Minggu, 17 September 2017

Anak adalah Prioritas



Beberapa hari ini anakku yang nomor dua menderita demam tinggi, ada banyak kepanikan kami sebagai orang tuanya. Karena gigi ketiga-nya sedang tumbuh dan nongol dari gusinya. Berpikir dia tidak akan demam, sebab melihat pertumbuhan gigi pertama di bawah dan gigi ke dua di atasnya tidak mengalami sakit apa-apa. Dan kami menganggap bahwa gigi ke tiga pasti tidak akan mengalami apa-apa. Tapi perkiraan kami meleset, ternyata dia harus meraung-raung mulai di Kamis sore, malam, hingga pagi.  Begitu sampai di esok harinya. Sekarang Minggu sore sudah agak mendingan radang pertumbuhan giginya tidak mengalami demam dan sudah sembuh.

Prioritas pekerjaan kita tentunya akan terganggu, dan pastinya anaklah yang menjadi prioritas kita pertama. Sebab percuma segala pekerjaan rumah beres tapi akhirnya melihat penderitaan anak semakin menjadi tanpa adanya penanganan khusus dan perhatian dari kita orang tuanya. Membatalkan segala agenda pribadi yang mungkin sudah kita susun sedemikian rupa, agar supaya bisa memberikan perhatian khusus kepada si anak tersebut.

Mungkin siapapun diantara kita belum pernah belajar atau sekolah untuk menjadi orang tua, tapi akhirnya kita belajar sendiri setelah mendapatkan predikat sebagai orang tua, sebagai seorang ayah dan tentunya sebagai seorang suami atau istri. Mencari dan belajar secara otodidak dari buku-buku yang kita dapatkan atau searching  dari internet terus kita upayakan agar bisa menjadi orang tua yang tentunya handal dalam mengelola dan merawat keluarga kita.

Pernah muncul semacam survey online di media sosial, antara pilihan yang utama yang akan kita pilih. Apakah lebih memilih keluarga atau pekerjaan. Dan melihat hasil surveynya ternyata dominannya orang untuk memilih keluarga dari pada bisnis atau pekerjaan mereka. Artinya bukan aku saja yang lebih memilih untuk fokus kepada keluarga tapi banyak orang lain juga yang sama seperti diriku ini.

Setahun yang lalu, ada orang tua yang akhirnya melepas kepergian anaknya yang sudah duduk di kelas 1 SMU . Karena mengalami pertarungan ala gladiator di sekolahnya. Terpaksa dia harus mengikut arus permintaan temannya untuk mengikuti perkelahian antar sekolah di Jakarta di sebuah taman. Lima lawan lima dari setiap sekolah, dan ternyata akhirnya anak dari seorang ibu yang malang, harus melepas anaknya untuk selamanya.

Ibu Maria Agnes & Foto anaknya Hillarus Christian

Ada duka yang mendalam yang sangat dirasakan oleh sang Ibu dan terus meminta keadilan kepada pemerintah, supaya kasusnya bisa diusut tuntas. Perjuangannya terus disuarakan melalui media-media sosial yang ada, hingga sampai viral dan akhirnya baru-baru ini pihak kepolisian kembali membuka kasusnya dan sudah menemui titik terang.

Yang pastinya sang pelaku adalah anak yang seumuran dia tentunya. Dan kemungkinan hukumannya yang mungkin ditanggung adalah hukuman untuk anak yang dibawah umur bukan hukuman seperti orang-orang yang sudah dewasa. Sebab ada undang-undang yang mengatur segala pidana yang dilakukan oleh anak-anak yang dibawah umur. Paling ringan hukumannya adalah akan mendapatkan semacam penyuluhan peringatan dari dinas sosial yang ada.

Ketika kehilangan terjadi atau perginya anak yang kita kasihi, pasti sangat merasakan kedukaan yang mendalam. Sebab akan teringat masa-masa dia bertumbuh sejak kelahirannya ke dunia ini, hingga menjelang dewasa. Mengingat dan terus mengenang apa yang dia lakukan, apa yang dia sukai, dan seluruh tentang dia pasti akan selalu menempel dipikiran kita untuk selamanya. Makanya sang ibu tidak rela untuk membiarkan ketidakadilan terjadi kepada anaknya dan terus berjuang hingga tercapai apa yang dia maksudkan.

Kepergian atau kehilangan seorang anak secara tidak wajar pastinya akan terus mendapatkan perhatian kita, dan bukan hanya kita, lingkungan masyarakat kitapun akan melakukan hal yang sama. Seperti yang juga baru-baru ini terjadi kepada bayi Debora, yang tidak mendapatkan penangangan secara serius oleh sebuah rumah sakit di Jakarta, akibat terkendala biaya administrasi yang tidak sanggup dipenuhi sang orang tua. Ketika disuarakan dan diviralkan beritanya, akhirnya mendapatkan respon yang serius dari pemerintah, dan dalam hal ini pihak rumah sakit tentunya.

Setiap orang tua pasti selalu berusaha memberi yang terbaik bagi setiap anak yang sudah dianugerahkan kepadanya. Tapi melihat fakta dan kenyataan yang ada juga, masih banyak orang-orang yang menyia-nyiakan anak yang dikandung oleh mereka. Yang mungkin akibat dari pergaulan yang salah, sehingga tidak mengharapkan si anak yang ternyata sedang bertumbuh di rahimnya. Menggugurkannya dan tidak memberikan kesempatan hidup kepadanya.

Medan menjadi salah satu kota, tempat pembunuhan dari anak-anak yang tidak bersalah tersebut. Data di tahun 2016 yang disiarkan oleh TVRI lokal medan, bulan Juni 2017 lalu.  Tragis melihat dan mendengar berita itu. Hampir setiap hari menemukan anak-anak dibuang di tempat sampah, diselokan, dikebun masyarakat, dan bahkan di sungai-sungai. Mungkin bukan hanya kota Medan, kota-kota yang lainpun pasti pernah menemukan kasus-kasus yang seperti ini.

Bahkan menurut data BKKBN, dilansir dari laman Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta per tahun. BKKBN mencatat, terjadi peningkatan sekitar 15 persen setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 800.000 di antaranya dilakukan oleh remaja putrid yang masih berstatus pelajar. Yang oleh WHO juga menyatakan bahwa angka pengguguran bayi atau aborsi tersebut telah mencapai angka 56 juta tindakan aborsi dilakukan di seluruh dunia di setiap tahunnya.

Padahal nilai seorang anak itu sangatlah berharga, bukan hanya bagi orang tuanya saja, bagi masyarakat dan bahkan bagi Tuhan Allah sendiri. Setiap anak pasti punya destiny masing-masing yang sudah dirancangkan oleh Bapa kita sendiri. Dan kita sebagai orang tua, sangat tidak layak dan bahkan sudah melanggar kodrat dari Sang Pencipta, ketika memutuskan untuk mengakhiri sang anak yang sudah dititipkan kepada kita.  

Kembali kepada prioritas dan tanggung jawab kita sebagai orang tua yang baik. Memperhatikan segala pertumbuhannya dan mencukupinya. Bukan hanya keinginan untuk mencetak  anak-anak terus menerus,  tapi akhirnya melupakan program untuk mendidik dan membesarkan mereka menjadi anak-anak yang tangguh. Sebab ketika banyak anak-anak yang tangguh muncul di bangsa ini, dan itu muncul tentunya dari keluarga yang baik dan berkualitas, niscaya bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat. Bangsa yang tidak mudah digoyangkan dengan isu-isu SARA yang terus digunakan oleh oknum-oknum yang ingin merusak kesatuan dan persatuan dari bangsa kita.

Mari menjadikan anak sebagai prioritas utama kita. Membesarkannya bukan hanya dari kebutuhan fisiknya semata, tapi membesarkannya dengan memberikan pertumbuhan karakter yang baik, serta kerohanian yang mantap tentunya. Melalui teladan yang boleh kita berikan kepadanya di setiap hari-hari yang kita jalani tentunya. Mengajar bukan hanya dengan memberikan instruksi atau kata-kata, tapi melalui perbuatan kita juga. Sebab pada kenyataannya mereka adalah seorang peniru yang ulung. Menirukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya.


Dan terakhir mari kita memuridkan anak-anak yang kita kasihi tersebut, supaya mereka bisa mengenal dan mengasihi orang tuanya, sesamanya, lingkungannya dan bangsanya sendiri. Serta terutama dan yang paling utama adalah mereka bisa mengenal dan mengasihi Tuhannya sendiri.  


Sumber :

https://beritagar.id/artikel-amp/berita/deretan-kasus-aborsi-ilegal-di-indonesia

https://m.tempo.co/read/news/2016/05/12/060770548/who-tiap-tahun-56-juta-janin-digugurkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...