Benar apa yang dikatakan Buya
Ahmad Syafii Marif pada Syiarnusantara.id yang menyatakan bahwa jika benteng
pertahanan Muhammadiyah dan NU sampai bobol dimasuki oleh teologi kebenaran
tunggal (Wahabisme) ini, maka Indonesia sebagai bangsa Muslim terbesar di muka
bumi akan berubah menjadi lading pertumpahan darah, dan di ujungnya negeri ini
akan masuk museum sejarah karena eksisstensinya telah dibinasakan oleh
anak-anaknya sendiri yang tergiur oleh “misguided
Arabism” (Arabisme yang kesasar jalan) dalam bentuk radikalisme dan
terorisme.
Apa makna dari perkataan Sang Buya ini. Yakni
jangan sampai paham wahabisme yakni paham Arabisme yang kesasar jalan akan
mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang betul-betul radikal. Mengakomodir teror
sebagai jalan mereka dalam mensyiarkan paham yang bertentangan dengan UUD 1945
maupun Pancasila.
Bersyukur bangsa kita ini masih
memiliki benteng pertahanan seperti Muhammadiyah dan NU, yang terus getol
menyuarakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang Pancasilais. Artinya bahwa
dasar Negara kita adalah Pancasila bukan yang lain. Sebab ada begitu banyaknya
usaha-usaha untuk mengubah dasar Negara kita oleh orang-orang yang memiliki
paham garis keras.
Dan bersyukur juga, sebab
pemerintah kita sudah berani mengeluarkan Perppu No.2 Tahun 2017, yang akan
membubarkan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki paham yang lain
selain Pancasila. Dan HTI menjadi awal dari pemberlakuan dari Perppu tersebut.
Sebab Negara kita tidak boleh sewenang-wenang dalam membubarkan suatu ormas
jika tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Kasus kemanusiaan yang sedang
terjadi di Rakhine State, Myanmar,
menjadi seperti batu loncatan oleh sekelompok orang untuk bisa menggoyang
pemerintahan Bapak Jokowi. Dan Bapak Jokowi ternyata sudah bisa mencium maksud
busuk dan tujuan oleh sekelompok organisasi tersebut. Yang berarti, jika
pemerintah kita tidak cepat tanggap dalam menghadapi kasus Rohingya ini, maka
ini menjadi sasaran tembak oleh mereka untuk bisa terus mengecam, bahwa
pemerintah kita bukan pro-kemanusiaan, apalagi pro-islam.
Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Hasanuddin Abdurakhman pada detik.com, bahwa benarkah
kepedulian kita kepada Rohingya hanya karena alasan kemanusiaan semata? Dan
bukan karena adanya embel-embel bahwa hanya karena mereka menganut agama Islam,
yang notabene agama terbesar kita. Serta orang yang menzalimi mereka ternyata
adalah Pemerintah Myanmar sendiri, yang Budha, bukan yang Muslim.
Kenapa perhatian kita tidak
sebesar perhatian kepada orang-orang yang ada di Yaman. Secara mereka adalah
orang Muslim juga. Kita tidak begitu intens untuk mengecam bahkan mengutuk
orang-orang yang sudah membombardir bangsa Yaman, sehingga anak-anak maupun
masyarakat yang tidak mengerti apa-apa tentang bangsanya, tiba-tiba menjadi
korban atas kejahatan terstruktur oleh si pelaku. Kita tidak begitu instens
untuk mengecam apa yang sedang terjadi di Yaman, hanya karena yang menzolimi
mereka juga adalah orang Muslim sendiri, yakni Bangsa Arab Saudi.
Selidik demi selidik kasus
Rohingya sudah terjadi 70 tahun yang lalu. Hampir bersamaan kasusnya dengan
konflik kemanusiaan yang ada di Palestina. Rohingya kurang mendapatkan
perhatian kita pada masa itu dan lebih memfokuskan apa yang di Palestina.
Ternyata medialah yang menjadi kunci
akan semakin merebaknya suatu isu apapun itu. Kasus Rohingya diekploitasi
dengan sedemikian rupa supaya kita memiliki paham yang sama bahwa memang
pemerintah Myanmar telah melakukan kejahatan kemanusiaan. Orang Rohingya
dihabisi oleh bangsa yang mayoritas bangsanya tidak sama dengan orang-orang
Rohingya sendiri.
Apa Pembelajaran yang bisa kita
ambil dari Kasus Rohingya ini?
Kaum minoritas sering menjadi
korban oleh kebijakan yang dibuat oleh mayoritas. Kembali kepada pernyataan
yang disampaikan oleh Buya Ahmad Syafii Maarif. Akan banyak terjadi pertumpahan
darah, seandainya paham Wahabisme sudah menjadi paham yang dimiliki oleh bangsa
kita. Artinya paham Kafillah sudah menjadi harga mati. Dan sebagai
konsekuensinya adalah orang-orang yang tidak memiliki paham mereka,
berseberangan dengan mereka, dipastikan akan terkena dampaknya.
Mungkin kisah pembantaian
orang-orang PKI pada masa dulu, juga akan terjadi lagi pada saat ini. Hampir
disetiap daerah di seluruh wilayah Indonesia terjadi pertumpahan darah. Ketika
dia ketahuan loyalis dari PKI, dipastikan akan berujung kepada kematian, tanpa
adanya pembelaan dari orang yang dituduhkan itu.
Juga ketika tidak kuat lagi untuk
menghadapi tekanan dan penderitaan yang dialami,makanya melakukan eksodus
besar-besaran. Segera mengungsi tanpa memperdulikan lagi segala harta berharga
yang dimilikinya. Seperti yang sedang terjadi di Rohingya saat ini. Mendapatkan
perlakuan yang tidak wajar secara kemanusiaan, bahkan tak sedikit yang akhirnya
kehilangan nyawa.
Pihak militant Rohingya yang
merasa mewakili etnis Rohingya, terus berjuang dan melawan tentara-tentara
Myanmar. Hal ini terus memperkeruh keadaanya. Pemerintah Myanmar yang notabene
ingin menghancurkan pasukan militant rohingya, sering menjadi salah serang,
yang mengakibatkan orang-orang yang tidak bersalah, pihak sipil maupun
masyarakatlah yang menjadi korban.
Begitu juga ketika sudah
tergenapi Paham Wahabisme ataupun ideologi kafilah ini di bangsa Indonesia,
dipastikan akan adanya perlawanan oleh orang-orang yang berseberangan. Sehingga
semakin tajamlah kasus kemanusiaan yang akan terjadi. Kisah-kisah yang terjadi
di Suriahpun akan terjadi juga. Militant ISIS yang terus menghabisi orang-orang
yang diluar mereka. Melakukan tindakan yang tidak manusiawi, seperti membakar
hidup-hidup, menggorok leher hingga terputus, dan banyak perbuatan keji lainnya.
Bahkan proses eksekusi mereka
ditayangkan live, supaya bisa disaksikan oleh banyak orang. Mengharapkan supaya
orang-orang yang menyaksikannya bisa ketar-ketir dan tidak jadi melakukan
perlawanan kepada mereka.
Memang saat ini perjuangan ISIS
di Suriah akan segera berakhir, tapi, ternyata paham sadis dan radikal mereka
ternyata sudah sampai di tanah air kita. Bangsa kita harus lebih berhati-hati,
sebab saat ini mereka sedang hanya non aktif saja dalam kegiatan mereka. Tidak
melakukan perbuatan yang mencolok. Hanya melakukan penyebaran ideologi mereka
kepada anak-anak yang berada di sekeliling mereka. Seperti yang pernah terjadi
di Medan kemarin. Bersyukur pelakunya sudah ditangkap, tapi apa bisa menutup
kemungkinan, bahwa hal ini hanya ada di Medan. Belum tentu. Mungkin juga sudah
ada di kota-kota yang lain.
Terakhir, marilah kita semakin
intropeksi diri. Menolak paham-paham radikal seperti wahabisme maupun ideologi
kafilah. Sehingga kita tidak perlu melakukan eksodus besar-besaran seperti yang
sudah terjadi di Rohingya saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar