Minggu, 03 Desember 2017

Banjir Melanda Isyarat Pemimpin Yang Gagal Atau Masyarakat?


 
Kemarin banjir melanda kota Tebing Tinggi dan daerah sekitarnya, bahkan sudah mau mencapai ketinggian satu meter. Akibat hujan yang deras terus menerus sehingga arus sungai naik, parit-parit atau gorong-gorong yang sudah lama stagnan, tidak mampu lagi menahan curahan hujan tersebut.

Akibat dari banjir ini juga mengharuskanku untuk menunggu lama mama mertua yang mau datang berkunjung ke kotaku. Beliau mengatakan bahwa mereka lama berhenti di Tebing Tinggi. Aku tidak tahu awal biang keterlembatannya. Ternyata setelah melihat foto rekan-rekan yang ada di media sosial, baru ku tahu bahwa banjirlah penyebabnya.

Banyak dampak yang ditimbulkan dari peristiwa banjir ini. Mulai dari kerugian waktu yang harus tersita lama, baik untuk jaga-jaga, apakah airnya akan semakin naik lagi. Ataupun setelah banjir mulai surut dipastikan keluarga demi keluarga akan melakukan pembersihan sana-sini. Kerugian tenaga dan banyak hal lainnya juga yang akan dikorbankan. Mulai dari fisik dan jiwapun turut disita kestabilannya.

Jika tidak siap dengan hal itu, maka penyakitpun mulai berdatangan. Penyakit kulit, gatal-gatal dan lainnyapun akan mulai menghampiri setiap warga yang ada.


Kondisi yang sedang terjadi di Kota Tebing Tinggi, ternyata sudah merebak hampir merata di seluruh kota-kota besar yang ada di Indonesia. Masih ingat kejadian yang di Bandung setahun yang lalu.   Kucoba juga menuliskan tentang hal itu dan dimuat di Kompasiana. Akibat dari banjir bandang yang datang, mobil-mobil pun bisa diangkutnya sampai ke depan pagar maupun di rumah warga tersebut. Melalui tulisan itu mencoba menyindir seorang kepala daerah, yang katanya sukses dalam membangun kota Bandung, Ridwan Kamil. Yang sekarang sosoknya ingin mengajukan diri menjadi seorang calon gubernur Jawa Barat.

Masalah banjir sebenarnya adalah masalah klasik, yang memang dari sononya dulu peristiwa ini juga terjadi. Bahkan peristiwa itu terjadi di zaman para nabi dulu, yakni zaman nabi Nuh. Bahkan dia disuruh untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana yang maha dasyat tersebut. Membuat sebuah bahtera yang bisa menampung banyak binatang supaya tidak binasa. Karena ketaatannya kepada Tuhannya, maka manusia dan binatang bisa diselamatkan dan tidak mengalami peristiwa yang  mengerikan tersebut.

Masyarakat juga tidak terlepas berkontribusi aktif sehingga mengakibatkan banjir melanda. Akibat dari gaya hidup yang membuang sampah sembarangan. Tidak menjaga lingkungannya seefektif mungkin, dan terkesan melakukan pembiaran-pembiaran. Belum memiliki kesadaran yang datangnya dari hati. Melakukan pembalakan hutan secara massif, penebangan pohon-pohon tanpa melakukan proses reboisasi. Dan banyak hal lainnya, akibat dari eksploitasi lingkungan atau sumber daya alam secara berlebihan.

Tapi terlepas dari semuanya itu, seorang pemimpin daerah atau kepala daerah juga punya peran yang sangat signifikan dalam menangani masalah tahunan daerahnya, yakni kebanjiran. Pastinya dimasa-masa kepemimpinannya dari tahun ke tahun, apakah akan tetap setia menonton kebanjiran yang melanda daerahnya. Atau bergerak melakukan perbaikan-perbaikan saluran air yang ada, pembersihan-pembersihan sungai atau parit-parit maupun ugorong-gorong  di sisi bahu jalan.

Tidak mengejar sarana pembangunan seperti pusat-pusat perbelanjaan yang bisa berdiri megah, dengan mengorbankan banyak titik-titik lokasi daerah serapan air. Tidak melakukan penataan dan kajian yang mendalam ketika adanya tawaran kerja sama yang menggiurkan yang dilakukan pengembang untuk mendirikan gedung-gedung bertingkat. Hanya untuk menerima keuntungan atau pemasukan yang sementara saja. Baik pemasukan yang bersifat legal maupun yang bersifat illegal.  Apalagi pemasukan yang tujuannya hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Seorang pemimpin visioner sekaligus yang memiliki karakter seorang pelayan, dipastikan akan sanggup mengatasi segala permasalahan yang ada di daerahnya. Termasuk masalah banjir tersebut. Bukan hanya mengatasi, tapi mampu melihat ke depannya kota ini atau kota yang dipimpinnya, lima tahun lagi akan menjadi seperti apa.

Bukan hanya sibuk  mencari popularitas, membuat jargon-jargon yang gampang diingat, atau visi misi yang tampaknya mantap tapi miskin implementasi. Sering menyalahkan pemimpin masa lalu, atau menyalahkan orang lain, tanpa berpikir bahwa dialah yang sekarang memegang penuh kendali.

Apalagi ketika memiliki seorang pemimpin yang kesibukannya di tahun pertama dan kedua adalah untuk mencari pengembalian modal yang sudah dikeluarkannya sewaktu kampanye dulu. Kemudian di masa tahun ketiga dan keempat dan bahkan di tahun kelimanya melakukan pengumpulan modal untuk kampanye di periode berikutnya. Tanpa lupa melakukan pencitraan yang luar biasa di seluruh wilayah kekuasaannya. Menggunakan SARA dan Agama sebagai andalannya untuk bisa menaklukkan lawan-lawan politiknya. Yang pada ujung-ujungnya, mengakibatkan banyaknya keterlupaan dalam membangun wilayahnya. Pemimpin dengan kapasitas seperti itu, sangatlah patut untuk tidak dipilih kembali oleh masyarakat yang ada pada masa-masa pemilihan ini.

Ketika banjir sudah terjadi, mari para pemimpin daerah segera merenung dan bertindak untuk mencegah supaya banjir ini tidak terulang kembali di tahun berikutnya. Berusaha menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman serta ditumbuhin oleh banyaknya tanaman-tanaman hijau sehingga adanya kesegaran di seluruh wilayah kekuasaanya. Tidak mengorbankan daerah serapan terbuka hanya untuk mengejar keuntungan yang sesaat dengan membangun gedung-gedung bertingkat. Dan banyak hal kreatif lainnya yang mungkin bisa dikerjakan.

Sebab ketika banjir masih terus terjadi di setiap tahunnya dan bahkan dari tahun-ke tahun, dimana ketinggian airnya selalu menaik, maka bisa dipastikan bahwa letak kesalahannya ada pada pemimpin daerah tersebut. Mari supaya tidak disalahkan dan dicap menjadi pemimpin yang gagal, segera melakukan perbaikan ataupun pembersihan tanpa pernah melakukan pengabaian sedikitpun.

Kemudian rajin-rajin turun ke bawah melihat fakta kenyataan yang sebenarnya terjadi. Jangan hanya percaya saja terhadap laporan-laporan anak buah tanpa pernah melakukan cross check kondisi di lapangannya bagaimana. Sebab laporan-laporan tersebut datanya bisa dipermak supaya nampaknya berhasil tapi tidak berhasil.

Penulis adalah pengajar dan sekaligus pemerhati masalah sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...