![]() |
sumber gambar : www.qureta.com |
Di
dunia ini hanya ada dua yang tidak pernah berubah, pertama adalah Tuhan Yesus
sendiri dan yang kedua adalah perubahan. Kalau yang pertama pasti tidak akan
pernah kita ragukan lagi. Sebab Dia sendiri tidak pernah berubah, Dia sama,
dahulu sekarang dan masa yang akan datang juga. Sedang yang kedua adalah
perubahan. Ini juga sudah pasti. Segala sesuatu di dunia ini pasti mengalami
yang namanya perubahan. Baik itu manusia, tumbuhan atau hewan, pasti mengalami
yang namanya perubahan. Manusia sendiri mengalami siklus perubahan dari lahir,
tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya mati.
Hari
ini tidak kebetulan, Bible Reading-ku
sedang berada di nats I Raja-raja 13. Dengan perikop besar diatasnya “Abdi
Allah dari Yehuda”. Firman Tuhan ini sangat tajam menyinggung antara perbedaan
gaya kepemimpinan seorang muda dan seorang tua.Sebelum aku masuk ke pembahasan
yang lebih lanjut, aku pernah mendapatkan sebuah konsep kepemimpinan sewaktu
aku masih aktif di dunia Pelayanan Mahasiswa Kristen (PMK). Dan memang sangat
krusial dan harus dilakukan pertama sekali ketika kita diberi kesempatan untuk
memimpin suatu organisasi pelayanan. Bahwa tugas pertama seorang pemimpin
adalah mempersiapkan generasi selanjutnya. Sebab masa pelayanan yang sangat
singkat yaitu hanya satu tahun di PMK, maka tugas yang pertama dan yang utama
sebelum tugas-tugas yang lain dikerjakan seorang pemimpin adalah mencari pemimpin
pelayanan berikutnya.
Mentor
rohani saya secara tidak langsung, Pak Bambang, menyatakan bahwa delegasi adalah
alat atau tool yang paling kuat yang
pernah dimiliki oleh seorang pemimpin. Dan pemimpin yang tidak dapat atau tidak
mau untuk mendelegasikan kepemimpinannya, berarti dia sedang menciptakan
kondisi seperti leher botol, yang sempit atasnya tapi sangat banyak atau lebar
badannya. Artinya sebenarnya banyak potensi yang dibawahnya tapi karena gak
diberi kesempatan berproduktivitas, akhirnya sangat sulit untuk bisa
berkembang.
Jadi
mengapa seorang pemimpin gagal untuk mendelegasikan dengan efektif. Beliau lebih
lanjut menjelaskan bahwa ada delapan
penyebabnya. Pertama, ketidakamanan atau ketidaknyamanan; kedua, tidak
mempercayai orang lain; ketiga, tidak memiliki kemampuan untuk melatih orang
lain; keempat, sangat menikmati dalam melakukan tugas secara sendiri; kelima,
kebiasaan; keenam, tidak memiliki kemampuan dalam menemukan seorang yang lain
yang bisa mengerjakan hal itu; ketujuh, lemah dalam mengelola waktu, dan yang
terakhir, memiliki sebuah Mindset “aku bisa kok mengerjakannya dengan sangat
baik”. Hal itu tidak akan saya bahas, tapi cukup merupakan suatu perenungan
bagi kita bersama.
Saya masuk kepada beberapa point
dari konteks nats alkitab yang saya baca dan renungkan hari ini. Ada seorang
abdi Allah (The Man of God), dia seorang muda dan langsung mendapatkan
Perintah Tuhan dengan jelas. Dia harus pergi menyatakan kesalahan seorang
raja yang baru saja dilantik dan menubuatkan hal-hal yang akan terjadi kepada
mezbah kejijikan buatannya dan juga hal yang akan terjadi kepada keluarganya.
Bahkan tanda-tanda ajaib yang diperkatakan oleh nabi muda itu, langsung terjadi pada saat ia menegor sang raja
tersebut. Lebih hebatnya lagi, ketika sang raja menyuruh untuk menangkap nabi
muda itu, tangan sang raja tiba-tiba berubah menjadi kejang, tidak dapat
ditarik kembali, sampai dia memohonkan kepada sang nabi muda itu untuk meminta
belas kasihan Tuhan, supaya tangannya normal kembali.
Hal yang dapat saya ambil dari sini
adalah bahwa seorang muda itu punya potensi yang sangat luar biasa. Bahkan
ketika Allah memakai orang muda, banyak pekerjaan yang bisa langsung
diselesaikannya dengan baik. Tidak merasa ragu dan bimbang atau memiliki banyak pertimbangan. Serta
tidak memiliki rasa takut, lihat yang
aku tegor ini seorang raja loh, bisa-bisa
sang raja yang akan aku tegor
langsung menggantungku mati. Tidak memiliki perasaan ini, tapi yang penting
baginya ketika Tuhan yang berbicara yah langsung saja dieksekusi.
Yang kedua, Tuhan punya perintah
yang kedua buat nabi muda itu. Bahwa dia tidak boleh makan roti atau minum air
maupun tidak boleh kembali melalui jalan yang telah dilaluinya. Awalnya kepada
ajakan sang raja, untuk mampir ke istananya dan makan minum disana,
permintaannya sang raja tersebut bisa ditolaknya. Bahkan bisa memberi pernyataan balik yang sungguh mencengangkan,
bahwa sekalipun setengah dari istanamu kauberikan kepadaku, aku tidak mau
singgah kepadamu.
Tapi
kepada ajakan sang nabi tua, untuk mampir ke rumahnya dan makan minum disana,
sang nabi muda tidak bisa menolak permintaannya. Sebab si nabi tua mengaku-aku
bahwa dia juga mendapatkan perintah Tuhan bahwa sang nabi muda itu harus
singgah dirumahnya. Ada kebingungan
rohani yang dialaminya. Bahwa perintah yang pertama seperti ini sedangkan perintah kedua seperti
itu. Mana yang harus diikuti. Memang diakui bahwa seorang muda itu, masih minim yang namanya pengalaman, sehingga gampang untuk
mudah percaya kepada orang lain. Tidak bisa membedakan mana perintah Allah yang
murni dan sungguh-sungguh dan mana perintah manusia (mengaku perintah Tuhan).
Dari
hal ini juga bisa kita dapatkan pelajaran,
terkadang pemimpin tua juga selalu merasa bahwa dirinya akan terus memegang
otoritas penuh terhadap suatu hal. Sehingga
lupa bahwa eranya seharusnya sudah berakhir, dan memberikan kesempatan
kepada yang lebih muda untuk berkarya dan melanjutkannya. Nabi tua itu
seakan-akan mau memaksa nabi muda untuk melakukan kehendaknya, bukan kehendak
Tuhan. Tapi apa yang terjadi kemudian. Sang nabi muda itu harus mati
dicabik-cabik oleh singa, karena telah memberontak terhadap titah Tuhan dan
tidak berpegang pada segala perintah yang diperintahkan oleh Tuhan Allah.
Jadi
sebenarnya hanya ada dua hal yang bisa dipelajari dari konteks nats ini. Yang
pertama meskipun orang muda itu masih miskin akan pengalaman, tapi seharusnya
diberikan kesempatan untuk memimpin. Sebab dengan kesempatan itu, sang pemimpin
muda akan bisa membuktikan bahwa dirinya ternyata memang bisa. Tapi kalau pintu
kesempatannya ditutup jangan harap terjadi pendelegasian kepemimpinan.
Yang
kedua kepekaan. Kita sebagai orang muda harus memiliki kepekaan penuh. Peka
akan suara Tuhan dan mana yang bukan suara Tuhan. Sehingga perjalanan
kepemimpinan kita bisa berlanjut terus dan ketika tiba saatnya untuk
mendelegasikan kembali kepemimpinan kita, sudah dengan sangat baik kita
mempersiapkan segala sesuatunya.
Jadi,
akhir dari tulisan saya ini...Beri kami kesempatan...atau kami akan mati...(GIVE
US A CHANCE OR WE WILL DIE).
Sibolangit,
16 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar