Selasa, 19 September 2017

Tindakan Berdampak Kekekalan



Waktu penerimaan CPNS tinggal sebentar lagi, akan ditutup pada tanggal 25 September nanti. Dan ini adalah gelombang kedua, setelah penerimaan  tahapan pertama oleh Kemenkumham dan Mahkamah Agung. Pada tahapan pertama dinyatakan ada sekitar satu jutaan lebih orang yang mendaftarkan dirinya untuk bisa diterima disitu. Padahal yang diterima hanya berkisar kurang lebih 17.000 orang saja. Akan dipastikan banyak yang akan gugur, dan persentase penerimaannya tidak sampai satu persen.  

Mengapa orang berlomba-lomba untuk mengikutinya? Sebab tawaran yang diberikan setelah mendapatkan posisi tersebut sangatlah menggiurkan. Mulai dari gaji pokok yang melebihi kebutuhan standar ditambah juga dengan tunjangan-tunjangan yang akan menyertainya.

Tak sedikit juga orang yang melakukan berbagai cara agar ia bisa diterima. Mulai dari melakukan perbuatan curang yang notabene pasti tidak akan jebol usahanya, hingga dengan cara yang benar, yakni belajar dengan sungguh-sungguh dalam mempersiapkan dirinya sebaik mungkin.

Orang yang sangat opportunities pasti memanfaatkan event ini, dengan melakukan jurus tipu-tipu memukau hati dan tangan. Dan banyak orang yang terperangkap dengan godaannya. Kemudian ketika sadar tidak adanya panggilan-panggilan yang sudah sejak lama dinantikan, melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Pastinya sudah sangat terlambat, bukan hanya gagal untuk mendapatkan status PNS tersebut, tetapi juga habisnya uang dan harta berharga yang mungkin sudah sempat digadaikan.

Disamping orang yang sedang berburu peluang CPNS tersebut, orang yang sudah bekerja juga diperlukan untuk bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah pekerjaannya yang selama ini dia tekuni dan lakukan sudah memberikan dampak kekekalan untuk kepentingan Kerajaan Allah Bapa. Atau justru terjebak dengan hiruk pikuk kenikmatan yang tiada duanya dari insentif atau keuntungan yang diterima disetiap bulannya.

Hari ini artikelku, temanya berbarengan dengan apa yang kusampaikan pada ibadah raya bersama seluruh staf dan para mahasiswa. Yakni tindakan yang berdampak pada kekekalan. Berawal dari melihat semakin kurangnya rasa kemanusiaan kita, ketika melihat orang atau pelaku tindak kriminal yang tertangkap tangan. Dipastikan kalau aparat tidak datang segera untuk mengamankan pelaku tersebut, niscaya dia tidak akan selamat lagi, alias sudah almarhum.

Rasa iba kita lebih mudah muncul kepada orang-orang yang tersakiti atau menderita karena ketidakadilan. Seperti kasus rohingya, ataupun kaum papa, yang sulit mendapatkan makanan untuk disantap sehari-hari. Dengan kondisi sulit seperti itu, rasanya sikap kemanusiaan kita akan bergelora untuk bisa menolong orang tersebut. Melakukan apa yang terbaik untuk bisa pulih dari keadaan sulit tersebut.

Artinya rasa iba kita lebih mudah diberikan kepada orang-orang yang terpinggirkan dibandingkan orang yang nyata-nyata bertindak kejahatan. Memang ini bukan pemikiran yang mudah untuk dicerna, tapi ada baiknya bagi kita memberikan kesempatan atau ruang kepada hukum yang berlaku, bukan kepada atas tindakan kita yang mau menghakimi sendiri kejahatan yang sedang dilakukannya.



Kemudian pentingnya untuk membahas hal ini, dikarenakan kita yang selalu dibatasi dengan yang namanya ‘waktu’. Setiap hal apapun pasti punya batasan waktu, dimulai dari membayar pajak, makanan atau minuman yang kita punyai, pergi mengerjakan hobi, dan bahkan bekerja dalam kesehariannya, dipasikan kita selalu tunduk dengan yang namanya ‘waktu’. Tidak ada yang kekal di dunia ini yang bisa kita kerjakan atau gapai, maupun prestasi yang melejit yang sudah mengangkat nama baik kita di mata banyak orang.

Dan satu-satunya yang kekal adalah jiwa kita itu sendiri. Sebab masing-masing dari kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Khalik atas apa pekerjaan atau tindakan yang sudah kita lakukan selama ini di dunia. Apakah kita akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk bisa memberikan dampak kekekalan yang positif bagi Allah.

Atau akankah kita terjebak dengan pola-pola duniawi, yang semakin lama semakin rusak oleh segala perbuatan gelap Iblis. Sebab dinyatakan bahwa ketika semakin banyak orang yang terlibat dalam perbuatan gelapnya iblis, atau wickeness maka kasih kita akan semakin dingin.

Mari kita bisa belajar bagaimana polanya Tuhan Yesus ketika diperhadapkan dengan seorang wanita yang kedapatan berjinah. Dengan sejumlah pemikiran-pemikiran jahat oleh ahli-ahli taurat dan para Imam,  yang mau berusaha untuk menjebak Tuhan Yesus,  supaya bisa menghukumNya dengan undang-undang yang dibuat oleh manusia. Dan hal itu yang sepatutnya bisa dihindari untuk kita lakukan dalam kehidupan kita.


Seperti tindakan, lebih meninggikan diri sendiri di atas orang lain, hanya memandang bagian kulitnya saja atau bagian luar dari seseorang, lebih gampang menunjukkan kelemahan orang lain. Mengutamakan hukuman dibanding dengan belas kasihan. Mementingkan persetujuan bersama dibanding sikap penerimaan, lebih memandang masalah dengan pikiran dibandingkan dengan hati nurani. Memiliki sikap toleransi yang rendah terhadap setiap kesalahan, lebih suka perpecahan dibandingkan dengan rasa persatuan.

Adapun sikap Tuhan Yesus dalam menghadapi kasus tersebut adalah dengan tidak membiarkan dirinya terprovokasi dengan situasi mencekam seperti itu. Kemudian memandang perempuan yang berjinah itu dengan kasih Allah Bapa yang sempurna, dan akhirnya mengampuni setiap dosa dan pelanggarannya.

Kemudian juga, langkah yang bisa kita ambil berikutnya adalah dengan mencoba melatih diri kita dengan perspektiknya Allah. Atau cara pandang Allah dalam melihat sesuatu. Seperti yang tertuang dalam nats 1 Korintus 9 :26-27. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.

Memberitakan injil kepada semua orang, baik atau tidak baik waktunya. Sebab itu adalah perbuatan kekekalan yang tentunya akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Bapa. Ketika orang yang mendengarkan injil tersebut, akhirnya beroleh iman untuk mempercayai Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat mereka yang hidup.


Dan terakhir pekerjaan atau tindakan yang memberikan dampak kekekalan adalah ketika kita mampu bertindak atau bekerja dengan tidak mengharapkan imbalan yang bersifat sementara dan dapat binasa di dunia ini, melainkan sebaliknya bertindak dengan harapan mendapatkan hidup yang kekal bersama dengan Allah Bapa di surga nantinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...