Kamis, 25 Januari 2018

Ketika Lebih Memilih Q & A Bersama Menkes dibandingkan Anies Sandi di Najwa


Banyak tanggapan di akun instagramnya Mbak Nana ketika memposting ataupun menampilkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI sebagai nara sumber di acara Mata Najwa yang dia pimpin. Dengan tema yang dibawakan adalah 100 hari Anies Sandi.
Mencoba mengulik-ulik segala kebijakan yang sudah diambil dimasa keseratus hari mereka memimpin. Tapi apa yang terjadi, menurut beberapa rekan penonton, acara tersebut berhasil membuat Anies Sandi harus terkapar dan membuktikan dirinya adalah seorang yang plin plan.
Tetapi aku hanya menonton sebagian percakapan di mata najwa. Tidak memilih untuk menonton semuanya dan lebih menjatuhkan pilihan untuk menonton Q & A (Question and Answer) bersama dengan Menteri Kesehatan : Jurus Menkes Menghadapi Gerakan Anti Vaksin.
Hal itu kulakukan, sebab tidak ingin mendengar segala celotehan ataupun omongan bombastis dari Sang Gubernur maupun wakilnya. Yang terkadang gampang sulit untuk dimengerti.
Kemudian melihat segala respon penulis yang ada di Grup Seword, juga menyatakan hal yang sama. Malas untuk menonton 100 Hari Kinerja Anies Sandi. Dan aku mengamini sikap-sikap yang dinyatakan oleh rekan-rekan tersebut.
Sebab percuma juga untuk menontonnya. Di mata Anies Sandi, mereka selalu mengklaim dirinya sedang membawa perubahan bagi Jakarta. Katanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dan pandangan itu dipastikan sama bagi warga yang mendukungnya mati-matian.
Ketika kita mencoba menulis segala kritik tentang Kebijakan yang diambil, para pendukung Anies mencoba menyerang kembali segala pernyataan kita. Dengan mengatakan kita adalah para cebong yang katanya belum move on dari sang mantan.
Padahal maksud kita baik, untuk bisa memberikan pandangan yang berbeda. Contohnya untuk kasus Kebijakan Tanah Abang, yang lebih mengutamakan Para PKL yang berjumlah ratusan dibandingkan para supir angkot yang jumlahnya ribuan. Kemudian akan mengakomodir kepentingan para abang becak, yang sudah sedari dulu dimusnahkan oleh Para pendahulunya, untuk kembali meramaikan jalan-jalan protokol di Jakarta.
Mencoba membuat kebijakan yang katanya bisa membawa kebaikan ekonomi bagi warga Jakarta. Ingin mencoba mengatur rute-rute jalannya supaya hanya tetap ada di kampung-kampung saja. Tapi didalam implementasinya, segala aturan-aturan yang sudah dibuatkan itu dipastikan akan selalu dilanggar.
Siapa coba yang ingin menjadi tukang becak?. Dipastikan tidak ada orang yang ingin menjadi Tukang Becak. Tapi Bapak Anies mencoba ingin melestarikan mereka supaya tetap eksis di perbecakan. Mendingan bersikap seperti Ibu Risma Sang Walikota Surabaya, yang dengan berani mengatakan kepada para Tukang Becak, untuk berhenti dari profesinya dan dicarikan pekerjaan yang lebih baik.
Kemudian, ternyata banyak para rekan penulis Seword yang akhirnya menyaksikan Nadjwa. Yang sudah bisa dipastikan, menonton dari segi kritisme sejati. Menonton untuk melihat segala keinkonsistenan dari Sang Gubernur. Menonton untuk bisa menyaksikan Bapak Anies yang ternyata kurang memahami peraturan atau undang-undang yang berlaku di Jakarta. Ketidakpahaman dan sulitnya untuk bisa membedakan antara Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Perda (Peraturan Daerah)
Dan sebagai hasil akhirnya, keluar sebuah tulisan, hasil dari inspirasi atau lebih tepatnya kristisme sejati setelah menonton Mata Najwa. Kemudian didapatkan satu kesimpulan oleh Bang Hans (sesama rekan penulis seword tercepat) bahwa Reklamasi itu ternyata masih dilanjutkan.
Sedang aku, akhirnya lebih memilih untuk menonton Q A di Metro TV. Menyaksikan segala polemik di bidang kesehatan. Mulai dari vaksinasi yang diharamkan oleh sebagian masyarakat, air seninya Onta apakah betul-betul berkhasiat, sampai pembahasan tentang BPJS, supaya pelayanannya bisa maksimal.
Lebih memilih menonton Ibu Menkes, meskipun penjelasan-penjelasan yang disampaikan, oleh para fanelis yang hadir diacara tersebut, menilai bahwa Ibu Menkes lebih cenderung bersikap normatif dan belum membuat gagasan solusi yang spektakuler terhadap permasalahan kesehatan di bangsa kita.
Terakhir apapun pilihan tontonan kita kemarin, hendaklah kita untuk bisa lebih kritis terhadap segala hal yang ditayangkan. Memahami sebuah pemberitaan untuk bisa memperbaiki segala carut marut persoalan di bangsa kita. Meskipun hal praktis yang bisa kita perbuat bagi bangsa ini adalah mengetahuinya dan memahaminya. Dan ketika kita bisa memahaminya, kita bisa mendoakannya. Mendoakan para pemimpin bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...