Jumat, 08 September 2017

Perjuangan Kenangan Berkat dan Intropreksi



Kemarin ibunda dari rekan sekaligus sahabat seperjuangan telah dipanggil untuk menghadap Tuhan. Hari ini (8/9) diadakan ibadah penghiburan di rumahnya. Sebagai wujud ekspresi untuk bisa merasakan duka yang sedang dialami. Berempati dan memberikan dorongan serta motivasi kepada sahabat ini. Salut kepada hamba-Nya ini, sebab meskipun didalam kedukaannya, beliau masih menunjukkan loyalitas dalam memberikan pelayanan kepada kami yang datang berkunjung. Jadi tak heran, melihat segala usahanya berjalan dengan baik dan bahkan semakin maju.

Dan spirit inilah yang mungkin ditularkan oleh orangtua sahabat kami ini. Terutama Ibunda yang barusan pergi menghadap Sang Empunya kehidupan. Jiwa melayani, suka berbagi, ramah, dan selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada setiap orang yang mengenalnya. Mendatangkan kenangan yang baik bagi kita yang mendengarkan maupun melihatnya. Seperti dalam Kitab Amsal yang menyatakan bahwa kenangan kepada orang benar mendatangkan berkat.

Untuk menjadi orang benar dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Ada begitu banyak tantangan dan persoalan yang datang silih berganti. Sebab ketika kita akan mendapatkan suatu kesuksesan dipastikan ada kesukaran yang harus dihadapi. Ditiap-tiap kesuksesan yang kita dapatkan dipastikan akan ada kesukaran yang sedang menanti.

Seperti ketika sukses untuk mendapatkan anak, dipastikan akan menghadapi persoalan bagaimana mencukupkan kebutuhan nutrisinya dan kebutuhan pendidikannya. Kemudian setelah menyelesaikan pendidikannya, dipertanyakan bagaimana nanti pekerjaannya. Sukses mendapatkan pekerjaan, timbul lagi pertanyaan, bagaimana nanti jodohnya; dan setelah mendapatkan jodoh, apakah nanti akan dikaruniai seorang anak, atau tidak. Dan begitu seterusnya siklus kehidupan yang akan kita hadapi.

Ada dua yang tidak bisa kita tentukan didunia ini yakni tentang lahir dan kematian kita. Yakni lahir dari orangtua yang bagaimana, dinegara mana, atau juga, mati dengan cara bagaimana dan dimana. Ada orang yang lahir di tengah keluarga yang super kaya, tapi ada juga yang di tengah keluarga yang sangat bersahaja. Ada orang yang lahir dari kalangan pejabat sampai yang lahir dari kalangan orang biasa.

Begitu juga dengan kematian. Ada orang yang mati karena kecelakaan, karena sakit dan juga bisa karena sistem yang tidak baik. Contohnya yang baru-baru ini terjadi. Membaca status Birgaldo Sinaga. Tampak begitu berhati-hati sekali dalam mengungkapkan kasus kematian seorang bayi di Jakarta. Sebab sudah banyak contoh ketika menuliskan suatu hal yang menjelekkan satu rumah sakit tertentu, hampir dipastikan orang yang men-share­ postingan itu, akan berhadapan dengan undang-undang ITE. Dengan judul pencemaran nama baik.

Birgaldo menuliskan kronologi kejadiannya dari awal hingga akhirnya si bayi malang tersebut meninggal. Dan berusaha tidak memberikan tendensi khusus kepada pihak rumah sakit, hanya mencoba mengklarifikasi hasil sharing yang ia dapatkan langsung dari si Ibu korban. Dan didapati ternyata demikian adanya.

Aku belajar banyak dari kasus kematian bayi malang ini. Belajar dan mencoba mengetahui istilah-istilah baru dalam dunia kesehatan yang selama ini kuabaikan. Seperti istilah PICU dan NICU. Hal ini wajib kuketahui, sebab aku juga punya anak, tidak mau mengalami hal yang sama.

NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric Intensive Care Unit) adalah ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan anak-anak yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital. NICU adalah fasilitas untuk bayi yang baru lahir yang mengalami kelahiran premature serta berat badannya yang dibawah ideal. Sedangkan PICU untuk anak-anak dimulai dari 28 hari hingga 14 tahun.

Layanan PICU sendiri merupakan pelayanan intensif untuk anak yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital. Anak yang harus dirawat di PICU adalah mereka yang mengalami : masalah pernafasan akut, kecelakaan berat, komplikasi, kelainan fungsi organ.

Untuk kasus si bayi malang tersebut adalah bahwa karena ketiadaan uang dari orang tuanya untuk bisa mendapat pertolongan intensif dengan PICU. Pihak rumah sakit membebankan biaya administrasinya sebesar Rp. 19.800.000,- agar si bayi segera mendapatkan pengobatan melalui fasilitas itu. Si orang tua sudah mengupayakan uang sebanyak lima juta dari tabungan mereka di pagi-pagi hari sekali, tapi tidak diterima pihak rumah sakit. Dan berjanji disiang harinya akan segera melunasi seluruh kekurangannya di siang harinya. Tapi pihak rumah sakit bergeming, tidak mau menerima hal itu.

Akhirnya berpindah dan mencari rumah sakit yang menyediakan layanan PICU. Ketika sudah ketemu menjelang siang, si anak sudah tidak tertolong lagi. Dan akhirnya orang tuanya semakin menangis histeris, sebab ternyata anak pertamanya juga sudah dipanggil terlebih dahulu.

Gimana dengan layanan BPJS yang sedang digencar-gencarkan pemerintah kita saat ini. Ternyata masih banyak rumah sakit yang tidak mau melibatkan BPJS dalam pembiayaan pengobatan masyarakat. Sempat kudengar bahwa pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit bahkan sampai memberikan sanksi dengan pembekuan layanannya, untuk  yang tidak menyediakan layanan BPJS di faskesnya. Tapi tampaknya hal itu masih ucapan kosong semata.

Kembali kepada point saya bahwa perjuangan orang benar, ketika bisa hidup dengan benar dalam praktek sehari-hari, dipastikan akan mendatangan kenangan yang sangat baik bagi kita yang ditinggalkan. Apalagi perjuangan hidupnya, ditambah dengan menghidupi nilai-nilai kebaikan, pantang menyerah, tekun, ulet, yang pastinya nilai-nilai itu akan tertransfer kepada orang-orang mendengarnya. Ada suatu legacy yang ditinggalkan kepada generasi penerus yang tidak akan busuk dimakan oleh waktu dan zaman.

Seperti yang pernah terjadi di Amerika, dalam sebuah survey yang dilakukan kepada dua orang tokoh, yakni Jonathan Edward dan Max Jukes. Sejak masa hidup mereka hingga kepada keturunannya, didapatkan bahwa :

Jonathan Edwards

Ia mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya, ia hidup takut akan Tuhan. Pengkhotbah Kebangunan Rohani terkenal abad 18. Didapati bahwa  tidak ada keturunannya yang merugikan Negara, semuanya memberi keuntungan yang tidak ternilai buat negaranya.

Ia mempunyai 1000 lebih keturunan : 13 orang menjadi rector, 65 orang menjadi professor, 3 orang terpilih sebagai senator Amerika Serikat/ anggota DPR, 30 orang menjadi hakim, 100 orang menjadi pengacara, 75 orang menjadi perwira militer, 100 orang menjadi pendeta, 60 orang menjadi penulis terkenal/ penulis buku terlaris, 80 orang memegang peranan penting dalam berbagai instansi/ pemuka masyarakat, termasuk menjadi gubenur, 66 orang dokter, 135 orang editor, 1 orang penerbit, lebih dari 100 orang misionaris, 80 orang memiliki kantor public, 1 orang menjadi wakil presiden AS, 1 orang menjadi istri presiden AS, 1 orang penilik keuangan AS.

Max Jukes

Ia seorang ateis/ seorang yang tidak takut akan Tuhan, ia tidak beriman pada Tuhan, dan hidupnya tidak mempunyai prinsip, ia tidak percaya Firman Tuhan, dan tidak pernah datang ke gereja. Ia tinggal di New York. Ia menikah dengan seorang yang juga tidak takut akan Tuhan, mereka tidak pernah membawa anak-anak mereka ke gereja. 

Max memiliki sebanyak 1.200 orang keturunan, yakni : 440 orang hidup dalam pesta pora, 310 orang menjadi gelandangan dan pengemis, 190 orang menjadi pelacur, 130 orang menjadi narapidana, 100 orang menjadi pecandu minuman keras, 60 orang mempunyai kebiasaan mencuri, 55 orang menjadi korban pelecehan seks, 7 orang menjadi pembunuh. Dan ditemukan bahwa keluarganya dan keturunan bukan hanya tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada Negara, malahan merugikan Negara akibat perbuatan dan kejahatan yang mereka lakukan.

Pesan sekaligus intropeksi yang bisa kita lakukan pada masa kita ini adalah selalu berusaha untuk hidup jujur dan berintegritas, pantang menyerah dan ulet, serta melakukan hal-hal atau tindakan yang terbaik, seperti suka menolong dan berbagi kepada banyak orang. Sebab hal itu yang bisa kita wariskan kepada anak cucu kita, bukan harta dan tahta maupun jabatan.

Kemudian, perbaikan kedepannya adalah untuk bisa menyuarakan kebenaran itu, meskipun tampaknya sulit, tapi masih lebih baik jika kita hanya berdiam diri saja dan tidak melakukan apa-apa. Ditengah kondisi bangsa dan tanah air kita yang masih carut marut, diharapkan kita bisa menjadi secercah harapan yang bisa memberikan perubahan.   

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...