Gubernur Lemhanas, Bapak (Purn)
Agus Widjojo pernah mengeluarkan statement
bahwa hampir 90 persen masyarakat kita bisa menjadi penyebar hoax atau berita
bohong. Sebab masyarakat sangat jarang untuk melihat maupun membandingkan antara
satu berita dengan berita lainnya.
"Penyebar berita
bohong dengan niat tidak baik hanya berpengaruh 10 persen, lainnya 90 persen
adalah kita yang menyebar berita bohong bila kita percaya dan menganggap bahwa
jika sesuatu yang segaris dengan keinginan saya, atau bahwa saya tidak suka dengan
sesuatu, itu saya sebarluaskan," kata Agus di Istana Wakil Presiden,
Jakarta, Senin 28 Agustus 2017.
Sungguh angka yang
sangat fantastis, sebab ternyata kita bisa terindikasi penyebar berita bohong. Bahkan
masyarakat yang sudah setingkat menteri aja pun, pernah menjadi pelaku dan
penyebar berita hoax. Gak tanggung-tanggung,
si Bapak yang mantan pejabat di kementerian bidang Komunikasi dan Informatika
lagi. Artinya beliau saja yang sudah sebegitu inteleknya dan dan pastinya sudah
paham betul, masih bisa terjebak dalam penyebar berita hoax. Beliau mengaku mendapatkan foto-foto tersebut dari seorang
teman yang ada di Komisi III DPR RI. Kemudian menyebarkannya dalam akun media
sosialnya.
Beliau memang
sepatutnya harus meminta maaf dan mengklarifikasi segala kekeliruannya. Sebab sangat
beda pengaruh antara orang biasa dan seorang tokoh yang sudah sangat terkenal,
jika terindikasi jadi penyebar berita konten bohong.
Kalau orang biasa,
yang pastinya tidak begitu dianggap untuk bisa dijadikan bahwa itu benar
adanya, tapi kalau sudah menyangkut penyebarnya adalah seorang tokoh masyarakat
dipastikan data dan keakuratannya pasti tinggi.
Kembali kepada
pernyataannya Bapak Gubernur Lemhanas, bahwa 90 persen penyebar hoax adalah
orang-orang yang segaris keinginannya dengan berita bohong tersebut. Artinya
meskipun itu tidak benar, jika itu bisa memuaskan hasrat dan keinginannya dan
itu senada dengan yang ada dipikirannya, pasti dipastikan ia akan segera
berbagi konten bohong tersebut.
Sebab memang pada
faktanya, ketika kita bisa menyukai suatu postingan tertentu, apalagi ketika memutuskan
untuk berbagi, dipastikan bahwa postingan tersebut menyentuh atau mengena hati
kita. Atau senada dengan apa yang kita pikirkan. Dan kemudian supaya bisa
mengungkapkan bahwa itulah ungkapan hati atau diri kita kepada publik kita
akhirnya menyukai dan berbagi melalui akun media kita.
Hitung-hitungan Bisnis
Memang tidak bisa dipungkiri
ketika kita sudah punya banyak follower
atau fans pada akun kita,bahkan kalau
mencapai angka jutaan dipastikan kita bisa menarik keuntungan dari itu. Akun
tersebut bisa menjadi media iklan bagi suatu produk apapun. Sebab ketika produk
atau jasa tersebut dimuat di akun media sosial yang punya pengikut banyak,
dipastikan hal yang dipromosikan itu akan mendadak terkenal. Apalagi kalau
produknya menjadi viral akan bisa menambah bonus-bonus dari si pengguna jasa
akun tersebut.
![]() |
13 Youtuber Millioner |
Seperti yang terjadi pada tiga belas YouTuber pada tahun 2015 berpenghasilan
paling tinggi, ketika digabungkan totalnya mencapai US$54,5 juta (sekitar Rp708
miliar). Sebab mereka mampu membuat konten-konten yang bisa memikat
jutaan orang tertarik untuk terus menyaksikan tayangan dalam video mereka di Youtube. Dengan hal itu mampu mengundang
banyak pihak untuk beriklan di kanal mereka dan tentunya bisa menghasilkan
keuntungan finansial.
Kasus Saracen adalah
salah satu. Sebuah media berita online yang dengan menyebarkan berita hoax atau bohong, mereka bisa mendapatkan
pundi-pundi uang. Sebab mampu mengakomodir kepentingan dari si pengguna jasa
Saracen dalam menyebarkan dan bahkan memviralkan suatu content bohong. Meskipun dengan modal puluhan juta, tidak sebanding
dengan dampak yang diakibatkannya, si pengguna jasa tersebut, dipastikan bisa mengeruk
keuntungan dari situ dan bahkan bisa mempengaruhi opini publik.
Yang oleh Bapak
Rudiantara sendiripun mengatakan bahwa Saracen bukan hanya sekedar penyebar
berita hoax, melainkan lebih dari sekedar hoax. Sebab tujuan mereka murni untuk
memojokkan satu pihak dan bahkan menghasut mereka.
“Memberikan
berita palsu seolah menyerang suatu kelompok dan mengadu dengan kelompok lain. Jadi
ini bukan sekadar hoaks,” ujar Rudi dalam acara Satu Meja yang
ditayangkan Kompas TV, Senin (28/8/2017)
malam.
Juga akun Facebook Jonru Ginting, yang
telah memanfaatkan akunnya untuk menjadi bisnis baginya. Dia mengaku punya follower sebanyak tujuh juta
akun. Menyediakan sejumlah kontak-kontak yang bisa dihubungi untuk bisa
beriklan melalui akun media sosialnya. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.
Berita
Hoax dan Implikasinya
Pentingnya suatu berita yang menarik seperti
yang terjadi di Myanmar saat ini. Untuk menjadikannya menjadi sebuah komoditas
dagang yang pasti bernilai jual tinggi ketika bisa diberitakan. Mencampurkan banyak
bumbu-bumbu sedap untuk bisa menarik sebanyak mungkin orang untuk bisa prihatin
akan kondisi tersebut.
Ketika pemberitaannya bisa tepat dan
sesuai dengan fakta, tentunya hal tersebut tidaklah menjadi suatu masalah. Tapi
ketika ada unsur untuk bisa memojokkan satu kelompok, pastinya hal tersebut
sudah menjadi berita hoax bahkan
lebih dari sekedar hoax seperti Bapak
Rudiantara katakan.
Berita Hoax wajib kita lawan secara
bersama-sama. Sebab implikasi dan dampaknya sangatlah luas. Seperti yang
baru-baru ini terjadi. Akibat dari pemberitaan kasus Rohingya yang berlebihan,
akhirnya muncul aksi damai sejuta umat di Candi Borobudur. Dan pemerintah
menentang hal itu dan tidak memberikan ijin untuk melakukan aksi damai. Sebab tidak
memberikan dampak langsung apapun untuk kemajuan pelayanan kemanusiaan yang ada
di Rohingya.
Ketika ada muncul sebuah berita hoax, kita sebagai masyarakat yang
cerdas untuk mencari fakta dan kebenarannya lebih lanjut. Dan ketika berita
tersebut sesuai dengan ekspresi hati dan keinginan terdalam kita, mari kita
untuk mengkroscek ke media berita lain yang ada, sebelum akhirnya kita
memberitakannya melalui akun media sosial
kita. Sehingga kita tidak menjadi agen Hoax
me.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar