Mungkin benar istilah atau
ungkapan ini. Yesteday is a History,
Future is a mystery, and today is a present (gift). Masa lalu itu pastinya
menjadi sejarah, sedangkan masa depan itu masih misteri. Tapi kehidupan di hari
ini adalah sebuah anugrah atau berkat.
Kita dipastikan akan selalu menghidupi
dan mengisi hari-hari kita disetiap harinya. Entah mengisinya dengan hal-hal
bijak dan baik ataupun dengan hal-hal bodoh dan tidak bertanggung jawab dan bahkan
mungkin kehidupan yang dipilihnya merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Harapannya,
kehidupan kita bisa menjadi berkat. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi
bermakna dan berharga bagi orang lain.
Sungguh sangat diberkati ketika
melihat sosok jiwa yang sudah mengakhiri pertandingan hidupnya di dunia ini.
Sesosok jiwa yang mau meninggalkan kenyamanan hidupnya, bahkan negaranya dan
hak kewarganegaraannya kemudian pergi ke sebuah negara asing yang beda
bahasanya, beda budayanya, beda cuaca dan musimnya. Dan segala sesuatunya
tampak asing dan beda.
Di dalam ketidakpastian, tapi memillih
tetap percaya bahwa Pencipta-nya selalui menyertai dan melindunginya kemanapun
dia pergi dan melangkah. Akan tahu bahwa dia akan selalu kekurangan dalam
pemenuhan kehidupan sehari-hari tapi tidak pernah meminta-minta dan hidup dalam
kekuatiran. Pilihan hidupnya hanyalah percaya...percaya..dan percaya..kepada
Sang Empunya Kehidupan.
Sosok itu tak lain dan tak bukan
adalah seorang Ibu, yang sudah 60 tahun melayani di Indonesia. Juni 1957 awal
beliau menjejakkan kaki di tanah pertiwi ini. Di tahun-tahun pelayanannya,
menjadi seorang pendeta wanita mula-muIa
di GKI, merintis pelayanan di penjara, melayani ribuan mahasiswa dari berbagai
kampus yang ada di Indonesia, dengan cinta kasih, dan tanpa pamrih menegakkan
kebenaran-NYA. Ibu Dorothy Irene Marx akhirnya mengakhiri hidupnya hari ini
(17/12).
Kemudian seorang Bapak, yang
bernama Robert Charles Sproul yang lahir 13 Februari 1939 lalu, yang adalah
seorang teolog Calvinis, pengarang buku dan seorang pendeta dari Amerika.
Kekonsistenannya dalam mendalami dan memahami Alkitab-nya, sehingga ia menjadi
sosok yang patut untuk ditiru. Berkarya melalui tulisan-tulisannya,
pengajaran-pengajaran yang disampaikan yakni Firman Tuhan, melalui radio-radio,
maupun televisi ke seluruh dunia. Bapak R.C. Sproul juga dipanggil Sang Maha
Khalik, pada 14 Desember lalu. Pengajaran dan tulisannya banyak menolongku
untuk memahami siapa Sang Juru Selamat itu.
Di moment-moment natal ini juga, seorang
bapak sekaligus rekan sekerja kami, juga dipanggil Sang Maha Kuasa. Pada
peristiwa naas yang menimpanya pada 6
Desember lalu, sewaktu berkendara mengalami tubrukan dan akhirnya menghembuskan
nafas terakhirnya. Akupun meninggalkan segala kesibukanku untuk bisa meninjau
langsung keadaannya dan memastikan bahwa beliaulah yang sedang mengalami
musibah tersebut.
Ada banyak berkat atau pelajaran
yang kupetik dari peristiwa kepergian rekan sepelayanan kami ini. Mulai dari penggenapan
dari sebuah kitab Pengkhotbah, dikatakan lebih baik pergi ke rumah duka dari
pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia;
hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Kemudian dipertegas lagi dalam
bahasa sehari-hari, bahwa orang bodoh terus mengejar kesenangan; orang arif
selalu memikirkan kematian.
Sebab ada banyak kata-kata
penghiburan dan penguatan yang bisa kita dengarkan di dalam rumah orang
berduka. Mulai dari apa yang dikatakannya, pengalaman hidupnya dan kesehariannya
akan diceritakan kembali untuk bisa mengenang hidupnya sekaligus memberikan
penghormatan terakhir kepadanya.
Dan bagi kita yang mendengarkan
sungguh sangat diberkati dengan teladan hidup yang diberikan. Kesederhanaannya,
perhatiannya kepada setiap orang bahkan gereja-gereja, menjadi seorang bapak
yang kasihnya melebihi perhatian seorang bapak kandung sekalipun, menjamu dengan
baik sekali setiap orang asing yang baru pertama kali ketemu, dan banyak
hal-hal lainnya, sehingga beliau menjadi inspirasi bagi orang yang mengenalnya.
Ada satu pesan yang kuat yang
disampaikan pada saat kata-kata penghiburan tersebut. Yakni kata “kehadiran”.
Dimanapun, sejauh apapun, kapanpun, sesulit apapun, tempat yang akan dituju,
ketika ada suatu acara, beliau pasti akan berusaha untuk datang menghadiri
acara tersebut. Meskipun dengan ekonomi yang terbatas, beliau akan mencari akal
untuk bisa tiba di tempat acara itu.
Dikatakan lagi, bahwa beliau
tidak punya kecakapan khusus, seperti bernyanyi, pandai berbicara dan memukau
orang-orang banyak, tapi satu yang beliau punya yakni kehadiran. Kehadirannya
memberikan kecerian, kehadirannya memberikan senyum bagi orang yang
mengundangnya, kehadirannya memberikan semangat, dan sukacita tersendiri.
Beliau kampungnya bukan disini,
di Sibolangit, tapi jauh di daerah pedalaman Sulawesi sana. Ketika dia pergi
ada banyak kata-kata simpati yang keluar, bukan hanya dari keluarga dekat,
rekan-rekan sekerja, tapi hampir seluruh masyarakat yang mengenalnya, sangat
mengasihi satu sosok beliau. Banyak orang yang mau berjerih lelah dan
memberikan bantuan sebisa mungkin.
Memang sewajarnya ketika ada
orang yang baik pasti mendapatkan balasan yang baik. Tapi bagaimana dengan
mereka yang mengisi hidupnya dengan hal-hal yang tidak baik, seperti mabuk-mabukan,
mencuri, berjudi, pembohong, penyebar berita-berita hoax dan fitnah, menjelek-jelekkan orang. Kemudian miskin
lagi.
Pernah ada cerita pengalaman
teman, dimana dia harus meninggalkan iman ke kristenannya, karena merasa
kepahitan dengan oknum gereja dimana mereka beribadah. Pada saat kematian
papanya, pihak gereja sama sekali tidak mau datang menghibur dan melayani
keluarga mereka. Karena kondisi keluarganya yang sangat miskin. Alhasil mereka
harus mengurus sendiri pemakaman papanya tanpa mendapatkan pelayanan yang
semestinya harus diberikan gereja.
Seharusnya sesuatu hal yang tidak
baikpun dilakukan, tidaklah sewajarnya bagi kita manusia yang masih hidup
membalaskan kejahatan dengan kejahatan. Melainkan mencoba terus mengasihi,
meskipun akhirnya mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Menawarkan bantuan
seiklas mungkin tanpa ada pamrih tertentu. Meskipun akhirnya rugi tapi tidak
merasa hal itu menjadi beban. Melainkan menjadi sukacita tersendiri dan menganggap
bahwa itulah bagiannya.
Belajar dan menghidupi teladan dari
orang-orang yang sudah menjadi berkat itu penting. Dan seharusnya hal itu kita
lakukan. Dan tidak sedikit juga orang, yang akhirnya memilih untuk tidak
menjadi baik. Dan akhirnya hidupnya berakhir tragis. Tapi hendaknya pilihan
kita adalah untuk tidak mengikuti jejaknya apalagi mengutukinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar