Rabu, 11 Oktober 2017

OTT Marak, Orang Jujur Biasa Aja



Menarik melihat dan menyaksikan siaran ILC (Indonesian Lawyer Club)  besutannya Karni Ilyas, di TV One kemarin. Penilaianku tentang media TV One, ILC adalah satu-satunya acara yang masih berimbang pemberitaannya. Selalu menampilkan antara yang pro dan kontra tentang berbagai isu apapun yang dibuat. Kalau program yang lainnya cenderung malas melihatnya dan lebih memilih Metro TV untuk sekedar mengetahui peristiwa maupun isu yang sedang berkembang di bangsa ini.

Akhir-akhir ini, banyak peristiwa operasi tangkap tangan yang dikerjakan oleh lembaga anti rasuah, KPK.  Banyak kepala daerah maupun para pemegang kekuasaan di pemerintahan dan lain-lain merasa kuatir tentang hal ini. Takut terciduk kelakuannya dan segala niat jahat yang mau ataupun yang sedang proses dan bahkan yang sudah dilakukan hal tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat-DPR kita,  yang paling vokal bicaranya tentang fenomena-fenomena OTT ini. Dan sudah berhasilnya membuat Pansus Hak Angket kepada KPK. Sekarang sudah berakhir masa tenggang dari Hak Angket ini.  Alih-alih ingin menjumpai Bapak Presiden Jokowi, tapi beliau beranggapan untuk tidak perlu ketemu dan mencampuri ranah yang bukan ada di eksekutif.

Salah satu tokoh yang paling gencar menantang dan terkesan menyepelekan KPK adalah Masinton Pasaribu.  Tokoh politik dari PDI Perjuangan yang dapilnya adalah DKI Jakarta. Menyepelekan dengan menantang langsung KPK di depan pintu Gedung KPK, agar supaya dirinya segera ditahan. Pada beberapa kesempatan di acara ILC kemarin (10/10) mengatakan KPK adalah institusi yang cengeng dan manja. Dia menyatakan seperti itu, karena ketika KPK mulai diserang, KPK selalu minta bantuan masyarakat Indonesia, bahwa telah terjadi pelemahan KPK.

Tapi apakah benar demikian keadaannya. Ketika KPK dikritik, dikatakan bahwa mereka sepertinya tidak siap terhadap segala masukan tajam.  Tapi pada faktanya,  bahwa segala upaya kritikan tajam seperti upaya Hak Angket,  sebenarnya mengandung muatan untuk mengkerdilkan segala kekuatan yang sudah dimiliki KPK melalui undang-undang. Bersyukur upaya Hak Angket tidak sampai kepada harapan pencetus awal kegerakan ini,  hanya sebatas rekomendasi perbaikan-perbaikan atas segala kinerja KPK kedepannya.

KPK tidak anti kepada segala kritikan-kritikan tajam tapi yang membangun.  Bukan merongrong dengan sistematis untuk bisa melemahkan mereka. Seperti kebijakan operasi tangkap tangan yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh KPK. Hendaknya sesuai dengan standard operasional yang sudah ditetapkan. Tidak melangkahi setiap step atau langkah yang sudah ditetapkan. Dikatakan bahwa peristiwa OTT harus melalui rapat terlebih dahulu para komisioner Pimpinan KPK.
Kemudian langkah-langkah berikutnya.

Kebijakan penyadapan juga sepertinya menjadi polemik tersendiri lagi. Dikatakan bahwa pengkondisian tindakan penyadapan lebih mengarah kepada tindakan melanggar Hak Asasi Manusia. KPK seakan-akan menjebak para calon penjahat untuk segera melakukan aksinya. Seharusnya KPK bisa melakukan tindakan pencegahan dengan mengingatkan para calon penjahat korupsi ini untuk tidak melakukan tindakan perbuatan melawan hukum.  Dan tidak perlu sama sekali melakukan operasi tangkap tangan. KPK segera mengklarifikasi bahwa tindakan penyadapan dilakukan setelah adanya banyak laporan masyarakat.Kemudian melakukan cek lapangan,  benar gak laporan tersebut.

Perwakilan Golkar pada acara ILC kemarin,  berasumsi bahwa OTT yang sedang dikerjakan,  lebih kepada adanya sentimen tertentu kepada partai-partai tertentu.  Sehingga bisa dianalogikan dengan musim buah-buahan, seperti musim buah nenas, buah pepaya dan lain-lain.  Ketika musim nenas tiba, nenas seterusnya yang akan dipanen.  Demikian juga dengan Golkar, sepertinya KPK lebih bergiat menindak para kader Golkar yang kebetulan memimpin di daerah-daerah,  ketimbang partai yang lain.

Dan memang pada faktanya di lapangan bahwa para pemimpin daerah yang tertangkap tangan memang ternyata adalah kader-kader Golkar. Bahkan ketua umumnya saja, dibidik dan dijadikan tersangka. Meskipun si Bapak yang ditersangkakan tersebut memenangkan pra peradilan yang digelar kemarin. Dinyatakan bahwa status tersangka tersebut dinyatakan tidak sah,  dan berharap KPK mencabut status tersangka tersebut.

Dinyatakan KPK seharusnya bisa melihat-lihat dulu mana yang bisa menjadi tersangka dan mana yang tidak. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan ataupun kerugian kepada pihak korban. Apalagi Golkar merasa dirinya sedang diobok-obok KPK. Tapi akhirnya kalah di sistem pra peradilan. Seharusnya KPK bisa lebih berhati-hati membuat status tersangka kepada orang-orang tertentu.  Kekalahan KPK di sistem pra-peradilan, membuktikan keteledoran KPK yang semakin menjadi-jadi,  tidak belajar pada pengalaman lalu.

Tapi benarkah seperti itu. Memang KPK perlu perbaikan sana-sini.  Tapi tidak perlu mentolelir segala niat jahat yang sedang direncanakan. Ketika para kader partai, sang pemimpin daerah tersebut memang adalah orang jujur ngapain perlu takut diuber-uber oleh KPK melalui peristiwa OTT. Tapi ketika memang para anggota partai memang diisi oleh orang-orang prakmatis dan serakah dipastikan akan selalu merasa was-was ketika bertindak atau melakukan suatu kebijakan tertentu.

Memang sistem pemilihan kepala daerah sekarang ini tidaklah berbiaya murah. Harus menggelontorkan uang minimal 500 juta hingga milyaran uang untuk bisa memenangkan kontestasi pilkada tersebut. Dan untuk bisa mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan tersebut, tidak bisa tidak untuk korupsi.  Perlu sebenarnya dikaji untuk kemudian hari,  bahwa biaya Pilkada yang dikeluarkan tidaklah semahal sekarang.  Para parpol tidak perlu lagi menagih mahar para calon kepala daerah tersebut. Melainkan bekerja dengan maksimal untuk bisa memenangkan pemimpin yang mereka usung.

Dan terakhir di pilkada serentak yang akan diadakan tahun 2018 maupun 2019, bisa diisi oleh para kader anggota partai yang jujur serta suka mengayomi segala kebutuhan masyarakat. Sebab dengan orang seperti itu ketika dia diberi kesempatan untuk memimpin,  dipastikan bahwa dirinya tidak perlu lagi was-was ketika mengerjakan program pembangunan tertentu. Semakin ada perbaikan-perbaikan yang mungkin bisa dikerjakan kedepannya, seperti adanya biaya politik yang murah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...