Kamis, 20 Juli 2017

Kami Bukan Bangsa Bermental ‘Lemah’




Kemarin, beberapa pemain sepakbola berasal dari Malaysia dengan tegas menyatakan bahwa bangsa kita tidak ada apa-apanya dalam dunia sepakbola. Hal ini saya dapatkan ketika mendengarkan berita dari Metro TV. Mereka tidak lagi memperhitungkan negara kita sebagai negara yang akan sulit dilawan. Mereka akan lebih mengkonsentrasikan diri dan lebih berhati-hati ketika akan menghadapi Negara Thailand ataupun Myanmar. 

“Kami perlu mendapat tiga poin agar menambah kepercayaan diri melawan Thailand di pertandingan selanjutnya. Thailand tim favorit dan sulit dihadapi. Dan, mereka juga mereka tentu merasa nyaman bermain di kandang sendiri”kata Bek Timnas Malaysia, Adid Zainudin, Selasa (18/7). Sumber.
Ditambah lagi dengan sudah berhasilnya mereka menekukkan lutut para pemain kita di Piala Asia U-23 yang sedang dilaksanakan di Thailand sekarang ini. Mereka berhasil mengambil poin penuh dari kita dengan skor yang begitu telak 3-0. Tanpa ada perlawanan sedikitpun sepertinya. Berharap di pertandingan berikutnya melawan Thailand dan Mongolia, kita bisa menang, supaya bisa maju ke babak berikutnya.

Luis Milla, pelatih Timnas Indonesia, menjelaskan bahwa “Masalahnya adalah tim bermain kurang bagus (dibabak pertama) dan dibabak kedua, waktu kita mulai pertandingan sangat sulit dengan hasil ketinggalan, ada kartu merah juga. Gol pertama dari pemain Malaysia telah membuat kami kesulitan, tadi pertandingan sekitar 20 menit membuat kami kesulitan akhirnya secara mental kami tidak terlalu siap dan bagus. Masih ada dua pertandingan sisa yang harus kami menangkan,”

Dari dulu sampai sekarang permasalahan pesepakbola tanah air kita cuma satu, yakni mental. Teringat dulu juga, ketika piala Suzuki AFF 2010, Indonesia dan Vietnam kala itu yang menjadi tuan rumah.  Kala itu dibabak penyisihan grup kita bisa menaklukkan negara-negara lain, dengan skor yang lumayan telak. Malaysia 5-1, Thailand 2-1, Laos 6-0. 

Dengan angka-angka statistik diatas, banyak komentator di hampir seluruh media menyatakan bahwa kita pasti menjadi sang juara. Melihat, kita sudah pernah mengalahkan Malaysia di babak penyisihan, dan publik kita juga sudah merasa bahwa tropi kemenangan akan segera kita miliki.Tapi pada akhirnya, kita harus menelan pil kekalahan dengan Malaysia di babak Final dengan skor agregat 4-2.
Kemudian sejak itu, tidak pernah lagi mengikuti perkembangan sepak bola negara kita. 

Faktor Mental

Dalam pertandingan apapun itu, banyak aspek yang harus dipersiapkan untuk bisa menjadi sang juara. Disamping fisik yang dilatih, skill atau kemampuan yang terus diasah, satu yang tidak boleh dilupakan yaitu melatih mental. Meskipun faktor mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi tinggi, juga sangat dibutuhkan.

Melatih fisik perlu, tapi sebenarnya melatih mental yang harus diutamakan terlebih dahulu. Ini penting, sebab melihat banyak pertandingan yang sudah dilakoni oleh para atlet kita, seperti atlet bulu tangkis. Mereka langsung tampak terkuras habis tenaga mental mereka. Mungkin karena tampil di publik Indonesia sendiri, jadi kita tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal kemarin di kejuaraan Indonesian Open 2017. Beruntung Owi dan Butet masih bisa merebut satu emas di ganda campuran. 

Mengapa penting, untuk melatih mental. Saya menilai ketika para atlet kita, merasa sudah ketinggalan skornya dari lawan-lawan mereka, niscaya permainan mereka akan segera menurun kualitasnya. Tidak lagi memberikan perlawan yang maksimal lagi untuk bisa membalikkan skornya kembali. Menyangka bahwa kekalahan sudah pasti menjadi miliknya. Padahal sebenarnya itu suatu yang keliru. 

Para atlet kita harus dilatih, bahwa sebelum pluit tanda berakhir dinyalakan, perjuangan merebut kemenangan haruslah terus diupayakan. Bahkan ketika itupun sudah mencapai batas maksimum tenagamu, bukan berarti semangatnya menjadi kendor. Melainkan mencoba untuk membangkitkan semangat atau tenaga yang baru lagi. 

Ketika engkau sudah merasa ada dititiknadir kekuatanmu, coba lihat senyum kemenangan yang akan terpancar dari ratusan juta orang-orang Indonesia yang akan terpancar. Atau supaya jelas, coba lihat atau bayangkan bagaimana senyum keluarga besarmu, masyarakat dilingkunganmu yang tentunya akan mengarak-arak dirimu, merayakan kemenanganmu bersama-sama dengan mereka. Pastikan ketika engkau sudah bisa melihat langsung dan merasakan hal itu, tenagamupun tadinya sudah kosong, pasti akan terisi lagi dayanya.

Mental para atlet kita ini harus dilatih terus menerus. Dan penyiapan mereka juga, seharusnya tidak boleh dilakukan secara instan. Melainkan sudah dibina sejak masih berusia belia. Supaya ada kematangan skill-nya juga kematangan mentalnya. Sehingga memiliki mental baja bukan tempe.
Melihat statistik jumlah Pesepak Bola Indonesia sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kawasan kita. Menurut PSSI, bahwa jumlah pemain sepak bola Tanah Air, hanya67.000 orang dari 250 juta penduduk Indonesia.

“Malaysia saja punya sekitar 585 ribu pesepak bola dari sekitar 24,4 juta penduduknya. Di Thailand ada 1,3 juta dari 64 juta penduduknya,” kata Ketua Umum PSSI Letnan Jendral TNI Edy Rahmayadi, ketika dilantik menjadi pengurus periode 2016-2020, di Jakarta, Jumat (27/1).

Kemudian Bapak Edy menyatakan bahwa diakhir masa-masa kepengurusannya Indonesia sudah memiliki setidaknya 2,5 juta pemain sepak bola. Dan diakhir tahun 2017 ini, sudah memiliki sekitar 250 ribu pemain sepak bola. 

Jika kita bisa melihat jumlah kuantitas dan menilai kualitas dari para pemain kita, bisalah kita simpulkan bahwa memang kita sebenarnya sudah sangat tertinggal dengan negara-negara lain. Yang seharusnya kita bisa menjadi juara diseluruh cabang olah raga apapun itu di kawasan Asia Tenggara, yang merupakan kawasan kita, eh, ternyata, kita masih harus takluk kepada negara-negara tetangga kita.

Seharusnya cabang badminton, sepakbola dan lain-lainnya  merupakan lambang supremasi kekuatan olahraga kita, eh sekarang sudah tidak bisa kita deklarasikan lagi. Kita harus segera merevolusi mental kita, seperti yang sudah digaungkan oleh Bapak Jokowi, “Revolusi Mental di segala bidang”. Terutama di bidang olah raga.

Sekarang ini, apresiasi pemerintah kita, kepada para atlet juga terbilang sangat besar. Mulai dari apresiasi langsung ketika menjuarai event apapun itu, dengan nominal terbilang fantastis. Juga akan ada penghidupan yang layak jika seandainya sudah pensiun. Bahkan ketika sudah tidak aktif lagipun dalam dunia olahraga, pemerintah juga akan mengambil solusi yang tepat untuk bisa menampung dirinya dalam dunia pekerjaan lain yang terbaik.

Ini penting, sebab ketika perhatian pemerintah lemah dalam hal ini, bagaimana bisa merekrut sebanyak-banyaknya jumlah atlet yang seharusnya bisa lahir di negeri tercinta ini. Potensi kita sangat besar, dengan jumlah penduduk ke-5 terbanyak di dunia, seharusnya bisa melahirkan generasi-generasi atlet minimal 1%-nya sajapun, sebanyak 2,5 juta orang di masing-masing cabang olahraga.
Ketika kita sudah punya itu, niscaya kita bisa berjaya di bidang olah raga. Bravo olah raga kita tercinta.

Penulis adalah dosen di STT Terpadu Sibolangit, dan juga alumni dari UNIMED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...