Sungguh tragis melihat banyaknya
upaya untuk menghilangkan rasa kemanusiaan itu. Meskipun itu dengan alasan
ekonomi, alasan politik, bahkan dengan alasan berbeda agama. Tak patut untuk
melegalkan usaha menghilangkan jiwa-jiwa yang sangat berharga. Sebab kehadiran
setiap jiwa-jiwa ke dunia ini pasti punya misi khusus dari Sang Khalik diatas.
Setiap jiwa-jiwa itu berharga dan
sangatlah berharga. Sebab kita pasti punya keunikan khusus dan tugas khusus
yang mana orang lain tidak dipercayakan untuk hal itu. Menangis melihat
saudara-saudaraku yang harus menempuh lautan yang luas dan ganas di Rohingya.
Maupun saudaraku yang ada di Yaman, bahkan korban ISIS yang ada di Suriah.
Menangis dan berdoa supaya mereka yang mengalaminya bisa dikuatkan dalam
menghadapi hari-hari yang penuh dengan kekerasan. Penuh dengan intimidasi,
penuh dengan pemaksaan bahkan pemerkosaan, penuh dengan sikap yang menyakiti
dan tidak ada lagi rasa toleransi diantaranya. Hilangnya kasih diantara kita.
Banyak upaya-upaya penggiringan
opini demi opini dalam menyikapi kasus-kasus yang ada di Rohingya, dan beberapa
tempat yang lain. Banyak menambahkan bumbu-bumbu yang tak lagi sedap untuk bisa
memantik rasa ego kemanusiaan ini. Berita Hoax
bertebaran dimana-mana sehingga kita sulit membedakan mana yang asli dan mana
yang palsu. Penyebar berita palsu tersebut mengharapkan munculnya suatu
kekacauan di negeri yang diberikan kabar tersebut. Sehingga akhirnya banyak
gerakan-gerakan yang mengatasnamakan dirinya dengan sebutan hastag
#SaveRohingya dan berbagai hastag #Save-save lainnya.
Banyak yang terpancing dan
membuat perlawanan bahkan kalau memungkinkan melakukan pembalasan di tempat
kabar Hoax tersebut disebar. Tapi untungnya bangsa kita ini masih bisa menahan
dirinya tuk bisa menyikapi dengan tepat dan sewajarnya saja.
Juga akhirnya muncul banyak stereotype atau sebutan-sebutan dalam
upaya untuk menggolongkan berbagai macam jenis dan pola-pola orang tersebut.
Mulai dari sebutan bumi datar, sumbu pendek, pakaian cinkrang dan sekarang
dengan sebutan pentul korek. Orang-orang ini mendapatkan sebutan tersebut
dikarenakan sikap dan pembawaan mereka yang selalu eksplosive atau meledak-ledak jika agamanya disentil sedikit saja
maupun pimpinan ormasnya diserang ataupun dikata-katai.
Sebenarnya tidak menyetujui akan
pelabelan rekan-rekan atau saudara-saudara kita ini. Terkesan merendahkan
harkat dan martabat mereka. Yang seharusnya kita bisa merangkul mereka dan
mencoba menjelaskan bagaimana yang sepatutnya. Tapi sepertinya sulit untuk bisa
merangkul,dikarenakan kondisi hati dan pikiran mereka lagi tertutup dengan
pemahaman egois mereka sendiri. Suatu pemahaman yang merasa dirinya yang paling
benar dan orang lain salah.
Jadi teringat, dengan status
teman seorang pengajar. Ketika memulai pelajaran, sang mahasiswi berkata
:”Permisi ibu, kalau boleh tahu agamanya apa?”. Dia penuh selidik untuk bisa
mengetahuinya. Tapi teman ini menjawab, “kalau masalah agama itu adalah antara
urusanku dengan Tuhanku, nak.” Terus dia melanjutkan dalam komentnya, “Hari
gini masih ngurusin agama. Apa ketika kamu dan aku beda agama, kamu tidak ikut
matakuliahku,” Terkadang jadi lucu melihat sikap-sikap mereka seperti ini.
Bahkan pernah melihat sikap mereka yang tidak mau hormat kepada bendera merah
putih ketika sedang upacara bendera di sekolah. Dikatakan syirik. Terlalu ekstrim memandang keagamaan mereka,sehingga ketika
melihat orang lain berbeda dengannya, berusaha untuk menjauhi dan tidak mau
kenal, apalagi mau bersahabat.
![]() |
Pengungsi Rohingya yang sedang berlayar |
Kembali ke kasus Rohingya, memang
menolak segala upaya pemerintah Myanmar yang berusaha meniadakan orang-orang
Rohingya yang ternyata sudah puluhan tahun tinggal di wilayahnya mereka. Tapi
Negara tidak menganggap mereka sebagai bagian dari orang-orang Myanmar. Pemerintah
berusaha menghilangkan status kewarganegaraan dan hak-hak orang-orang Rohingya.
Sehingga akhirnya terbentuklah orang-orang ekstrim dari Rohingya untuk bisa
membalas perbuatan dan sikap tidak adil dari pemerintahan Myanmar.
Sampai peraih dari Nobel
Perdamaianpun, Ang Syu Kii tidak mau ambil pusing untuk membela orang-orang
Rohingya. Terkesan mengabaikan dan mendukung pemerintahan untuk tetap
melanjutkan aksinya dalam mengusir orang Rohingya. Bahkan beliau berpesan
kepada orang-orang yang menuduhkan tudahan miring kepadanya untuk tidak
ikut-ikut campur dalam rumah tangga
Bangsa Myanmar. Sebab bangsa kita semakin massif terus menerus membully sikap dan perbuatan pemerintah
Myanmar. Berharap segera menghentikan tindakan mereka dalam menghabisi orang Rohingya.
Akhirnya negara kita diminta
terlibat oleh badan PBB, untuk bisa segera menangani akan masalah ini. Tapi
sepertinya akan menemui jalan buntu, sebab Negara kitapun tidak boleh
mengganggu urusan rumah tangga orang lain. Kita hanya bisa melakukan usaha
persuasif dan dialog supaya pemerintahan Myanmar segera menghentikan aksi
mereka.
Pemerintah kita juga tidak mau
kebablasan dalam mengendurkan jumlah imigran dari Rohingya untuk bisa ditampung
di Negara tercinta ini. Hanya beberapa dari para pengungsi yang bisa diterima
oleh pemerintahan bangsa kita. Buktinya Negara lain juga sepertinya melakukan
hal yang sama. Seperti Bangladesh dan beberapa Negara tetangga lainnya.
Berusaha mendeportasi kembali para pengungsi yang sudah mendarat di Negara
Bangladesh.
Sebab masalah imigran menjadi
masalah klasik hampir disetiap Negara. Negara sulit untuk bisa berbagi dengan
orang-orang luar atau pendatang-pendatang yang berusaha mencari suaka ke
negaranya. Padahal usaha dan perjuangan mereka untuk bisa berangkat dan tiba
dinegara tujuan terus diupayakan. Resiko terkatung-katung ditengah laut dan tak
sedikit pula yang akhirnya tenggelam dan akhirnya tewas sebelum tiba ke Negara
yang dituju tersebut.
Orang Rohingya, orang Yaman,
orang Suriah dan lain-lain adalah semua adalah saudaraku. Aku tidak menganggap,
bahwa adanya hubungan persaudaaraan hanya dikarenakan adanya hubungan darah. Juga
bukan karena berbeda dengan keyakinan yang kuanut, berbeda dengan suku ku,
berbeda dengan bahasa sehari-hari yang kugunakan, maka aku akhirnya abai
terhadap mereka. Hal yang mungkin bisa aku lakukan bagi mereka adalah berdoa
kepada mereka supaya mereka bisa dikuatkan dalam menghadapi perjuangan keras
hidup ini.
Sebab Tuhan juga berpesan,
untuk tidak abai kepada orang-orang seperti ini. Yakni, orang-orang janda,
anak-anak yatim, dan orang-orang asing. Mereka ini wajib hukumnya untuk
dilindungi dan bahkan ditolong untuk bisa keluar dari permasalahan hidup
mereka. Para janda dan anak yatim, it’s
okay tidak ada masalah. Tapi yang menjadi permasalahan dan terus dilupakan
serta tidak perlu mendapatkan penanganan dengan segera adalah hak orang asing.
Kita cenderung mengabaikan
orang-orang asing yang bahkan mungkin sedang berada diemperan-emperan kota
kita. Padahal mereka sedang mencari perlindungan untuk bisa melanjutkan hidup
ini. Mereka dipastikan akan mendapatkan kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Perlu ditolong diawal masa perjalanan hidup mereka. Tapi ketika
akhirnya sudah mapan, disitulah tugas kita dinyatakan sudah selesai.
Konflik kemanusiaan di Rohingya
sebetulnya tidak perlu terjadi seandainya punya pemahaman sederhana seperti
ini. Mereka adalah saudaraku, meskipun mereka adalah orang asing, tapi mereka
tetap adalah saudaraku. Baik ketika datangnya konflik, tidak langsung serta
merta harus membesar-besarkannya. Mari mencari solusi atas setiap permasalahan
yang ada tersebut. Sebab tidak ada masalah yang begitu sukar untuk bisa
diselesaikan. Ketika adanya komunikasi yang terbuka diantara kedua belah pihak,
dipastikan masalah itupun akan terselesaikan dengan baik.
Kemudian sikap memberi label atau
stereotype kepada orang-orang tertentu, marilah kita
hindarkan. Supaya kita bisa hidup saling berdampingan satu sama lain. Kita
tidak mungkin selalu sama dalam menyikapi suatu hal. Pasti ada namanya
perbedaan sikap, pikiran, maupun pendapat. Tapi itu bukan menjadi pemisah
persaudaraan yang sudah kita jalin selama ini.
Mari kita mengelola dengan baik
setiap perbedaan-perbedaan yang ada. Apalagi bangsa kita sendiri adalah bangsa
begitu kayanya akan kebudayaannya, begitu banyaknya pulau-pulau, dan begitu
banyaknya bahasa, serta suku-suku bangsanya. Perbedaan dan kekayaan itu bukan
menjadikan kita malah semakin terpisah dan akhirnya menjauh. Seperti yang
disampaikan Bapak Jokowi pada acara Idul Adha di alun-alun kota Sukabumi (1/9).
Pesan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar, dan ini disampaikan beliau
dimana-mana. Kemudian menegaskan dengan sangat bahwa kita adalah saudara.
Saudara sebangsa dan setanah air.
Dan ketika kita sudah sukses
mengolah setiap perbedaan-perbedaan yang ada di tanah air kita, kemudian kita
akan bisa bersuara dengan tegas kepada bangsa-bangsa yang lain. Juga akhirnya
kita bisa memberikan contoh yang baik kepada Negara-negara tetangga kita yang
ada dan bahkan didunia. Ternyata Indonesia sudah sukses mengelolah bangsanya.
Indonesia sudah tidak terjadi lagi pemaksaan kehendak, di Indonesia sudah tidak
terjadi lagi penutupan tempat-tempat ibadah, sebab rakyatnya sudah rukun dan
hidup berdampingan.
![]() |
Doa Bersama Lintas Agama |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar