Kamis, 10 Januari 2019

Beda Pendidik, Anak, Bapa dalam Menghadirkan Kerajaan Allah, Kita Dimana?


 
Ternyata segala sesuatu kita punyai di dunia. Dan ketika segala sesuatu kita punyai, maka masihkah kita pantas untuk bermegah atau menyombongkan diri? Hal itu tertulis jelas di dalam surat Paulus Pertama ke Jemaat di Korintus pasal 3 ayat 21-23.

Karena itu jangalah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adala milikmu. Baik Paulus, Apolos,maupun Kefas, baik dunia, hidup maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya.

Tetapi satu yang penting, disamping apa yang kita punyai, ternyata kita adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah. Kemudian jelas dikatakan bahwa kita adalah ladangnya Allah, bangunannya Allah, baitnya Allah  sebab Roh-nya Allah diam di dalam kita.  Dan itu-pun berdasarkan Firman Allah yang sudah tertulis, :

Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka,  dan Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku (Im 26:12, Yeh 37:27, 1 Kor 3:16, 6:19, 2 Kor 6:16).

Tapi bagaimana Kerajaan Allah bisa hadir di dunia? Jika kita sebagai kawan sekerjanya Allah dan status kita memang demikian, ternyata kita bukan orang yang dapat dipercayai dan bukan hanya sekedar orang yang dapat dipercaya?

Sebab ternyata makna dua sebutan ini menjadi sangat beda hanya karena ada akhiran-‘i’ dibelakangnya. Dimana maknanya jika hanya sekedar dipercaya, intensitasnya mungkin hanya sekali. Sedangkan jika ada akhiran-i dibelakangnya, maknanya bisa berulang, berkali-kali dan ada suatu perasaan yang begitu sangat yakinnya pasti dimiliki oleh orang tersebut dan sangat teruji.

Berharap supaya pemandangan orang ke kita yakni sebagai hamba-hamba Kristus, dimana Allah bisa terus mempercayakan kita rahasia-rahasia-Nya Allah. Dan ujungnya-ujungnya kita akhirnya betul dikenal sebagai orang-orang yang dapat dipercayai.

Ternyata berdasarkan pemahamannya Paulus yang sudah dicerahkan dengan kuasa Kristus, mendapatkan sebuah pengertian bahwa sangatlah berbeda fungsi dan tanggung jawabnya diantara statusnya sebagai pendidik, sebagai anak dan sebagai bapa.

Dimana kita bisa banyak atau punya beribu-ribu pendidik di dalam Kristus. Tetapi hanya satu saja status sebagai seorang bapa yang kita punyai pada masing-masing kita. Yakni seorang bapa, dimana kita boleh pertama sekali dikenalkan kepada Injil, sehingga kita akhirnya bisa percaya kepada sang dasar yang paling utama di dalam kehidupan kita, yaitu Kristus, Yesus.

Dan kita sebagai rekan sekerjanya Allah punya dua kesempatan untuk membangun di atas dasar yang benar tersebut, yaitu Kristus. Apakah kita membangun dasar iman tersebut dengan emas, perak dan batu permata? Atau malah membangunnya dengan kayu, rumput kering atau jerami?

Jika ternyata kita lebih memilih membangun dasar bangunan tersebut, dimana kita sejatinya adalah bangunannya Allah ataupun ladangnya Allah, dengan kayu, rumput kering dan jerami, maka sesungguhnya kita sedang mempersiapkan sebuah kerugian besar di masa ketika Tuhan akan menguji pekerjaan kita tersebut.

Tapi jika kita lebih memilih membangunnya dengan emas, perak ataupun batu permata, maka seperti apa kata Firman, kita akan mendapatkan upah yang besar, atas kesetiaan kita tersebut. Sebab emas, perak ataupun batu permata tahan terhadap pemanggangan api. Sedangkan kayu, apalagi rumput kering dan jerami tentu akan langsung terbakar.

Kemudian sebagai  penanam, penyiang, ataupun penyiram, ternyata kita punya kedudukan yang sama di mata-Nya. Yang bisa membedakan kita, apakah pekerjaan kita akan terbakar atau tidak?  Dan Tuhan betul akan menguji semua pekerjaan kita tersebut lewat api.

Menjadi pendidik, anak atau bapa?

Ketiga hal ini sama-sama penting di dalam menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini. Dan juga bukan bermaksud membandingkan dan menempatkan posisi yang satu lebih tinggi dari yang lain.Tapi lebih untuk memilih dan menekankan bahwa sungguh jauh lebih berharga untuk menjadi seorang bapa.

Sebab kita menjadi satu-satunya bapa di dunia yang akan tetap disebut dan diakui oleh Allah Bapa di surga atas anak-anak yang kita hasilkan lewat injil yang kita sampaikan kepadanya. Dimana dia akhirnya berubah dan memilih Yesus sebagai Tuhan dan juru selamatnya.

Bukankah tertulis bahwa Injil adalah kekuatan Allah untuk menyelamatkan dunia? Dan Injil menjadi satu-satunya jalan bagi dunia ini untuk bisa menghadirkan Kerajaan Allah nyata adanya di dunia ini.

Peran kedua yang juga sungguh merupakan kesempatan berharga, ketika kita bisa berperan sebagai seorang anak. Dimana ketika Paulus sudah mencoba menanamkan Injil tersebut tertanam bagi jemaat di Korintus, dia tidak serta merta meninggalkan jemaat tersebut sendirian.

Paulus sebagai bapa, segera mengirimkan anak-nya, Timotius. Anaknya yang kekasih dan setia di dalam Tuhan. Anak yang sudah dimuridkan dan melihat bagaimana Paulus di dalam melayani satu jemaat ke jemaat yang lain atau satu daerah ke daerah lain.

Dimana tetap menekankan unsur keteladanan di dalam kehidupan pelayanannya untuk bisa menolong orang lain bertumbuh dan akhirnya benar menjadi ladang-nya Allah, benar menjadi bangunan-nya Allah. Tentu Timotius sudah melihat bagaimana Paulus, bapa-nya itu kelaparan, kehausan, dipukuli. Ketika di maki malah memberkati, ketika dianiaya malah sabar, ketika difitnah malah menjawab dengan ramah.

Bahkan berani menyatakan bahwa kesempatannya sebagai seorang rasul, bukan merupakan posisi yang terhormat di hadapan-nya Allah malah berada di tempat yang paling rendah. Kemudian menyamakan dirinya hanya sebagai orang yang telah dijatuhi hukuman mati. Dan hanya menjadi tontotan dunia, manusia dan malaikat.

Hal itu dilakukan untuk bisa mengingatkan orang-orang Korintus bahwa untuk menjadi percaya kepada Kristus, bukan untuk sekedar gagah-gagahan, bukan untuk sekedar sombong-sombongan, bukan untuk sekedar membeda-bedakan, kamu dari golongan ini,kamu dari golongan itu. Sebab akhirnya memang pecah jemaatnya Korintus, ada yang merasa dirinya golongan Apolos dan ada yang merasa dirinya golongan Paulus.

Dengan teladan yang dilihat dari sang bapa, ada sama si anak, tentu setiap pernyataan firman akan lebih cepat dihidupi, lebih cepat masuknya, daripada hanya sekedar diketahui, dan akhirnya didiamkan begitu saja, tanpa adanya buah.

Menjadi Pendidik di dalam Kristus. Peran ini tentu bisa masuk dalam tahapan penyiraman, ataupun penyiangan suatu ladang-nya Kristus yaitu kita atau jemaat-Nya. Peran ini baik adanya, tapi setidaknya ketika kita sudah mendapatkan status sebagai seorang pendidik di dalam Kristus, kenapa tidak meningkatkan peran kita yang lebih besar dan mungkin lebih terhormat lagi, ketika kita bisa mengambil bagian untuk menjadi seorang anak, dan bahkan menjadi seorang bapa?

Penulis adalah pelayan desa dalam komunitas pesat, pemerhati masalah sosial, politik. pendidikan dan karakter
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...