Senin, 18 Desember 2017

Esensi Natal : Perayaan atau Yesusnya Sendiri





Moment-moment natal kali ini bagiku, diwarnai dengan kepergian atau kepulangan rekan-rekan yang dekat denganku, dipanggil oleh Sang Bapa Pencipta. Diawal memasuki bulan Desember, duluan menghadiri acara layatan orang tua teman yang meninggal dibanding menghadiri acara natal diberbagai tempat. Kemudian setelah orang tua teman tersebut, satu hari setelah kami bersama melayat, teman sekerjaku, yang juga sama-sama pergi melayat, dikeesokan harinya, akhirnya dipanggil yang Maha Kuasa. Dalam peristiwa kecelakaan yang menimpanya.

Acara natal yang baru kuikuti di bulan Desember ini, baru dua kali. Pertama ketika perayaan natal yang diselenggarakan oleh gerejaku sendiri, dimana acara pelaksanaannya tepat ketika usai penguburan almarhum saudara sekerja kami tersebut. Dan perayaan yang kedua yakni baru hari ini (18/12), diselenggarakan oleh pelayanan dimana aku bekerja dan melayani.

Sebenarnya ada banyak undangan natal yang datang, tapi aku memilih untuk tidak menghadirinya. Karena faktor tempat yang jauh dan waktu yang tidak memungkinkan. Seandainya memutuskan untuk pergi, maka yang ada dipikiran ini, pulangnya pasti larut malam. Dan waktu-waktu itu sangat tidak baik bagi seorang pengendara motor pulang di larut malam.

Maklum, karena begal di kotaku sudah semakin sangat bengis tindakannya. Itu dibuktikan, peristiwa begal yang baru-baru ini terjadi di kotaku dan sempat viral di media sosial serta terekam oleh CCTV. Mereka berempat melakukan tindakan tersebut dan bahkan dalam tayangan CCTV ditampilkan para pelaku dengan sengaja menubrukkan keretanya ke kaki si korban.

Peristiwa-peristiwa ini, di bulan Desember, dimana moment natal seharusnya bisa memberikan damai dan ketenangan di hati setiap orang. Tetapi mengalami distorsi yang jauh dari kata damai. Tapi berharap kejadian tersebut hanya kali itu dan tidak berulang-ulang kembali dilakukan.

Kembali kepada esensi natal yang sebenarnya. Akhir-akhir ini, kebanyakan orang lupa, dan bahkan banyak gereja juga lupa bahwa moment-moment perayaan natal yang dikerjakan oleh mereka tak jarang meniadakan bahwa Yesuslah yang lahir. Sebab yang selalu menjadi pembicaraan, ataupun persiapan-persiapan dan segala pernak-pernik natal, tak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan Yesus.

Ketika berbicara tentang Natal, yang ada dipikiran kita pasti tentang pohon natal, santa claus atau sinterklas, lonceng, kado atau hadiah dan berbagai macam hal lainnya. Mengenai santa claus, perjumpaan pertamaku tentang sosok ini, sewaktu aku berumur 5 tahun. Sewaktu kecil, mengikuti natal bersama dengan orangtuaku dan teman-teman sebayaku, yang diselenggarakan oleh perusahaan dimana ayahku bekerja. Pada saat acara natalnya, tiba-tiba dia dengan suara khasnya...hooooo....hooooo..hohoho..., datang ketengah-tengah kerumunan kami, anak-anak kecil. Kemudian dia, membagi-bagikan banyak hadiah kepada kami semua. Hampir semua kami anak-anak yang hadir mendapatkan hadiahnya. Perasaan sangat senang dan bersuka.

Kemudian karena tempatnya lumayan jauh, sebab ada dua lokasi perusahaannya. Yang satu perusahaan pemproduksi batangan es, yang digunakan untuk mengawetkan ikan. Sedang tempat yang satunya lagi, tempat memproduksi udang kelong yang besar. Jadi ketika pas natalan, dipastikan kami semua akan makan udang-udang kelong itu. Seingatku dulu satu ekornya bisa bertimbang setengah sampai satu kilo. Jadi sangat enak dan lezat ketika menyantap udang tersebut. Ditambah lagi bisa menikmati jalan-jalan yang ada di kota kelahiranku, melihat lampu kerlap kerlip dan banyak hal yang mengagumkan lainnya.
Pada saat acara natal itupun, kami sering mendapatkan bantuan beasiswa yang disediakan oleh perusahaan. Sudah mendapatkan banyak makanan yang enak, udang kelong, beasiswa, orangtuaku juga dan banyak orangtua lainnya juga mendapatkan banyak santunan yang sudah dipersiapkan oleh perusahaan tersebut. Jadi peristiwa natal merupakan momen-moment yang selalu kutunggu-tunggu ketika aku masih kecil.

Kembali ke santa claus atau sinterklas. Sebenarnya sosok yang satu ini, bukanlah kebudayaan bangsa kita. Kita hanya mencoba mengadopsi perayaan-perayaan natal kebudayaan barat. Sebab ketika melihat peristiwa Yesuspun lahir, tidak ada sosok sinterklas muncul. Jadi ini merupakan rekaan dari imajinasi orang barat semata. Yang kita telan bulat-bulat. Sampai-sampai ketika melihat ikon ini, dibeberapa tempat umum, sempat ditutupi oleh kantung plastik hitam. Dipajang di gedung tersebut, tapi akhirnya ditutupi karena alasan cetnya belum kering.
                                                                                                                                                                
Esensi natal yang sebenarnya adalah sosok Yesus itu sendiri. Dimana Dia, merelakan diri-Nya hadir ketengah-tengah manusia dalam wujud manusia seutuhnya. Dalam sosok bayi mungil, kecil, lemah dan rentan, serta kelahirannya pun hanya di kandang domba. Dimana ternak-ternak makan, dan membuang air disitu, disanalah Yesus  itu lahir. Bukan di hotel, ataupun tempat yang mewah. Semuanya itu terjadi karena situasi dan kondisi dimana setiap penduduk, warga masyarakat harus mencatatkan dirinya ke pemerintahan Roma pada saat itu. Jadi suasana kota saat itu semuanya padat, tempat-tempat penginapan dan hotel-hotel yang ada penuh semua, karena kedatangan banyak para pendatang yang ingin mendaftarkan dirinya.

Juga peristiwa kelahirannya, menggenapi nubuatan para nabi-nabi dulu yang dinubuatkan jauh, ratusan hingga ribuan tahun yang lalu. Dimana nubuatannya bahwa akan ada tangisan-tangisan di setiap kota dan daerah-daerah yang ada. Itu dibuktikan ketika Raja Herodes merasa tersaingi bahwa tahtanya dan pemerintahannya akan diambil oleh seorang raja yang baru lahir. Maka diapun mengumumkan sebuah perintah raja untuk membunuh setiap anak-anak yang berusia 0-2 tahun. Dengan tujuan supaya bisa melenyapkan raja yang baru lahir tersebut. Ada tangisan dimana-mana, sebab banyak bayi-bayi yang tak bersalah harus meregang nyawa karena keputusan dari sang raja tersebut.

Kemudian kelahiran maupun kedatangannya merupakan suatu pengorbanan yang sangat besar. Dimana dia harus rela melepaskan hak kerajaan sorga dan tahta-Nya, mengosongkan dirinya dan menjadi sama dengan manusia. Dengan satu misi dan tujuan yang sudah ditetapkan oleh Allah Bapa, yakni hanya untuk menebus manusia dari dosa-dosa yang membelenggunya. Sebab manusia itu sendiri tidak bisa melepaskan semua dosa-dosanya yang ada. Harus ada yang Ilahi, yang tidak berdosa sama sekali, untuk bisa dikorbankan sebagai penebus dosa manusia. Dan sosok itu ada pada Yesus sendiri.

Sebab penebusan salah bisa terjadi dan sah ketika ada darah yang tertumpah. Dan hal itupun sudah dipraktekkan oleh Nabi Abraham atau Nabi Ibrahim sendiri. Ketika ada sanak familinya atau bahkan dirinya sendiri berbuat dosa, dia harus mengorbankan domba atau lembu sebagai penebus salahnya. Dan darah domba itupun dicurahkan didepan Allah Bapa sendiri.

Jadi akhirnya, pesan natal ataupun yang menjadi renungan bagi diriku dan juga bagi keluargaku di tahun ini adalah mari menjadi saksi-Nya. Menceritakan kabar baik, bukan kabar bohong atau fitnah, menjadi berkat bagi banyak orang, dan menolong sebanyak mungkin orang dengan bakat atau talenta yang kupunyai. Tidak terlalu hiruk pikuk dengan segala macam perayaan-perayaan yang ada, tapi lupa bahwa Yesus sendirilah yang harus dirayakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...