Jumat, 26 Januari 2018

Betulkah Kebijakan Becak Merupakan Kebijakan Populis


sumber : breakingnews.co.id

 
Tulisan ini hanya sebuah analisis umum yang dilihat dari kacamata seorang awam yang ingin mencoba menggali makna sebuah kebijakan dari seorang kepala daerah. Dan juga menjadi sebuah keprihatinan tersendiri, setelah menyaksikan tayangan Editorial Pagi dari Metro TV (25/1) yang bertemakan : Mencegah NKRI Rasa Federasi.

Dimana dalam pembahasannya, mencoba mengkaji kebijakan seorang kepala daerah. Ketika dia ingin mencoba peruntungan menjadi seorang tokoh figuran di ajang pilpres nanti di tahun 2019, maka tak ayal dirinya akan selalu kontraproduktif atau selalu berseberangan dengan Presiden sekarang. Padahal sebagai seorang kepala daerah harus taat dan linear dengan kebijakan pemimpinnya, yakni Presiden.

Termasuk kebijakan untuk mengatur tukang becak untuk kembali beroperasi di pusat ibukota Jakarta. Awalnya terkesan bahwa tidak akan serius dalam menangani tukang becak, tidak akan serius dalam membuat sebuah aturan khusus dalam menangani mereka, tapi ternyata salah. Kebijakan itu tetap dilakukan, dan sudah memerintahkan Kadis Perhubungan DKI untuk segera mensosialisasikan kebijakan khusus yang diutarakan Sang Gubernur.

Dan dampaknya sekarang, abang-abang tukang becak, bukan hanya dari dalam DKI yang ingin mulai menunjukkan taji-nya, mereka yang berasal dari luar DKI pun merasa sangat senang dan antusias dengan hal itu, serta memberanikan diri untuk mencari penghidupan dan peruntungan di Pusat Ibukota Indonesia.

Kenapa seorang Kepala Daerah bisa berpikiran seperti itu? Bisa berpikiran untuk segera mengakomodir kepentingan abang tukang becak. Bukan berarti mendiskreditkan pekerjaan tukang becak, apalagi mendiskreditkan Bapak Gubernur pilihan warga Jakarta. Padahal kebijakan ini sepertinya tidak masuk dalam program andalan sewaktu kampanye dulu.

Kebijakan yang tega mengkhianati keputusan para pendahulunya, bahkan berupaya untuk menganulir peraturan daerah (perda) no 11  tahun 1988, tentang larangan tukang becak beroperasi di Jakarta. Dimana perda tersebut harus dicabut dulu, sebab kalau tidak dicabut, dipastikan Sang Gubernur sudah melanggar aturan yang berlaku di DKI.

Apakah pergub akan keluar untuk memayungi kebijakan itu? Seakan-akan Pergub lebih tinggi dan berotoritas dibandingkan dengan perda yang sudah disusun bersama DPRD maupun pemprov. Ingin menunjukkan diskresi kebijakan Gubernur yang ternyata memang keren.

Kebijakan yang keluar setelah Sang Gubernur melihat kondisi lapangan dan kenyataan selama ini yang sedang terjadi di DKI, atau mungkin di kota-kota lain juga. Pak Anies berusaha untuk menunjukkan rasa keprihatinan yang besar bagi tukang-tukang becak. Supaya mereka tidak lagi diganggu atau lebih tepatnya ditertibkan keberadaannya, ketika sedang beroperasi di jalanan.

Apakah benar kebijakan tersebut dipandang sebagai kebijakan yang berpihak. Sebab memang di awal-awal masa kampanye, kata ‘keberpihakan’ menjadi kata kunci bagi Pak Anies dalam membuat segala kebijakannya.

Betulkah segala kebijakan yang diambil dan dikeluarkan oleh pemprov merupakan kebijakan yang  berpihak kepada orang-orang lemah, kebijakan yang berpihak kepada kaum pribumi, kebijakan berpihak kepada kaum yang selama ini sudah dipinggirkan? Dan Betulkah kebijakan untuk mengaktifkan kembali moda becak menjadi kebijakan yang populis?

Apakah impiannya Sang Gubernur, ingin menjadikan Jakarta menjadi kota vintage klasik sekaligus modern sebab Becak kayuh, LRT dan MRT pun beroperasi sekaligus. Tidakkah ada dalam hatinya menjadikan Kota Jakarta menjadi kota megapolitan yang sejajar dengan kota-kota beradab Dunia, seperti yang pernah diimpikan Bapak Ahok dulu? Tapi sepertinya tidak, sebab kebijakan Sang Gubernur DKI sekarang ini adalah ‘kebijakan yang penting beda’ dengan pendahulunya.

Tidak masalah, apakah kebijakannya yang penting beda tersebut, malah akan semakin mendatangkan kesemrautan ataupun kembali kacau, seperti kebijakan yang sudah dilakukan di Tanah Abang. Atau merasa menang dan bangga ketika ternyata MA pun mendukung kebijakannya, yang kembali mengijinkan kendaraan bermotor bisa melewati Jalan Thamrin.

Mencoba melihat apa itu kebijakan populis. Ternyata sewaktu pilpres di Amerika dulu, yang dimenangkan oleh Donald Trump, memakai fenomena populisme. Yang oleh Pengamat Intelijen Soeripto J. Said pada kompas.com (15/1/2017), menyatakan bahwa gejala populisme muncul karena sumber daya alam dikuasai oleh korporasi. Dimana korporasi dianggap selalu melakukan pendekatan kepada pusat pengambil keputusan yang terkait dengan kebijakan publik. Sehingga kebijakan publik terkesan mementingkan pihak pemodal dan merugikan kepentingan nasional.

“Bahkan kebijakan publik itu dianggap penjajahan bentuk baru di bidang ekonomi. Maka berkembanglah rasa kekecewaan publik terhadap pemerintah dan gerakan protes,” ujar Soeripto di Balai Kartini, Jakarta Selatan.

Maka tak heran, Beliau, Bapak Gubernur Anies, dengan getolnya untuk berusaha membatalkan proyek reklamasi.  Dan berani membayar balik segala kerugian yang sudah dikeluarkan para pengembang atau korporasi. Tapi ternyata memakai jasa  dan modal mereka juga, untuk merealisasikan janji DP nol persen.

Seharusnya kalau berani untuk mengembalikan uang pembatalan, dan memakai alokasi lain untuk membayarkannya, kenapa tidak berani untuk memakai anggaran yang serupa dalam mewujudkan mimpi DP nol persen untuk KPR. Bukannya malah melibatkan para pengembang.

Oleh karena itu, konsistenlah Bapak Anies? Bukankah Bapak mau berusaha untuk menjadi orang yang berpihak seperti yang Bapak ungkapkan selama ini. Seperti yang sudah Bapak lakukan kepada para pengayuh becak. Bapak mau berpihak kepada mereka, dan mengesahkan mode transportasi tersebut beroperasi dengan adanya stiker logo DKI yang menempel di becak tersebut.

Dan akhirnya tak dapat dipungkiri lagi, Bapak Anies tercinta ini, memang berambisi untuk merebut kursi RI 1 atau RI 2 di tahun 2019 nanti. Ingin mengulang sejarahnya Jokowi, sewaktu menang menjadi Gubernur DKI dan akhirnya menang menjadi orang nomor satu di Indonesia ini.

Kita lihat sajalah kiprah Sang Gubernur DKI kedepannya bagaimana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...