![]() |
Spanduk Pilwakot Medan (Sumber : tribun medan) |
Ternyata bukan diriku saja yang
sakit matanya ketika hampir di setiap sisi jalan dipastikan banyak foto-foto
yang nangkring disana. Mulai dari foto yang dicetak dengan ukuran kecil hingga
ukuran yang super gede. Yang
dipastikan fungsinya hanya untuk TP-TP
(tebar pesona) oleh para calon-calon kandidat yang ingin merebut kekuasaan.
Baik itu untuk jabatan legislatif maupun jabatan eksekutif. Baik itu untuk tingkat daerah kota, kabupaten
hingga tingkat nasional.
Ada banyak yang tidak setuju dan
bahkan senang dengan kondisi jalan yang seperti itu. Hal tersebut bisa dipantau
melalui status-status yang ada di media sosial. Mereka mengungkapkan ada banyak
spanduk-spanduk yang berisi materi-materi dalam tanda kutip sampah. Mulai dari
banyaknya iklan-iklan produk atau jasa tertentu. Hingga ketika akan digelarnya
kegiatan lima tahunan sekali, seperti pemilu maupu pilkada.
Mulai memproklamirkan dirinya
atau organisasi partainya ke dalam bentuk banner atau spanduk-spanduk, kemudian
dipasang di jalan-jalan yang menurut perhitungan mereka dipastikan akan ramai
dilintasi. Yang tujuannya cuma satu, bisa dikenal oleh masyarakat yang tentunya
akan menjadi konstituennya.
Selayaknya jalan bisa dipakai yah
untuk jalan, bukan untuk sebagai ajang promosi. Seharusnya sisi-sisi jalanan, maupun tengah jalan yang ada, terutama yang
ada di perkotaan bisa ditanamin dengan banyak tanaman. Mulai dari tanaman hias
hingga pohon-pohon yang tentunya bisa menyejukkan suasana lingkungan jalan.
Bahkan hal tersebut tentunya bisa mengurangi pencemaran udara yang terus diproduksi oleh kendaraan-kendaraan
yang lalu lalang.
![]() |
Contoh Spanduk promo Barang (Sumber :creo haouse) |
Hal ini tentunya bisa diterapkan,
jika pemerintahnya adalah bukan orang-orang yang oportunis. Artinya bukan orang-orang yang menggunakan segala cara
agar pemasukan daerah bisa tercapai banyak. Coba melihat kondisi-kondisi
jalanan yang ada di kota-kota besar, apalagi kota Medan, kota dimana aku lalu
lalang, dipastikan banyak trotoar-trotoar yang sekarang sudah beralih fungsi.
Yang seharusnya digunakan sebagai tempat pejalan kaki, sekarang digunakan
sebagai lapak-lapak untuk jualan.
Ditambah lagi dengan banyaknya
media-media iklan yang terpampang jelas di jalanan tersebut. Melalui media
iklan-iklan yang ada, dipastikan akan ada pemasukan bagi pemerintah. Coba
pemerintah kota atau kabupaten maupun pemerintah provinsi bisa bahu membahu
membangun wilayah dimana mereka bisa menjabat sekarang. Bisa bertindak tegas
akan kepada segala upaya-upaya pengotoran jalan. Seperti banyaknya iklan-iklan,
APK (Alat peraga Kampanye), kemudian telah berubah fungsinya trotoar dari para
pejalan kaki, sekarang menjadi tempat jualan.
Tapi ternyata para pemimpin
tersebut yang sekarang sedang menjabat, tak ayal juga terlibat menggunakan
jalan-jalan sebagai media mereka untuk promosi. Berharap dana untuk mencetak
spanduk-spanduk maupun banner yang
ada keluar dari kantong pribadinya sendiri. Tidak menggunakan dana-dana
operasional yang kebetulan mereka pegang.
Atau dengan menggunakan cara yang
lebih halus lagi. Ketika ada event-event tertentu, seperti entah peringatan HUT
TNI, atau acara-acara yang bersifat nasional, menggunakan itu, untuk bisa meng-endorse dirinya, bahwa dia adalah
pemimpin yang berhasil, pemimpin yang tegas, pemimpin yang merakyat, dan
lain-lain. Memajangkan fotonya secara ekslusif di seluruh spanduk dan
memasangkannya hampir di sebagian besar jalan dimana kebetulan dia sedang
berkuasa. Dimana hal ini memberikan keuntungan tersendiri baginya, sebagai
ajang promosi gratis.
Bagaimana dengan orang-orang yang
baru mau merintis. Meniti karirnya dalam dunia politik dan pemerintahan.
Dipastikan mereka akan merogoh koceknya lebih dalam lagi. Sebab dipastikan hal
itu membutuhkan dana yang tidak bisa dibilang kecil. Bayangkan saja satu
spanduk, ukuran 4x1 meter itu bisa menghabiskan uang Rp.60.000,- Atau bisa
dibilang permeternya dalam mencetak spanduk berkisar Rp.15.000 hingga
Rp.100.000. Tergantung kualitas hasil yang diinginkan. Semakin bagus
kualitasnya dan banyak itemnya maka akan semakin besar dana yang akan
digelontorkan.
Contohnya coba kita hitung-hitung
badget yang akan dikeluarkan untuk
mencetak spanduk tersebut. Biaya cetak persatuannya taruh biaya yang paling
kecil Rp.15.000/meternya. Dia berencana mencetak 2 x2 meter. Berarti
menghabiskan dana berkisar Rp.60.000,-/satuannya. Kemudian mencetak sebanyak
100 item. Pasti dana yang dihabiskan sebanyak Rp. 6 juta. Dan itu baru
cetakannya. Bagaimana dengan pemasangannya di jalan-jalan. Taruhlah dia
menghabiskan operasional pemasangannya berkisar Rp.50.000 per spanduk, jadi
totalnya berkisar Rp.5 jutaan.
Jadi totalnya hanya untuk spanduk
yang paling murah, dan dana operasional pemasangan yang paling irit
menghabiskan dana Rp.11 jutaan. Dan itu sepertinya baru tingkat kabupaten atau
kota yang wilayahnya kecil. Yang pastinya menghabiskan dana puluhan juta hanya
untuk bisa mempromosikan dirinya. Bagaimana dengan tingkat provinsi, mungkin
kali-kali tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dan pastinya mencapai angka hingga
ratusan juta kalau ia ingin dikenal oleh masyarakat konstituennya.
Bagaimana solusinya, supaya ada
kesamaan antara petahana maupun para calon kandidat baru yang mau berjuang
dalam pesta lima tahunan itu. Dan hal itu tentunya bisa mengurangi praktek
korupsi kedepannya ketika kemudian akhirnya dia bisa memenangkan posisi
tersebut. Sebab dana-dana yang dikeluarkan untuk pencalonan dirinya tidak
menghabiskan banyak biaya. Ditambah lagi ketika parpol pengusungnyapun tidak
meminta sejumlah mahar politik. Hanya untuk bisa dicalonkan sebagai pemimpin
daerah.
Hal yang mungkin bisa dilakukan pemerintah
adalah mengeluarkan suatu undang-undang yang melarang ajang promosi duluan baik
melalui media apapun di jalan-jalan. Sebelum gelar resminya dibuka. Kemudian
ketika sudah resmipun dimulai hajatan pemilihan tersebut, seluruh dana-dana
promosi untuk bisa memperkenalkan setiap kandidat kepada para pemilih, hendaknya
dana-dana tersebut bisa ditanggung oleh KPU seutuhnya. Sebab tak percuma KPU
pun mendapatkan budget anggaran yang lumayan besar untuk kesuksesan
dari pemilihan umum tersebut.
Jadi ketika hal tersebut bisa
terlaksana, tentunya akan ada perbaikan demokrasi di tanah air kita ini. Ada
persaingan sehat diantara sejumlah calon pemimpin yang mau maju di dalam
pemilihan tersebut. Baik itu sang petahana maupun calon pemimpin baru bisa
berjuang bersama-sama untuk bisa merebut hati para pemilihnya.
Meskipun hal ini tak luput dari
banyaknya kelemahan dan kekurangan. Sebab pada faktanya tidak menutup
kemungkinan bagi sang petahana memanfaatkan sejumlah fasilitas-fasilitas
tertentu, yang memang keperluan awalnya untuk menyukseskan programnya, melalui
media promosi berupa baliho dan sejenisnya.
Kemudian bagi sang penantang
baru, dipastikan akan semakin banyak bermunculan, sebab ternyata dana yang
dikeluarkan sedikit. Tinggal bagaimana upaya KPU untuk bisa menyaring calon-calon yang tepat dan
tentunya yang bisa memenuhi seluruh syarat-syarat yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Dan terakhir, saran yang mungkin
bisa sebagai masukan bagi kita bersama dalam memperbaiki kondisi dan
mengembalikan fungsi jalan-jalan kita, adalah adanya pelarangan-pelarangan
pemasangan spanduk-spanduk atau baliho maupun yang sejenisnya. Baik itu untuk
kepentingan promosi suatu produk atau jasa apapun itu, apalagi promosi calon-calon
kepala daerah. Mari mencoba untuk meninggalkan itu dan beralih ke dunia digital
atau internet. Sebab ternyata masyarakat kita toh juga sudah banyak yang mengakses
dunia internet. Baik melalui media-media sosial yang maupun media situs
lainnya.
* APK = Alat Peraga Kampanye
Penulis adalah pengajar STAK
Terpadu PESAT Semarang Cabang Sibolangit dan Pemerhati Sosial.