Sabtu, 13 Januari 2018

Reklamasi Ala Anies, Pilih Politik atau Hukum, Rakyat Tetap Hancur


sumber : poskotanews.com



Sungguh tidak elok ketika kita harus diperhadapkan dengan situasi seperti Bapak Anies hadapi sekarang ini. Antara ingin menepati janji-janji politik kemarin dan harus menabrak-nabrak sisi hukumnya atau melanggar janji dan tentunya menjadi pecundang.

Ini harus menjadi pelajaran bagi para calon kepala daerah yang akan ikut kontestasi pemilihan calon kepala daerah di tahun ini. Jangan karena ingin tampak memiliki visi yang hebat dan wau..tapi ujung-ujungnya harus berhadapan dengan hukum. Menggumbar segalanya, janji-janji manis tapi kenyataannya pahit yang akan dirasakan kemudian.

Contohnya saat ini yang sedang hangat-hangatnya, masalah reklamasi. Dengan diam-diam menyurati kepala BPN, Bapak Syofan Djalil, akhir Desember 2017 lalu, untuk segera menarik HGB (Hak Guna Bangunan) yang sudah diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Tapi akhirnya, Bapak Syofan bukan membalas suratnya, malahan melakukan konferensi pers. Untuk menyikapi surat yang datang kepadanya.

Hal ini membuat Anies, puyeng dan tampaknya kesal terhadap sikap Bapak Kepala BPN. Menyatakan hal tersebut bukanlah menjaga adab. Dimana tujuan awal suratnya ingin melakukan tertib administrasi.  

Dalam konferensi pers Bapak Syofan Djalil, menyatakan bahwa sertifikat HGB kepulauan reklamasi tidak bisa ditarik kembali. Dan mempersilahkan Bapak Anies untuk menuntutnya di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), bila keberatan dengan surat penolakan oleh BPN. Sebab meskipun hal itu seandainya dituruti, bisa mengakibatkan ketidakpastian hukum. Hal ini akan sangat mencoreng pemerintah sendiri.

Hal ini juga ditegaskan kembali oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bapak  Yusril Mahendra, dalam Perspektif Indonesia di Smart FM pada hari ini (13/1). Bahwa ketika terjadinya pembatalan maka akan mengakibatkan wanprestasi bagi Pemprov DKI. Dimana wanprestasi dalam hukum perjanjian, yakni tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban yang sudah tertera dalam surat perjanjian sebelumnya antara pemerintah dan swasta.

Dan ketika terjadi sidangpun di PTUN, berdasarkan pengalaman Bapak Yusril, maka BPN yang biasanya selalu gagal ketika ada pembatalan secara sewenang-wenang sertifikat tersebut. Bukan hanya BPN, Pemprov DKIpun juga bisa dituntut karena telah dianggap melakukan wanprestasi.

"Jadi enggak bisa tiba-tiba Gubernur minta sertifikat HGB itu dibatalkan karena semata-mata dengan alasan belum ada perda zonasi dan tata ruangnya. Sebab yang bisa membatalkan itu salah satunya adalah karena bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan yang sudah ada," jelas Yusril.

Bapak Nur Hasan, Pakar Hukum Agraria UGM, pada perspektif Indonesia, juga menyatakan bahwa reklamasi yang terjadi sekarang ini di DKI, bukanlah proyek yang perencanaannya baru-baru ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan sudah direncanakan sejak tahun 1990, dan mulai dieksekusi oleh Swasta di tahun 2010-an hingga sekarang.

Pemerintah tidak punya uang untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, dan akhirnya melibatkan swasta. Dan semuanya itu sudah diatur dan berdasar kepada undang-undang yang telah disusun dan diberlakukan lebih dahulu. Baik Keputusan Presiden (Keppres) maupun Peraturan Gubernur (Pergub), supaya memiliki payung hukum yang kuat.
Jangan hanya karena belum memiliki perda zonasi dan tata ruang yang pembahasannya sampai sekarang belum kelar-kelar dikeluarkan dan disahkan oleh DPRD DKI, akhirnya melakukan pembatalan. Sebab hukum dibangsa kita bukanlah berlaku surut melainkan berlaku ke depan. Tidak bisa harus menunggu jadinya perda zonasi dulu baru mengatur untuk apa lahan itu dipakai. Sebab proyek reklamasi itupun sesungguhnya sudah punya payung hukum yang jelas dalam proses pelaksanaannya. Tidak bisa undang-undang yang terbitnya tahun 2019 nanti, tapi akhirnya mengatur peristiwa hukum yang  kejadiannya sekarang, tahun 2018.

Anies terus berkilah bahwa ada prosedur yang salah yang telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Dia menganggap bahwa pemerintah sebelumnya, yakni presiden maupun gubernurnya bodoh-bodoh semuanya dan tidak tahu aturan. Sungguh terlalu Pak Anies. Padahal anda bisa memimpin DKI sebenarnya harus mengikuti atasan anda secara langsung, yakni Bapak Presiden. Bukan malah mau mencoba melangkahinya dan mencoba membuktikan bahwa diri anda hebat dan bisa. Waduh sungguh salah besar.

Anda sekarang sedang termakan janji-janji manis dulu, yang kenyataanya sulit untuk bisa diterapkan. Bahkan Wakil Gubernur anda menyatakan, bahwa ia sanggup untuk mengembalikan seluruh kerugian akibat dari pembatalan tersebut. Padahal duit yang mau dipakainya untuk membayarkannya adalah uang rakyat, bukannya uangnya. Dan itupun kembali harus mendapatkan persetujuan lebih lanjut oleh anggota dewan.

Bapak Wakil Gubernur yang terhormat, Bapak Sandi, Anda tidak bisa seenaknya sendiri mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan hati rakyat seperti itu. Jangan karena anda mentang-mentang punya uang buaaaanyakkk bangat, anda bisa mengatur sana-sini.

Ketika Anda sudah membatalkan, proyek reklamasi itu, pertanyaan selanjutnya adalah, mau diapakan tanah dan bangunan yang sudah berdiri. Apakah Anda hendak menghancurkan semuanya, dan menjadi sebuah pekerjaan yang sia-sia.

Apakah Anda ingin melihat, Jakarta tenggelam untuk  seterusnya dan selamanya. Sebab proyek itu disamping untuk menambah luas area cakupan DKI sendiri, juga sebagai alat untuk menghilangkan banjir yang selama ini kerap terjadi.

Skema : Proyek Reklamasi dalam Menaggulangi Banjir ROB


Juga akan ada banyak dampak positif yang akan bisa dinikmati masyarakat ketika proyek itu tetap berjalan dan berhasil. Semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka, kesejahteraan masyarakat meningkat. Dan tentunya bukan hanya itu, andapun akan tercatat sebagai Gubernur yang berprestasi dan bukannya dicap sebagai gabenar magang.

Terakhir, bijaklah Bapak Anies dalam mengambil keputusan kedepannya. Masih panjang waktu Anda memimpin kedepannya. Anda sudah melakukan start yang salah dalam kampanye diawalnya, janganlah merasa malu untuk mengakuinya. Jangan buat rakyat DKI semakin hancur lebur Pak, jangan.

Sibolangit, (13/1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...