Minggu, 24 September 2017

Media dan Sekelumit Kisah Film G30S/PKI di Masa Kecil maupun Kini

sumber gambar ; warta kota. tribunnews.com


Peristiwa keganasan PKI di masa lalu, akan diperingati dalam waktu dekat ini, yang jatuh pada tanggal 30 September 2017. Biasanya film tentang PKI ini pada masa aku kecil akan selalu ditayangkan di media Nasional yakni TVRI. Tepatnya pada tanggal 30 September, tayangan kebengisan dan kekejaman PKI akan ditampilkan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Entah sudah berapa kali aku menyaksikan film ini, tapi yang paling kuingat adalah tentang Ade Irma yang masih mungil akhirnya ditembak, penyiksaan dengan melakukan penyayatan dengan pisau silet ke muka-muka para Jendral TNI tersebut, hingga penyeretan mayat mereka ke dalam sebuah lubang yang dalam, yang disebut lubang buaya.

Aku adalah generasi millennial baru, dimana tayangan perdana film Pengkhianatan G30S/PKI tepat di tahun lahirku, yakni tahun 1984. Mungkin sejak masih bayi, tayangan ini selalu menjadi santapan setiap tahunnya bagi orang tuaku. Seingatku televisi dulu masih merupakan barang langka sekaligus mahal. Sebab tidak semua orang bisa untuk memilikinya. Dan masih diwarnai hanya dengan dua warna dalam tampilannya yakni hitam putih.

Ketika kami sudah memilikinya ditahun 90-an, ada rasa bangga yang luar biasa. Masih kuingat diriku sewaktu kecil, bersorak-sorai selalu ketika televisi itu baru tiba ke rumah, dan mengumumkan kepada seluruh teman-teman masa kecilku, bahwa kami sudah kaya. Padahal orang tuaku hanyalah seorang buruh kasar di sebuah perusahaan yang kebetulan menyediakan asrama bagi seluruh pengerjanya.

Menjadi semakin rajin untuk menongkrongi TV baru itu, meskipun tidaklah baru.  Tak jarang juga teman-temanku akan selalu ngumpul di rumah ketika ada tayangan-tayanangan yang menarik. Terutama selalu menunggu serial filmnya Si Unyil, kemudian disusul dengan film kura-kura ninja yang akan selalu tayang di sore hari. Dan aku sebagai pemilik rumah, tampak menjadi seorang promotor yang tampil bercerita seiring dengan mainnya film tersebut. Ternyata jiwa kepemimpinanku sudah mulai diasah sejak saat itu.  Tampil bercerita dengan gaya sok tahunya tentang jalan sebuah cerita, sehingga tak jarang teman-temanku akan menegurku untuk segera diam.

Logo TVRI dari masa ke masa : ecchoblog

Program acara TVRI pada masa dulu juga belumlah sebanyak dan sepadat sekarang. Ada dua segmen film yang sangat disukai pada masa itu. Yakni segmen film orang dewasa akan selalu menonton Oshin, dan lain-lain, sedang segmen film anak-anak selain si Unyil dan Kura-kura Ninja, adalah Knight Rider, Sailor Moon, Saint Saiya, dan Doraemon. Kalau film-film terakhir ini tidak bisa diputar di rumahku, sebab belum ada Parabola untuk menangkap serial TV-TV swasta, karena letak geografisnya sangat tidak memungkinkan untuk menangkap siaran itu. Jadi solusinya adalah melakukan pendekatan kepada teman dekatku, yang kebetulan punya TV berwarna dan parabola, untuk menyaksikan serial film kesukaanku itu.

Kembali kepada serial film Pemberontakan G30S/PKI bahwa anak-anak diusiaku sudah dipaparkan dengan film-film kebengisan maupun keganasan. Dan tak jarang juga akhirnya aku bertanya kepada orang tuaku, kenapa mereka melakukan hal itu. Meskipun dijelaskan berkali-kali, ternyata otak kecilku belum mampu menampung ataupun mengerti apa yang mereka katakan. Tapi yang pasti, aku menyimpulkan bahwa menyakiti orang lain itu bukanlah perbuatan yang baik untuk dilakukan. Apalagi melakukan kekerasan kepada orang lain.

Sempat diriku merasa ketakutan sendiri atau phobia ketika melihat pisau silet ada di rumahku. Sebab beranggapan dan  membayangkan pisau silet tersebut kegunaannya adalah untuk menyayat-nyayat muka orang. Kemudian ketika tiba ayahku memakainya , aku memperhatikan dengan serius sekaligus timbul perasaan dag dig dug. Dan akhirnya terjawab sudah, memang untuk muka, tapi bukan menyayat-nyayat, melainkan untuk mencukur kumis dan jenggotnya. Jadi perasaan phobia itu menjadi hilang dengan sendirinya.

Kemudian cerita-cerita selanjutnya tentang PKI, adalah ketika diriku mau ke kampung dimana orang tuaku berasal. Orang tuaku akan menceritakan kejadian berdarah-darah, pembantaian orang-orang PKI, yang habis dibunuh secara massal di sepanjang sungai yang kami lalui ketika kami sedang melaluinya. Hampir setiap saat mereka akan bicara tentang pembantaian anggota-anggota komunis tersebut, ketika kami sedang melalui jalan-jalan antara Sibolga dengan Tarutung. Orang tuaku bercerita kepadaku seakan-akan dia sedang menapak tilas kejadian-kejadian pembantaian tersebut di otaknya.  

Aku tidak tahu, maksud dan tujuan mereka menceritakan hal itu kepadaku. Tapi yang pasti di dalam otak kecilku yang masih kanak-kanak, berkesimpulan bahwa mereka pantas untuk mendapatkan hal itu. Sebab merekapun sangat kejam kepada para jenderal yang mati dibunuh oleh mereka.

Ketika aku sudah dewasa sekarang, ternyata aku baru mengerti bahwa memang telah terjadi sebuah pelanggaran atas kejahatan manusia. Karena atas ideologinya yang mau merubah bangsa, bisa berakibat kepada kematian. Mungkin pada masa itu HAM (Hak Asasi Manusia) belum didengung-dengungkan atau belum dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sehingga jalan akhir bagi seorang pemberontak adalah menembak mati mereka semua. Tanpa ada pemberian pembelaan kepada mereka.

Organisasi atau partai Komunis seperti PKI, sudah selayaknya memang tidak diperbolehkan ada di Indonesia. Sebab bukan merupakan cermin dari jiwa bangsa kita, yang sangat beragam suku, etnis maupun bahasanya. Bangsa kita butuh asas demokrasi Pancasila untuk bisa mengayomi seluruh aspek masyarakat Indonesia yang ada. Dan ketika ada orang yang mau merubah Ideologi bangsa kita, maka dia akan berhadapan dengan hukum bangsa kita yang sekarang sudah lebih modern dan moderat.

Hal tentang pembubaran ormas atau partai PKI, semakin diperkuat dengan keluanya Tap MPRS tahun 1966. Sehingga tidak mungkin keberadaan dari pada partai ini bisa bangkit kembali. Sebab bukan hanya organisasinya saja adalah organisasi terlarang, bahkan seluruh simbol-simbol tentang PKI akan dilarang juga untuk bisa diproduksi. Sehingga tentunya akan mendapatkan banyak kesulitan maupun perlawanan bukan hanya saja dari pemerintah, masyarakatpun turut ambil bagian di dalamnya.

Perlu sikap yang dewasa untuk menyikapi tentang isu-isu kebangkitan PKI ini. Sebab ternyata mereka yang kontra pemerintah, selalu mencari cela untuk bisa menjatuhkan kepemimpinan Bapak Jokowi dalam memimpin bangsa kita. Selalu membuat beliau berada pada posisi dilema. Kalau filmnya di tayangkan nanti, berarti Bapak Jokowi dianggap ternyata adalah pro PKI, sedangkan kalau tidak diputarkan nanti, berarti Bapak Jokowi bukanlah seorang pemimpin yang demokratis. Maklum, karena sebentar lagi akan ada perhelatan pemilu presiden dan pilkada di tahun 2019, dan 2018. Mereka yang berseberangan dengan pemerintahan Jokowi, tentunya tidak akan mampu menggoyang pemerintahnya, terutama dari sisi kebijakan pembangunan yang sedang marak-maraknya dikerjakan.

Berharap bangsa kita bisa semakin pintar dalam menghadapi rencana-rencana atau propaganda jahat, yang ingin memecah belah kebangsaan ini. Dan mensyukuri telah menangkap sejumlah pengelola media online seperti Saracen. Berharap juga semakin cerdas dalam menyikapi isu-isu yang dengan sengaja dilakukan atau hoax, dengan melakukan kroscek sumber berita infonya dari mana asalnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...