Minggu, 17 Desember 2017

Melihat dan Belajar dari Teladan Hidup yang Telah Menjadi Berkat (A Special Tribute For Dorothy Irene Marx, Robert Charles Sproul & Y.M. Tose)


 


Mungkin benar istilah atau ungkapan ini. Yesteday is a History, Future is a mystery, and today is a present (gift). Masa lalu itu pastinya menjadi sejarah, sedangkan masa depan itu masih misteri. Tapi kehidupan di hari ini adalah sebuah anugrah atau berkat.

Kita dipastikan akan selalu menghidupi dan mengisi hari-hari kita disetiap harinya. Entah mengisinya dengan hal-hal bijak dan baik ataupun dengan hal-hal bodoh dan tidak bertanggung jawab dan bahkan mungkin kehidupan yang dipilihnya merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Harapannya, kehidupan kita bisa menjadi berkat. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi bermakna dan berharga bagi orang lain.

Sungguh sangat diberkati ketika melihat sosok jiwa yang sudah mengakhiri pertandingan hidupnya di dunia ini. Sesosok jiwa yang mau meninggalkan kenyamanan hidupnya, bahkan negaranya dan hak kewarganegaraannya kemudian pergi ke sebuah negara asing yang beda bahasanya, beda budayanya, beda cuaca dan musimnya. Dan segala sesuatunya tampak asing dan beda.

Di dalam ketidakpastian, tapi memillih tetap percaya bahwa Pencipta-nya selalui menyertai dan melindunginya kemanapun dia pergi dan melangkah. Akan tahu bahwa dia akan selalu kekurangan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari tapi tidak pernah meminta-minta dan hidup dalam kekuatiran. Pilihan hidupnya hanyalah percaya...percaya..dan percaya..kepada Sang Empunya Kehidupan.

Sosok itu tak lain dan tak bukan adalah seorang Ibu, yang sudah 60 tahun melayani di Indonesia. Juni 1957 awal beliau menjejakkan kaki di tanah pertiwi ini. Di tahun-tahun pelayanannya, menjadi seorang pendeta wanita  mula-muIa di GKI, merintis pelayanan di penjara, melayani ribuan mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Indonesia, dengan cinta kasih, dan tanpa pamrih menegakkan kebenaran-NYA. Ibu Dorothy Irene Marx akhirnya mengakhiri hidupnya hari ini (17/12).

Kemudian seorang Bapak, yang bernama Robert Charles Sproul yang lahir 13 Februari 1939 lalu, yang adalah seorang teolog Calvinis, pengarang buku dan seorang pendeta dari Amerika. Kekonsistenannya dalam mendalami dan memahami Alkitab-nya, sehingga ia menjadi sosok yang patut untuk ditiru. Berkarya melalui tulisan-tulisannya, pengajaran-pengajaran yang disampaikan yakni Firman Tuhan, melalui radio-radio, maupun televisi ke seluruh dunia. Bapak R.C. Sproul juga dipanggil Sang Maha Khalik, pada 14 Desember lalu. Pengajaran dan tulisannya banyak menolongku untuk memahami siapa Sang Juru Selamat itu.

Di moment-moment natal ini juga, seorang bapak sekaligus rekan sekerja kami, juga dipanggil Sang Maha Kuasa. Pada peristiwa naas yang menimpanya pada  6 Desember lalu, sewaktu berkendara mengalami tubrukan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Akupun meninggalkan segala kesibukanku untuk bisa meninjau langsung keadaannya dan memastikan bahwa beliaulah yang sedang mengalami musibah tersebut.

Ada banyak berkat atau pelajaran yang kupetik dari peristiwa kepergian rekan sepelayanan kami ini. Mulai dari penggenapan dari sebuah kitab Pengkhotbah, dikatakan lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Kemudian dipertegas lagi dalam bahasa sehari-hari, bahwa orang bodoh terus mengejar kesenangan; orang arif selalu memikirkan kematian.

Sebab ada banyak kata-kata penghiburan dan penguatan yang bisa kita dengarkan di dalam rumah orang berduka. Mulai dari apa yang dikatakannya, pengalaman hidupnya dan kesehariannya akan diceritakan kembali untuk bisa mengenang hidupnya sekaligus memberikan penghormatan terakhir kepadanya.

Dan bagi kita yang mendengarkan sungguh sangat diberkati dengan teladan hidup yang diberikan. Kesederhanaannya, perhatiannya kepada setiap orang bahkan gereja-gereja, menjadi seorang bapak yang kasihnya melebihi perhatian seorang bapak kandung sekalipun, menjamu dengan baik sekali setiap orang asing yang baru pertama kali ketemu, dan banyak hal-hal lainnya, sehingga beliau menjadi inspirasi bagi orang yang mengenalnya.

Ada satu pesan yang kuat yang disampaikan pada saat kata-kata penghiburan tersebut. Yakni kata “kehadiran”. Dimanapun, sejauh apapun, kapanpun, sesulit apapun, tempat yang akan dituju, ketika ada suatu acara, beliau pasti akan berusaha untuk datang menghadiri acara tersebut. Meskipun dengan ekonomi yang terbatas, beliau akan mencari akal untuk bisa tiba di tempat acara itu.

Dikatakan lagi, bahwa beliau tidak punya kecakapan khusus, seperti bernyanyi, pandai berbicara dan memukau orang-orang banyak, tapi satu yang beliau punya yakni kehadiran. Kehadirannya memberikan kecerian, kehadirannya memberikan senyum bagi orang yang mengundangnya, kehadirannya memberikan semangat, dan sukacita tersendiri.

Beliau kampungnya bukan disini, di Sibolangit, tapi jauh di daerah pedalaman Sulawesi sana. Ketika dia pergi ada banyak kata-kata simpati yang keluar, bukan hanya dari keluarga dekat, rekan-rekan sekerja, tapi hampir seluruh masyarakat yang mengenalnya, sangat mengasihi satu sosok beliau. Banyak orang yang mau berjerih lelah dan memberikan bantuan sebisa mungkin.

Memang sewajarnya ketika ada orang yang baik pasti mendapatkan balasan yang baik. Tapi bagaimana dengan mereka yang mengisi hidupnya dengan hal-hal yang tidak baik, seperti mabuk-mabukan, mencuri, berjudi, pembohong, penyebar berita-berita hoax dan fitnah,  menjelek-jelekkan orang. Kemudian miskin lagi.

Pernah ada cerita pengalaman teman, dimana dia harus meninggalkan iman ke kristenannya, karena merasa kepahitan dengan oknum gereja dimana mereka beribadah. Pada saat kematian papanya, pihak gereja sama sekali tidak mau datang menghibur dan melayani keluarga mereka. Karena kondisi keluarganya yang sangat miskin. Alhasil mereka harus mengurus sendiri pemakaman papanya tanpa mendapatkan pelayanan yang semestinya harus diberikan gereja.

Seharusnya sesuatu hal yang tidak baikpun dilakukan, tidaklah sewajarnya bagi kita manusia yang masih hidup membalaskan kejahatan dengan kejahatan. Melainkan mencoba terus mengasihi, meskipun akhirnya mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Menawarkan bantuan seiklas mungkin tanpa ada pamrih tertentu. Meskipun akhirnya rugi tapi tidak merasa hal itu menjadi beban. Melainkan menjadi sukacita tersendiri dan menganggap bahwa itulah bagiannya.

Belajar dan menghidupi teladan dari orang-orang yang sudah menjadi berkat itu penting. Dan seharusnya hal itu kita lakukan. Dan tidak sedikit juga orang, yang akhirnya memilih untuk tidak menjadi baik. Dan akhirnya hidupnya berakhir tragis. Tapi hendaknya pilihan kita adalah untuk tidak mengikuti jejaknya apalagi mengutukinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...