Jumat, 12 Januari 2018

Saudaraku FPI, Mari Belajar Ke Yuma, Supaya Menjadi Umat High Tech


sumber : kumparan



Tidak baik memang untuk selalu menciptakan rasa permusuhan diantara kita sesama anak bangsa. Sesungguhnya kita masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hebat dan kuat. Tindakan-tindakan untuk mengklaim kebenaran sendiri lebih baik dengan kebenaran orang lain, apalagi dengan sikap membenci, memusuhi, bahkan mengkafir-kafirkan rekan yang lain, bukanlah tindakan yang terpuji.

Bukankah Bapak Jokowi selalu konsisten menyatakan supaya kita tidak mudah terjebak, apalagi saling membalas diantara berbagai elemen masyarakat. Saling demo, saling fitnah, saling hujat menghujat, saling menjatuhkan diantara kita sesama warga bangsa. Seperti yang pernah dipidatokan oleh beliau pada waktu pembukaan Rakornas PIP (Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah) di tahun 2017 kemarin agenda tahunan oleh BPKP.

Beliau menyatakan bahwa bangsa kita sungguh sangat jauh tertinggal dari negara-negara maju yang ada. Negara-negara lain sudah mencapai teknologi kecerdasan buatan (artifisial), sudah punya kapling-kapling teknologi di luar angkasa, tapi kita masih terus tergerus oleh penyakit saling sikut, menyebar kabar bohong, dan tindakan main hakim sendiri.

Agama itu baik, ketika hal itu bisa mendekatkan diri kita dengan pencipta kita, bisa menciptakan tali kasih di antara kita seluruh warga bangsa. Bukan malah saling membenci, mengkafir-kafiri, apalagi baku hantam.

Mensyiarkan keyakinan kita kepada orang lain itu juga baik, sepanjang hal itu tidak dilakukan dengan unsur-unsur iming-iming, apalagi melakukan pemaksaan. Saya sangat memuji buat gerakan saudara FPI, GNPF, dan sejenisnya, yang dengan konsisten mensyiarkan Islam sebagai agama pembawa damai.   Apalagi sewaktu melakukan pembelaan-pembelaan dengan sigap dan konsisten ketika ada orang-orang yang berupaya menyinggung, menyakiti, ulama, nabi maupun kitab suci Al-quran.

Siapa yang melarang ketika kita mensyiarkan kebaikan, mensyiarkan kedamaian, mensyiarkan kemurnian ajaran yang bisa membangun umat. Bukan malah sebaliknya, hal-hal yang disampaikan akhirnya bisa memicu untuk menimbulkan perpecahan diantara kita, menimbulkan kebencian, dan bahkan penghinaan.

Siapa yang melarang ketika kita kita memakai media-media sosial yang ada, seperti facebook, whatsupp, mesin pencari atau search enggine, dan lain-lainnya, untuk mensyiarkan kebaikan kita bagi orang lain. Tidak ada yang melarang. Tapi ketika yang disampaikan adalah hal yang sebaliknya, tentulah akun-akun pengguna selayaknya diblokir sang pemilik atau pencipta aplikasi tersebut. Ada aturan dan ada batasan, dan hal itu pun sudah diatur dalam perundangan-undangan kita.

Kemudian, karena tidak senang akun-akun yang seperti ITU selalu diblokir, akhirnya buat pernyataan untuk memboikot aplikasi-aplikasi tersebut. Ditambah lagi karena adanya sentimen anti Israel, kisruh menyikapi pernyataan sikap kontroversi Donald Trump, maka semakin kuat dan gencar untuk segera memboikot seluruh buatan-buatan orang Israel. Tapi pada faktanya sulit dan bahkan mustahil untuk melakukan pernyataan mereka tersebut.

Sudah melakukan seruan untuk memboikot Facebook, Twitter, tepat di hari Natal lalu. Kemudian merilis aplikasi pengganti yang katanya buatan orang Indonesia. Yakni http://redaksitimes.com untuk menggantikan Facebook; http://geevv.com sebagai pengganti Google, dan http://callind.com sebagai pengganti WhatsApp. Mem-blow up­ untuk menggunakan aplikasi tersebut, yang katanya sebagai wujud  kebangkitan bangsa dengan mencintai produk-produk Indonesia.

Tapi, akhirnya tidak berdaya, bahwa Facebook, Twitter, dll, masih merupakan aplikasi mumpuni dan belum bisa dikalahkan dengan aplikasi-aplikasi yang dinyatakan oleh FPI sebelumnya. Kemudian pada Jumat (12/1), telah melakukan demonstrasi 121, untuk menuntut Facebook supaya tidak lagi memblokir akun ormas keagamaan di Indonesia.

Dan Facebook akhirnya memberikan pernyataan resminya terhadap aksi 121 itu. Dinyatakan bahwa pihak Facebook terbuka apabila Facebook digunakan untuk berdiskusi mengenai beragam topik dan gagasan serta meningkatkan kesadaran akan isu yang penting bagi masyarakat. Namun akan menghapus konten yang melanggar Standar Komunitas yang telah ditetapkan. Dimana Standar Komunitas dibuat untuk mencegah adanya organisasi atau individu yang menyerukan ujaran kebencian atau kekerasan terhadap pihak lain yang memiliki pandangan yang berbeda dengan mereka.

Mari Belajar ke Yuma, supaya bisa konsisten Bung.

Siapa Yuma? Dia adalah programmer cilik, 10 tahun, asal Indonesia, yang hadir pada acara tahunan oleh Perusahaan teknologi raksasa Apple, WWDC17 (Wordwide Developers Conference) di San Jose  (AS) pada Juni 2017 lalu. Tim Cook Apple sangat terkesan dengan aplikasi buatannya yang dibuat ketika dalam perjalanan naik pesawat, yakni aplikasi untuk membantu orangtuanya menentukan harga sebuah barang.

Yuma mulai suka belajar coding sejak usia enam tahun, karena menurutnya PR di sekolah kurang menantang. Dan dia hanya belajar Coding dari Youtube. Dalam wawancaranya dengan program Radio National ABC, Yuma mengatakan bahwa dia ingin membuat aplikasi yang bisa mengubah dunia. Juga dia tidak pelit untuk berbagi ilmunya dalam melakukan coding.

Oleh karena itu, saudaraku FPI, supaya bisa konsisten mari belajar teknologi dulu. Belajar kepada ahlinya langsung. Meskipun dia masih kecil, jangan anggap anak itu masih ingusan. Lihat dia sudah bisa menciptakan banyak aplikasi, dan anaknya juga suka tuh berbagi ilmu.

Dan kalau sudah mapan dan jago coding ‘tuk buat aplikasi, barulah cocok untuk menyerukan dalam memboikot aplikasi-aplikasi seperti Facebook dan sejenisnya. Jangan hanya omong doang, hari ini katakan A, kemudian besoknya katakan B. Plin-plan dan jilat ludah sendiri, kan yang rugi, diri sendiri.

Setelah buat aplikasi tersebut, untuk memviralkan aplikasi baru tersebut, bukankah ente mengklaim bahwa punya umat hampir puluhan juta di Indonesia ini. Mari serukan aplikasi tersebut, dan menangkan persaingan dunia teknologi informasi digital. Itulah permainan yang cantik, yang membangun citra bangsa ini semakin lebih baik dan dikenal oleh  negara-negara lain. Dan kalau anda bisa melakukan itu, bukankah Anda sudah memberikan kontribusi yang sangat positif bagi pembangunan bangsa kita Indonesia.

Mari menjadi umat high tech, yang bukan hanya melek teknologi, tapi menguasainya sekaligus, dengan menciptakan aplikasi teknologi buatan yang tak kalah dengan buatan orang Israel, Amerika sana.

Sibolangit (13/1/’17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...