Beberapa hari
ini anakku yang nomor dua menderita demam tinggi, ada banyak kepanikan kami
sebagai orang tuanya. Karena gigi ketiga-nya sedang tumbuh dan nongol dari
gusinya. Berpikir dia tidak akan demam, sebab melihat pertumbuhan gigi pertama
di bawah dan gigi ke dua di atasnya tidak mengalami sakit apa-apa. Dan kami
menganggap bahwa gigi ke tiga pasti tidak akan mengalami apa-apa. Tapi
perkiraan kami meleset, ternyata dia harus meraung-raung mulai di Kamis sore,
malam, hingga pagi. Begitu sampai di esok
harinya. Sekarang Minggu sore sudah agak mendingan radang pertumbuhan giginya
tidak mengalami demam dan sudah sembuh.
Prioritas
pekerjaan kita tentunya akan terganggu, dan pastinya anaklah yang menjadi
prioritas kita pertama. Sebab percuma segala pekerjaan rumah beres tapi
akhirnya melihat penderitaan anak semakin menjadi tanpa adanya penanganan khusus
dan perhatian dari kita orang tuanya. Membatalkan segala agenda pribadi yang
mungkin sudah kita susun sedemikian rupa, agar supaya bisa memberikan perhatian
khusus kepada si anak tersebut.
Mungkin
siapapun diantara kita belum pernah belajar atau sekolah untuk menjadi orang
tua, tapi akhirnya kita belajar sendiri setelah mendapatkan predikat sebagai
orang tua, sebagai seorang ayah dan tentunya sebagai seorang suami atau istri. Mencari
dan belajar secara otodidak dari buku-buku yang kita dapatkan atau searching dari internet terus kita upayakan agar bisa
menjadi orang tua yang tentunya handal dalam mengelola dan merawat keluarga
kita.
Pernah muncul
semacam survey online di media
sosial, antara pilihan yang utama yang akan kita pilih. Apakah lebih memilih
keluarga atau pekerjaan. Dan melihat hasil surveynya ternyata dominannya orang untuk
memilih keluarga dari pada bisnis atau pekerjaan mereka. Artinya bukan aku saja
yang lebih memilih untuk fokus kepada keluarga tapi banyak orang lain juga yang
sama seperti diriku ini.
Setahun yang
lalu, ada orang tua yang akhirnya melepas kepergian anaknya yang
sudah duduk di kelas 1 SMU . Karena mengalami
pertarungan ala gladiator di sekolahnya. Terpaksa dia harus mengikut arus
permintaan temannya untuk mengikuti perkelahian antar sekolah di Jakarta di
sebuah taman. Lima lawan lima dari setiap sekolah, dan ternyata akhirnya anak
dari seorang ibu yang malang, harus melepas anaknya untuk selamanya.
Ibu Maria Agnes & Foto anaknya Hillarus Christian |
Ada duka yang
mendalam yang sangat dirasakan oleh sang Ibu dan terus meminta keadilan kepada
pemerintah, supaya kasusnya bisa diusut tuntas. Perjuangannya terus disuarakan
melalui media-media sosial yang ada, hingga sampai viral dan akhirnya baru-baru
ini pihak kepolisian kembali membuka kasusnya dan sudah menemui titik terang.
Yang pastinya
sang pelaku adalah anak yang seumuran dia tentunya. Dan kemungkinan hukumannya
yang mungkin ditanggung adalah hukuman untuk anak yang dibawah umur bukan
hukuman seperti orang-orang yang sudah dewasa. Sebab ada undang-undang yang
mengatur segala pidana yang dilakukan oleh anak-anak yang dibawah umur. Paling
ringan hukumannya adalah akan mendapatkan semacam penyuluhan peringatan dari
dinas sosial yang ada.
Ketika
kehilangan terjadi atau perginya anak yang kita kasihi, pasti sangat merasakan
kedukaan yang mendalam. Sebab akan teringat masa-masa dia bertumbuh sejak
kelahirannya ke dunia ini, hingga menjelang dewasa. Mengingat dan terus
mengenang apa yang dia lakukan, apa yang dia sukai, dan seluruh tentang dia
pasti akan selalu menempel dipikiran kita untuk selamanya. Makanya sang ibu
tidak rela untuk membiarkan ketidakadilan terjadi kepada anaknya dan terus
berjuang hingga tercapai apa yang dia maksudkan.
Kepergian atau
kehilangan seorang anak secara tidak wajar pastinya akan terus mendapatkan
perhatian kita, dan bukan hanya kita, lingkungan masyarakat kitapun akan
melakukan hal yang sama. Seperti yang juga baru-baru ini terjadi kepada bayi
Debora, yang tidak mendapatkan penangangan secara serius oleh sebuah rumah
sakit di Jakarta, akibat terkendala biaya administrasi yang tidak sanggup
dipenuhi sang orang tua. Ketika disuarakan dan diviralkan beritanya, akhirnya mendapatkan respon yang serius dari
pemerintah, dan dalam hal ini pihak rumah sakit tentunya.
Setiap orang
tua pasti selalu berusaha memberi yang terbaik bagi setiap anak yang sudah
dianugerahkan kepadanya. Tapi melihat fakta dan kenyataan yang ada juga, masih
banyak orang-orang yang menyia-nyiakan anak yang dikandung oleh mereka. Yang
mungkin akibat dari pergaulan yang salah, sehingga tidak mengharapkan si anak
yang ternyata sedang bertumbuh di rahimnya. Menggugurkannya dan tidak
memberikan kesempatan hidup kepadanya.
Medan menjadi
salah satu kota, tempat pembunuhan dari anak-anak yang tidak bersalah tersebut.
Data di tahun 2016 yang disiarkan oleh TVRI lokal medan, bulan Juni 2017
lalu. Tragis melihat dan mendengar
berita itu. Hampir setiap hari menemukan anak-anak dibuang di tempat sampah,
diselokan, dikebun masyarakat, dan bahkan di sungai-sungai. Mungkin bukan hanya
kota Medan, kota-kota yang lainpun pasti pernah menemukan kasus-kasus yang
seperti ini.
Bahkan menurut
data BKKBN, dilansir dari laman Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), angka aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta per tahun. BKKBN
mencatat, terjadi peningkatan sekitar 15 persen setiap tahunnya. Dari jumlah
tersebut, 800.000 di antaranya dilakukan oleh remaja putrid yang masih
berstatus pelajar. Yang oleh WHO juga menyatakan bahwa angka pengguguran bayi
atau aborsi tersebut telah mencapai angka 56 juta tindakan aborsi dilakukan di
seluruh dunia di setiap tahunnya.
Padahal nilai
seorang anak itu sangatlah berharga, bukan hanya bagi orang tuanya saja, bagi
masyarakat dan bahkan bagi Tuhan Allah sendiri. Setiap anak pasti punya destiny masing-masing yang sudah
dirancangkan oleh Bapa kita sendiri. Dan kita sebagai orang tua, sangat tidak
layak dan bahkan sudah melanggar kodrat dari Sang Pencipta, ketika memutuskan
untuk mengakhiri sang anak yang sudah dititipkan kepada kita.
Kembali kepada
prioritas dan tanggung jawab kita sebagai orang tua yang baik. Memperhatikan
segala pertumbuhannya dan mencukupinya. Bukan hanya keinginan untuk mencetak anak-anak terus menerus, tapi akhirnya
melupakan program untuk mendidik dan membesarkan mereka menjadi anak-anak yang
tangguh. Sebab ketika banyak anak-anak yang tangguh muncul di bangsa ini, dan itu muncul tentunya dari keluarga yang baik dan berkualitas, niscaya bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat. Bangsa yang tidak mudah
digoyangkan dengan isu-isu SARA yang terus digunakan oleh oknum-oknum yang ingin
merusak kesatuan dan persatuan dari bangsa kita.
Mari menjadikan
anak sebagai prioritas utama kita. Membesarkannya bukan hanya dari kebutuhan fisiknya
semata, tapi membesarkannya dengan memberikan pertumbuhan karakter yang baik, serta
kerohanian yang mantap tentunya. Melalui teladan yang boleh kita berikan
kepadanya di setiap hari-hari yang kita jalani tentunya. Mengajar bukan hanya
dengan memberikan instruksi atau kata-kata, tapi melalui perbuatan kita juga. Sebab
pada kenyataannya mereka adalah seorang peniru yang ulung. Menirukan apa yang
dilakukan oleh orang tuanya.
Dan terakhir
mari kita memuridkan anak-anak yang kita kasihi tersebut, supaya mereka bisa
mengenal dan mengasihi orang tuanya, sesamanya, lingkungannya dan bangsanya
sendiri. Serta terutama dan yang paling utama adalah mereka bisa mengenal dan mengasihi
Tuhannya sendiri.
Sumber :
https://beritagar.id/artikel-amp/berita/deretan-kasus-aborsi-ilegal-di-indonesia
https://m.tempo.co/read/news/2016/05/12/060770548/who-tiap-tahun-56-juta-janin-digugurkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar