonesia sudah memiliki setidaknya 2,5 juta pemain sepak bola.
Dan diakhir tahun 2017 ini, sudah memiliki sekitar 250 ribu pemain sepak bola.
Jika kita bisa melihat jumlah kuantitas dan menilai kualitas
dari para pemain kita, bisalah kita simpulkan bahwa memang kita sebenarnya
sudah sangat tertinggal dengan negara-negara lain. Yang seharusnya kita bisa menjadi
juara diseluruh cabang olah raga apapun itu di kawasan Asia Tenggara, yang
merupakan kawasan kita, eh, ternyata, kita masih harus takluk kepada
negara-negara tetangga kita.
Seharusnya cabang badminton, sepakbola dan lain-lainnya merupakan lambang supremasi kekuatan olahraga
kita, eh sekarang sudah tidak bisa kita deklarasikan lagi. Kita harus segera
merevolusi mental kita, seperti yang sudah digaungkan oleh Bapak Jokowi,
“Revolusi Mental di segala bidang”. Terutama di bidang olah raga.
Sekarang ini, apresiasi pemerintah kita, kepada para atlet
juga terbilang sangat besar. Mulai dari apresiasi langsung ketika menjuarai
event apapun itu, dengan nominal terbilang fantastis. Juga akan ada penghidupan
yang layak jika seandainya sudah pensiun. Bahkan ketika sudah tidak aktif
lagipun dalam dunia olahraga, pemerintah juga akan mengambil solusi yang tepat
untuk bisa menampung dirinya dalam dunia pekerjaan lain yang terbaik.
Ini penting, sebab ketika perhatian pemerintah lemah dalam
hal ini, bagaimana bisa merekrut sebanyak-banyaknya jumlah atlet yang
seharusnya bisa lahir di negeri tercinta ini. Potensi kita sangat besar, dengan
jumlah penduduk ke-5 terbanyak di dunia, seharusnya bisa melahirkan
generasi-generasi atlet minimal 1%-nya sajapun, sebanyak 2,5 juta orang di
masing-masing cabang olahraga.
Ketika kita sudah punya itu, niscaya kita bisa berjaya di
bidang olah raga. Bravo olah raga kita tercinta.
Penulis adalah dosen di STT Terpadu Sibolangit, dan juga
alumni dari UNIMED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar