![]() |
sumber gambar ; warta kota. tribunnews.com |
Peristiwa keganasan PKI di masa
lalu, akan diperingati dalam waktu dekat ini, yang jatuh pada tanggal 30
September 2017. Biasanya film tentang PKI ini pada masa aku kecil akan selalu ditayangkan
di media Nasional yakni TVRI. Tepatnya pada tanggal 30 September, tayangan
kebengisan dan kekejaman PKI akan ditampilkan hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
Entah sudah berapa kali aku
menyaksikan film ini, tapi yang paling kuingat adalah tentang Ade Irma yang
masih mungil akhirnya ditembak, penyiksaan dengan melakukan penyayatan dengan
pisau silet ke muka-muka para Jendral TNI tersebut, hingga penyeretan mayat
mereka ke dalam sebuah lubang yang dalam, yang disebut lubang buaya.
Aku adalah generasi millennial
baru, dimana tayangan perdana film Pengkhianatan G30S/PKI tepat di tahun
lahirku, yakni tahun 1984. Mungkin sejak masih bayi, tayangan ini selalu
menjadi santapan setiap tahunnya bagi orang tuaku. Seingatku televisi dulu
masih merupakan barang langka sekaligus mahal. Sebab tidak semua orang bisa
untuk memilikinya. Dan masih diwarnai hanya dengan dua warna dalam tampilannya
yakni hitam putih.
Ketika kami sudah memilikinya
ditahun 90-an, ada rasa bangga yang luar biasa. Masih kuingat diriku sewaktu
kecil, bersorak-sorai selalu ketika televisi itu baru tiba ke rumah, dan mengumumkan
kepada seluruh teman-teman masa kecilku, bahwa kami sudah kaya. Padahal orang
tuaku hanyalah seorang buruh kasar di sebuah perusahaan yang kebetulan
menyediakan asrama bagi seluruh pengerjanya.
Menjadi semakin rajin untuk
menongkrongi TV baru itu, meskipun tidaklah baru. Tak jarang juga teman-temanku akan selalu
ngumpul di rumah ketika ada tayangan-tayanangan yang menarik. Terutama selalu
menunggu serial filmnya Si Unyil, kemudian disusul dengan film kura-kura ninja
yang akan selalu tayang di sore hari. Dan aku sebagai pemilik rumah, tampak
menjadi seorang promotor yang tampil bercerita seiring dengan mainnya film
tersebut. Ternyata jiwa kepemimpinanku sudah mulai diasah sejak saat itu. Tampil bercerita dengan gaya sok tahunya tentang
jalan sebuah cerita, sehingga tak jarang teman-temanku akan menegurku untuk
segera diam.
![]() |
Logo TVRI dari masa ke masa : ecchoblog |
Program acara TVRI pada masa dulu
juga belumlah sebanyak dan sepadat sekarang. Ada dua segmen film yang sangat
disukai pada masa itu. Yakni segmen film orang dewasa akan selalu menonton
Oshin, dan lain-lain, sedang segmen film anak-anak selain si Unyil dan
Kura-kura Ninja, adalah Knight Rider, Sailor Moon, Saint Saiya, dan Doraemon.
Kalau film-film terakhir ini tidak bisa diputar di rumahku, sebab belum ada
Parabola untuk menangkap serial TV-TV swasta, karena letak geografisnya sangat
tidak memungkinkan untuk menangkap siaran itu. Jadi solusinya adalah melakukan
pendekatan kepada teman dekatku, yang kebetulan punya TV berwarna dan parabola,
untuk menyaksikan serial film kesukaanku itu.
Kembali kepada serial film
Pemberontakan G30S/PKI bahwa anak-anak diusiaku sudah dipaparkan dengan
film-film kebengisan maupun keganasan. Dan tak jarang juga akhirnya aku
bertanya kepada orang tuaku, kenapa mereka melakukan hal itu. Meskipun dijelaskan
berkali-kali, ternyata otak kecilku belum mampu menampung ataupun mengerti apa
yang mereka katakan. Tapi yang pasti, aku menyimpulkan bahwa menyakiti orang
lain itu bukanlah perbuatan yang baik untuk dilakukan. Apalagi melakukan
kekerasan kepada orang lain.
Sempat diriku merasa ketakutan
sendiri atau phobia ketika melihat pisau silet ada di rumahku. Sebab
beranggapan dan membayangkan pisau silet
tersebut kegunaannya adalah untuk menyayat-nyayat muka orang. Kemudian ketika
tiba ayahku memakainya , aku memperhatikan dengan serius sekaligus timbul
perasaan dag dig dug. Dan akhirnya terjawab sudah, memang untuk muka, tapi
bukan menyayat-nyayat, melainkan untuk mencukur kumis dan jenggotnya. Jadi
perasaan phobia itu menjadi hilang dengan sendirinya.
Kemudian cerita-cerita
selanjutnya tentang PKI, adalah ketika diriku mau ke kampung dimana orang tuaku
berasal. Orang tuaku akan menceritakan kejadian berdarah-darah, pembantaian
orang-orang PKI, yang habis dibunuh secara massal di sepanjang sungai yang kami
lalui ketika kami sedang melaluinya. Hampir setiap saat mereka akan bicara
tentang pembantaian anggota-anggota komunis tersebut, ketika kami sedang melalui
jalan-jalan antara Sibolga dengan Tarutung. Orang tuaku bercerita kepadaku seakan-akan
dia sedang menapak tilas kejadian-kejadian pembantaian tersebut di otaknya.
Aku tidak tahu, maksud dan tujuan
mereka menceritakan hal itu kepadaku. Tapi yang pasti di dalam otak kecilku
yang masih kanak-kanak, berkesimpulan bahwa mereka pantas untuk mendapatkan hal
itu. Sebab merekapun sangat kejam kepada para jenderal yang mati dibunuh oleh
mereka.
Ketika aku sudah dewasa sekarang,
ternyata aku baru mengerti bahwa memang telah terjadi sebuah pelanggaran atas kejahatan
manusia. Karena atas ideologinya yang mau merubah bangsa, bisa berakibat kepada
kematian. Mungkin pada masa itu HAM (Hak Asasi Manusia) belum
didengung-dengungkan atau belum dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sehingga jalan
akhir bagi seorang pemberontak adalah menembak mati mereka semua. Tanpa ada
pemberian pembelaan kepada mereka.
Organisasi atau partai Komunis
seperti PKI, sudah selayaknya memang tidak diperbolehkan ada di Indonesia.
Sebab bukan merupakan cermin dari jiwa bangsa kita, yang sangat beragam suku,
etnis maupun bahasanya. Bangsa kita butuh asas demokrasi Pancasila untuk bisa
mengayomi seluruh aspek masyarakat Indonesia yang ada. Dan ketika ada orang
yang mau merubah Ideologi bangsa kita, maka dia akan berhadapan dengan hukum
bangsa kita yang sekarang sudah lebih modern dan moderat.
Hal tentang pembubaran ormas atau
partai PKI, semakin diperkuat dengan keluanya Tap MPRS tahun 1966. Sehingga tidak
mungkin keberadaan dari pada partai ini bisa bangkit kembali. Sebab bukan hanya
organisasinya saja adalah organisasi terlarang, bahkan seluruh simbol-simbol
tentang PKI akan dilarang juga untuk bisa diproduksi. Sehingga tentunya akan
mendapatkan banyak kesulitan maupun perlawanan bukan hanya saja dari
pemerintah, masyarakatpun turut ambil bagian di dalamnya.
Perlu sikap yang dewasa untuk
menyikapi tentang isu-isu kebangkitan PKI ini. Sebab ternyata mereka yang
kontra pemerintah, selalu mencari cela untuk bisa menjatuhkan kepemimpinan
Bapak Jokowi dalam memimpin bangsa kita. Selalu membuat beliau berada pada
posisi dilema. Kalau filmnya di tayangkan nanti, berarti Bapak Jokowi dianggap ternyata
adalah pro PKI, sedangkan kalau tidak diputarkan nanti, berarti Bapak Jokowi
bukanlah seorang pemimpin yang demokratis. Maklum, karena sebentar lagi akan
ada perhelatan pemilu presiden dan pilkada di tahun 2019, dan 2018. Mereka yang
berseberangan dengan pemerintahan Jokowi, tentunya tidak akan mampu menggoyang
pemerintahnya, terutama dari sisi kebijakan pembangunan yang sedang
marak-maraknya dikerjakan.
Berharap bangsa kita bisa semakin
pintar dalam menghadapi rencana-rencana atau propaganda jahat, yang ingin
memecah belah kebangsaan ini. Dan mensyukuri telah menangkap sejumlah pengelola
media online seperti Saracen. Berharap juga semakin cerdas dalam menyikapi
isu-isu yang dengan sengaja dilakukan atau hoax,
dengan melakukan kroscek sumber berita infonya dari mana asalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar