Kamis, 05 Oktober 2017

Mendidik Anak Jangan Lihat Casingnya Dahulu



Kemarin pas berkunjung ke pekan yang ada di Sibolangit, untuk menemani dan mengantar sang Istri belanja keperluan mingguan kita,  aku ketemu dengan seorang anak yang sudah lama tidak berjumpa.  Sambil menunggu Istriku membeli segala menu-menu mingguan yang ada dalam otaknya,  aku menghabiskan waktuku bersama dengan anak didikku ini.  Dia juga ternyata sedang menunggu ibunya juga yang sedang berbelanja dan segala barang belanjaanya dititipin sama dia.

Aku menanyakan bagaiamana kabarnya dan berbagai hal lainnya.  Dia juga kembali bertanya ku,  kenapa Sir.. tidak masuk lagi ke kelas kami. Aku menjawab dengan simpel aja ke dia,  bahwa Sir sudah tidak dikasih ijin lagi sama Yayasannya Sir untuk bisa mengajar kembali di sekolah kita. Aku mencoba menjelaskan ke dia berbagai alasanku,  sambil melihat responnya atas apa yang telah kuucapkannya kepadanya.

Dan aksinya adalah biasa saja dan tetap kembali menanyakan segudang aktivitasku selama aku tidak masuk lagi ke mereka.  Yang ternyata selama ini pikiranku keliru menilai tentang anak ini.  Orangnya lumayan gemuk,  rambutnya  sebahu dan sepertinya tidak pernah menyentuh sisir untuk bisa kelihatan agak rapi, serta aksinya memang selalu lambat.  Terkesan anaknya jorok, padahal dirinya memang selalu berusaha menghemat pakaian seragamnya. Supaya orang tuanya tidak begitu banyak cuciannya. 

Dia menjelaskan kepadaku,  bahwa diriku ternyata sudah digantikan oleh seorang guru bahasa Inggris yang baru. Ketika kutanyakan, sudah berapa lama dia masuk,  siapa namanya,  dari mana dia berasal,  dia tidak bisa menjawab dengan tepat.  Dia kelabakan untuk menjawab segala yang berhubungan dengan angka-angka. Kutanyakan lagi siapa namanya..lagi-lagi dia menjawab,  kurang tahu siapa nama dari guru tersebut. Kucoba kroscek dengan temannya yang lain,  yang kebetulan sedang lewat,  tentang siapa dari nama guru tersebut. Ternyata dia juga tidak bisa menjawab diriku.  Karena memang.. Sang Ibu guru bahasa Inggris tersebut,  sepertinya tidak mau mengenalkan dirinya kepada anak-anak.

Atau apakah mungkin anak-anak sekarang sulit untuk mengingat sebuah nama.  Jadi meskipun sudah dijelaskan segala perihal tentang identitas guru tersebut,  mereka tidak mau ambil pusing tentang hal itu.  Sebab mungkin sudah tertancam dalam pikiran mereka,  bahwa ketika guru itu tersebut tidak lebih peduli kepada anak-anak,  dibanding dengan pelajaran yang dikembangkan,  niscaya si anak tidak akan mau berusaha untuk bisa mengenal siapa guru baru mereka ini. Apalagi ketika Sang Guru lebih asik sendirian dengan materinya, dibanding dengan memberikan penjelasan yang gamblang dan asik, niscaya si anak akan merasa lebih cepat bosan plus frustasi.

Perlu banyak strategi dan metode yang bisa digunakan oleh para guru dalam memberikan sejumlah materi yang hendak berikan.  Tidak cukup hanya kepada satu strategi,  harus dimunculkan berbagai macam kreativitas untuk bisa menjelaskan dari awal hingga akhir dari pembelajaran yang mengubahkan dia. Perlunya sejumlah aksi nyata dan tidak bersifat teoritis, satu arah yang parah, dalam menyampaikan pembelajarannya.

Kembali kepada si anak tersebut.  Iren namanya. Duduknya memang selalu di belakang dan selalu tampak serius ketika guru mulai menerangkan. Pernah kutegor dirinya,  tapi dirinya tidak ambil pusing dengan segala ocehanku kepadanya.  Tampaknya dia tetap tidak bergeming atas segala nasehatku kepadanya.

Tapi dia selalu berusaha untuk bisa menyesaikan segala tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak mau mencontek hasil orang lain dan memberikan hasil tugasnya,  meskipun salah semuanya tapi dia tetap enjoy.

Dia sepertinya menikmati proses pendidikan tanpa ada rasa beban yang begitu mengkuatirkan. Dibanding dengan teman-temannya yang suka balap-balapan dan tantangan lainnya. Dia tampil selalu yang paling belakang.

Meskipun tidak bisa tentang angka-angka, apalagi yang berbau tentang matematika, tapi dia adalah orang yang peduli kepada orang lain yang berada di sekitarnya. Dia mengatakan bahwa ada beberapa temannya yang sudah mulai malas untuk belajar. Mencoba memotivasi teman-temannya itu, supaya tetap semangat belajar. 

Artinya ketika ada murid yang ternyata memang tidak hebat disalah satu bidang,  jangan langsung menjudge bahwa dirinya pemalas atau steoreotype lainnya. Melainkan berusaha untuk mendorong dimana minat dan bakatnya yang kemungkinan potensial bila dikembangkan dengan sungguh-sungguh.

Kemudian, ada baiknya bagi para pendidik untuk bisa lebih mendekati para anak-anak didik tersebut diluar dari kelas. Mengunjungi rumahnya mereka,  mencoba berdikusi dengan orang tuanya untuk bisa menggali lebih dalam tentang segala potensinya yang terpendam.

Jangan hanya sibuk dengan segala tugas keadministrasian sekolah,  sehingga kita lupa mendidik anak-anak didik yang sudah dipercayakan kepada kita.

Semoga pendidikan kita bisa semakin lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...