Kamis, 18 Januari 2018

Kala Gerindra Gunakan Politisasi Anak pada KLB di Asmat Tapi Lupa KLB Difteri


sumber : jurnal.politik



Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa kepada sejarah. Sejarah ada untuk menolong kita di dalam bertindak di kemudian hari. Bukan malah terkungkung di dalam peristiwa sejarah itu, sehingga kita tidak bisa kemana-mana.

Di dalam membangun sebuah bangsa, kita tidak bisa lepas dari yang namanya masukan ataupun kritikan. Namun yang kita butuhkan bersama adalah kritikan yang tajam dan membangun. Bukan kritikan yang seakan-akan memojokkan atau mendiskreditkan suatu pemerintahan yang sah, dengan pernyataan yang kadang kebenarannya tidaklah lengkap atau utuh.

Sebab setengah kebenaran adalah bukan kebenaran itu sendiri. Suatu hal yang benar sudah pasti baik dan positif. Sedangkan suatu hal yang baik belum tentu benar. Juga banyak orang yang mau bersedia mati kepada orang yang baik, sedangkan kepada orang yang benar belum tentu ada orang yang mau berkorban atau mati untuk itu.

Gerindra adalah partai oposisi pada masa pemerintahan sekarang ini. Dimana keberadaannya juga sangat dibutuhkan untuk bisa menetralisir jalannya sebuah pemerintahan. Ketika tidak ada yang mengingatkan bisa dipastikan kebijakan pemerintah itu berujung kepada sebuah kesalahan. Jadi penting perannya untuk bisa memonitoring, mengevaluasi dan menyeimbangkan jalannya pemerintahan sekarang ini.

Ada dua peristiwa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sudah terjadi di sepanjang tahun 2017. KLB Pertama yaitu mengenai kasus difteri, dan yang kedua baru-baru ini peristiwa kasus gizi buruk yang ada di Asmat, Papua.

Untuk kasus yang pertama, kasus difteri seakan-akan partai ini tidak bersuara alias no comment. Hal itu coba saya buktikan dengan menyambangi akun official Gerindra yang ada di Facebook. Ketika saya cek terus isi pemberitaan yang ada di akun tersebut, sama sekali tidak ada memuat kritikan tentang kasus difteri, yang juga merupakan kasus luar biasa.

Namun ketika terjadi kasus gizi buruk pada anak dan juga wabah penyakit campak sehingga menimbulkan kematian kepada 61 anak Asmat, Gerindra dengan garangnya mengangkat isu ini untuk menunjukkan bahwa pemerintahan sekarang ini sedang gagal. Menampilkan foto di status yang mereka unggah di laman mereka pada tanggal 16 Januari lalu, ternyata merupakan foto dari situs van.marto.blogspot.co.id yang diposting sejak tahun 2008 lalu. Hal ini diungkapkan oleh wartakota.tribunnews.com (18/1).

Gerindra menyatakan bahwa infrastruktur yang dibanggakan oleh Presiden RI Joko Widodo di Papua selama ini ternyata menjadi kedok lalainya pembangunan sumber daya manusia yang ada disana. ... 63 Anak suku Asmat meninggal akibat gizi buruk dan wabah campak. Kematian tersebut menjadi indikasi bahwa rakyat Papua butuh perhatian khusus terutama kebutuhan pangan bergizi serta fasilitas kesehatan yang memadai. Bukan jalan beton yang dapat menghidupi mereka, melainkan pangan bergizi dan bantuan fasilitas kesehatan yang sebenarnya mereka butuhkan.

Kemudian di dalam status tersebut, diungkapkan sejumlah fakta tentang faskes yang ada di Asmat. Dan ditutup dengan kutipan yang diambil dari seorang ulama dan sastrawan Indonesia, Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), serta dengan menggunakan hastag #paradoksIndonesia.

Okelah, mengenai sejumlah fakta yang disampaikan oleh akun official Gerindra tersebut. Tapi, perlu kita cermati bersama, bahwa tanah Papua memang memiliki medan yang amat sulit untuk bisa mengakses dari suatu kampung ke kampung yang lainnya.

Mari melihat kebijakan pemerintah yang sebelumnya, apakah yang sudah dikerjakan untuk Papua. Cenderung pembangunan yang dikerjakannya adalah pembangunan yang bersifat jawa sentris. Memberikan BLT kepada rakyat miskin, tapi tidak memberdayakan masyarakatnya untuk bisa hidup mandiri.  

Papua menjadi wilayah yang sangat asing dan sudah lama sengaja diterbengkalaikan. Dan oleh pemerintahan sekarang, Bapak Jokowi membuat sebuah gebrakan yang luar biasa untuk membangun daerah-daerah di Indonesia yang ternyata bukan jawa sentris melainkan Indonesia sentris. Membangun dari daerah paling luar, paling sulit medannya, dan salah satunya adalah Papua.

Bagaimana mungkin bisa memberikan layanan yang maksimum kepada masyarakatnya di Papua, jika akses menuju kesanapun sangat berat? Bagaimana mungkin bisa mempertahankan banyak dokter atau tenaga medis maupun tenaga pengajar, sementara mereka harus berjuang lagi untuk bisa sampai kesana? Sebab tidak banyak orang yang mau bersedia secara total untuk penghidupan yang sangat sulit disana. Butuh orang-orang berani dan nekat serta bagi mereka yang punya panggilan klhususlah yang mau bersedia kesana.

Dan untuk bisa memancing orang-orang kesana lebih banyak lagi, baik tenaga medis maupun tenaga pendidikan, makanya perlu dibangun akses jalan yang baik kesana. Bukan hanya itu, ada konektivitas yang baik dari satu kampung ke kampung yang lain ketika pembangunan-pembangunan jalan bisa terealisasi disana. Jadi jangan menutup mata pak, buat kondisi yang ada disana.

Kembali kepada topik yang saya bahas, Anda sudah melakukan tebang pilih ketika mengangkat sebuah kasus. Ketika kasusnya, Anda lihat seperti menguntungkan saudara, Anda langsung angkat isu tersebut ke publik. Padahal ada dua kejadian luar biasa (KLB) yang sedang terjadi di bangsa ini.

Mengapa Anda sepertinya melupakan untuk menyuarakan Kasus Difteri ke publik? Minimal bisalah dimuat di akun offisial anda. Tapi ternyata sama sekali tidak ada dipublish. Atau jangan-jangan Anda juga terlibat dalam pembodohan untuk menolak imunisasi seperti yang diekspos besar-besaran oleh kaum bumi datar.

Dimana ada banyak sejumlah ulama maupun ustad yang menyuarakan untuk menolak immunisasi diberikan kepada anak-anak, dan menyatakan hal itu haram. Sehingga banyak orang-orang yang pada akhirnya percaya akan perkataan itu. Dan akhirnya seperti yang anda lihat sekarang ini. Sudah banyak korban dari Kasus Difteri ini. Bukan hanya satu provinsi tapi sudah mewabah hingga ke 20 provinsi di Indonesia.

Seharusnya pemberitaan perjuangan anda bisa mencakup hal ini juga. Supaya elok dipandang mata, dan juga tentunya mendatangkan simpati bagi partai Gerindra. Padahal anda selalu mempublish ke publik program anyar anda, yakni revolusi putih. Memberikan asupan makanan tambahan bagi anak-anak yang ada di Indonesia. Tapi lupa akan perlunya kekebalan akan penyakit-penyakit yang mematikan yang hanya didapatkan ketika anak-anak bisa menerima proses vaksinasi immunisasi, seperti yang sudah diprogramkan oleh pemerintah.

Bagaimana Anda bisa menyebutkan diri Anda sebagai Partai pejuang? Yakni sebagai Partai Gerakan Indonesia Raya, yang bisa menyuarakan seluruh permasalahan dan ketimpangan yang terjadi di masyarakat, sementara Andapun sepertinya masih buta dan sepertinya selalu berpihak kepada kaum radikal? Dan bagaimana bisa Anda disebut sebagai pembela anak dengan memberikan asupan gizi yang baik, sementara yang Anda sepertinya terlibat untuk menolak memberikan vaksinasi kekebalan bagi anak? Yang ternyata program yang anda gaungkan, yakni revolusiputih selalu mendapatkan penolakan dan bertentangan dengan menteri kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...