![]() |
sumber : poskotanews.com |
Sungguh tidak elok ketika kita
harus diperhadapkan dengan situasi seperti Bapak Anies hadapi sekarang ini. Antara
ingin menepati janji-janji politik kemarin dan harus menabrak-nabrak sisi hukumnya
atau melanggar janji dan tentunya menjadi pecundang.
Ini harus menjadi pelajaran bagi
para calon kepala daerah yang akan ikut kontestasi pemilihan calon kepala
daerah di tahun ini. Jangan karena ingin tampak memiliki visi yang hebat dan
wau..tapi ujung-ujungnya harus berhadapan dengan hukum. Menggumbar segalanya,
janji-janji manis tapi kenyataannya pahit yang akan dirasakan kemudian.
Contohnya saat ini yang sedang
hangat-hangatnya, masalah reklamasi. Dengan diam-diam menyurati kepala BPN,
Bapak Syofan Djalil, akhir Desember 2017 lalu, untuk segera menarik HGB (Hak
Guna Bangunan) yang sudah diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Tapi
akhirnya, Bapak Syofan bukan membalas suratnya, malahan melakukan konferensi
pers. Untuk menyikapi surat yang datang kepadanya.
Hal ini membuat Anies, puyeng dan
tampaknya kesal terhadap sikap Bapak Kepala BPN. Menyatakan hal tersebut bukanlah
menjaga adab. Dimana tujuan awal suratnya ingin melakukan tertib administrasi.
Dalam konferensi pers Bapak
Syofan Djalil, menyatakan bahwa sertifikat HGB kepulauan reklamasi tidak bisa
ditarik kembali. Dan mempersilahkan Bapak Anies untuk menuntutnya di PTUN
(Pengadilan Tata Usaha Negara), bila keberatan dengan surat penolakan oleh BPN.
Sebab meskipun hal itu seandainya dituruti, bisa mengakibatkan ketidakpastian
hukum. Hal ini akan sangat mencoreng pemerintah sendiri.
Hal ini juga ditegaskan kembali
oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bapak Yusril
Mahendra, dalam Perspektif Indonesia di Smart FM pada hari ini (13/1). Bahwa
ketika terjadinya pembatalan maka akan mengakibatkan wanprestasi bagi Pemprov
DKI. Dimana wanprestasi dalam hukum perjanjian, yakni tidak dilaksanakannya
prestasi atau kewajiban yang sudah tertera dalam surat perjanjian sebelumnya
antara pemerintah dan swasta.
Dan ketika terjadi sidangpun di
PTUN, berdasarkan pengalaman Bapak Yusril, maka BPN yang biasanya selalu gagal
ketika ada pembatalan secara sewenang-wenang sertifikat tersebut. Bukan hanya
BPN, Pemprov DKIpun juga bisa dituntut karena telah dianggap melakukan
wanprestasi.
"Jadi
enggak bisa tiba-tiba Gubernur minta sertifikat HGB itu dibatalkan karena
semata-mata dengan alasan belum ada perda zonasi dan tata ruangnya. Sebab yang
bisa membatalkan itu salah satunya adalah karena bertentangan dengan
Undang-undang atau peraturan yang sudah ada," jelas Yusril.
Bapak Nur
Hasan, Pakar Hukum Agraria UGM, pada perspektif Indonesia, juga menyatakan
bahwa reklamasi yang terjadi sekarang ini di DKI, bukanlah proyek yang
perencanaannya baru-baru ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan sudah
direncanakan sejak tahun 1990, dan mulai dieksekusi oleh Swasta di tahun
2010-an hingga sekarang.
Pemerintah
tidak punya uang untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, dan akhirnya
melibatkan swasta. Dan semuanya itu sudah diatur dan berdasar kepada
undang-undang yang telah disusun dan diberlakukan lebih dahulu. Baik Keputusan
Presiden (Keppres) maupun Peraturan Gubernur (Pergub), supaya memiliki payung
hukum yang kuat.
Jangan
hanya karena belum memiliki perda zonasi dan tata ruang yang pembahasannya sampai
sekarang belum kelar-kelar dikeluarkan dan disahkan oleh DPRD DKI, akhirnya
melakukan pembatalan. Sebab hukum dibangsa kita bukanlah berlaku surut
melainkan berlaku ke depan. Tidak bisa harus menunggu jadinya perda zonasi dulu
baru mengatur untuk apa lahan itu dipakai. Sebab proyek reklamasi itupun
sesungguhnya sudah punya payung hukum yang jelas dalam proses pelaksanaannya. Tidak
bisa undang-undang yang terbitnya tahun 2019 nanti, tapi akhirnya mengatur
peristiwa hukum yang kejadiannya
sekarang, tahun 2018.
Anies
terus berkilah bahwa ada prosedur yang salah yang telah dilakukan oleh
pemerintah sebelumnya. Dia menganggap bahwa pemerintah sebelumnya, yakni
presiden maupun gubernurnya bodoh-bodoh semuanya dan tidak tahu aturan. Sungguh
terlalu Pak Anies. Padahal anda bisa memimpin DKI sebenarnya harus mengikuti
atasan anda secara langsung, yakni Bapak Presiden. Bukan malah mau mencoba
melangkahinya dan mencoba membuktikan bahwa diri anda hebat dan bisa. Waduh
sungguh salah besar.
Anda
sekarang sedang termakan janji-janji manis dulu, yang kenyataanya sulit untuk
bisa diterapkan. Bahkan Wakil Gubernur anda menyatakan, bahwa ia sanggup untuk
mengembalikan seluruh kerugian akibat dari pembatalan tersebut. Padahal duit
yang mau dipakainya untuk membayarkannya adalah uang rakyat, bukannya uangnya.
Dan itupun kembali harus mendapatkan persetujuan lebih lanjut oleh anggota
dewan.
Bapak
Wakil Gubernur yang terhormat, Bapak Sandi, Anda tidak bisa seenaknya sendiri
mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan hati rakyat seperti itu. Jangan karena
anda mentang-mentang punya uang buaaaanyakkk bangat, anda bisa mengatur
sana-sini.
Ketika
Anda sudah membatalkan, proyek reklamasi itu, pertanyaan selanjutnya adalah,
mau diapakan tanah dan bangunan yang sudah berdiri. Apakah Anda hendak menghancurkan
semuanya, dan menjadi sebuah pekerjaan yang sia-sia.
Apakah Anda
ingin melihat, Jakarta tenggelam untuk seterusnya dan selamanya. Sebab proyek itu
disamping untuk menambah luas area cakupan DKI sendiri, juga sebagai alat untuk
menghilangkan banjir yang selama ini kerap terjadi.
![]() |
Skema : Proyek Reklamasi dalam Menaggulangi Banjir ROB |
Juga akan
ada banyak dampak positif yang akan bisa dinikmati masyarakat ketika proyek itu
tetap berjalan dan berhasil. Semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka,
kesejahteraan masyarakat meningkat. Dan tentunya bukan hanya itu, andapun akan
tercatat sebagai Gubernur yang berprestasi dan bukannya dicap sebagai gabenar magang.
Terakhir, bijaklah Bapak Anies dalam mengambil keputusan
kedepannya. Masih panjang waktu Anda memimpin kedepannya. Anda sudah melakukan
start yang salah dalam kampanye diawalnya, janganlah merasa malu untuk
mengakuinya. Jangan buat rakyat DKI semakin hancur lebur Pak, jangan.
Sibolangit, (13/1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar