Minggu, 28 Januari 2018

Menyelesaikan Tugas Panggilan Kita (Finishing Well)





Semua mahluk hidup di dunia ini, termasuk manusia, dapat bisa dipastikan akan berujung dan mengakhiri hidup di dunia ini. Namun si dalam setiap kehidupan yang dititipkan ke kita, bisa dipastikan memiliki sebuah makna, dimana kita sendirilah yang harus mencoba menemukan hal itu. Dan makna keberadaan kita hanya dipastikan kita peroleh ketika kita bisa intim dengan Sang Pencipta kita.

Banyak orang yang hidup di dunia ini dipenuhi dengan rasa ketakutan itu sendiri. Terutama ketakutan akan kematian. Sepertinya belum siap untuk mati. Tapi kita diminta untuk tidak takut kepada yang namanya kematian itu. Sebab sewajarnya kita sudah harus tahu, kemana kita akan pergi setelah kita nantinya mati.

Bapak Erastus Sabdono, seorang pengkhotbah, seorang penulis lagu, pernah membuat sebuah lagu yang berjudul : “Pulang” berbicara tentang akhir seorang manusia di dunia ini. Bagaimana kita pasti mati dan orang yang percaya bisa tahu dengan pasti kemana’kan pulang.


Berikut lirik lagunya, mari kita resapi kata-kata yang ada di dalamnya, sambil kalau punya kuota mari search di youtube juga ada. Bukanlah sebuah kemungkinan, tapi dalam dekap kepastian, Aada saat detak jantungku detak jantungmu tiada berirama, tarikan nafaspun tak terhela. Kelopak mata redup terpejam, sudahi kelana kehidupan, tubuh menjadi dingin kaku tidak bernyawa, sukmapun terhempas masuk lorong yang tiada batas.

Reff. Perkarakan dirimu kemana engkau pulang, mungkinkah ke padang gersang tak bertepi, disana tiada mentari, dan tiada lagi bintang, dalam jurang gelap kengerian. Yang aku tahu pasti kemana aku pulang, di hamparan padang hijau tak bertepi, Tuhanlah matahariku di negeri indah Bapaku, kesana kami pulang bersama.

Ayat dua nya kembali berkata, Setiap insan terima panggilan, hari ini atau esok lusa, akhir perjalanan hidupku jalan hidupmu, tak seorang mampu menghindari bayang kematian. Wahai kamu yang sedang bersuka, dalam kewajaran anak dunia, nikmati kekayaan fana dengan jemawa, suatu saat pasti semua sirna tak berharga lagi.

Kita tidak tahu dengan pasti bagaimana kematian akan menjemput kita. Bagaimana cara kematian kita nantinya. Tapi ternyata dalam waktu yang tidak berselang lama, sudah ada tiga atau empat orang terdekatku, telah berakhiri hidupnya. Dua orang berakhir dalam suatu kecelakaan lalu lintas, dan satu lagi berakhir ketika mengalami pendarahan hebat di usia kandungannya yang masih baru tujuh bulan. Sang anak dan Ibu tidak dapat tertolong lagi.

Dua diantaranya sudah berkeluarga, dan meninggalkan seorang putri di tengah-tengah keluarga tercintanya. Temanku yang satu meninggalkan sang istri, dan yang satu lagi meninggalkan sang suami. Dua peristiwa yang sangat sulit pastinya dan sangat sedih tentunya ketika Sang Anak melihat Bapak atau Ibunya ternyata lama terbaring dan tidak bangun-bangun lagi.

Yang satu si anaknya menyatakan Ibunya kok lama sekali berdoanya. Ternyata si Amel belum bisa mengerti tentang kondisi dan peristiwa yang sedang terjadi. Sedang yang satu lagi, Si Michel di usia yang hampir sama dengan si Amel, ternyata sudah bisa mengerti Papanya telah meninggal. Dan ia pernah berkata kepada temanku, “Tante, jangan lagi cari Papa yah, Papa sudah meninggal”.


Banyak orang yang tidak siap untuk mati, tapi ketika hal itupun akan diperhadapkan ke kita, berarti segala tugas dan tanggung jawab kita dinyatakan oleh-NYA sudah selesai. Mungkin ketidaksiapan itu, seperti tanggung jawab untuk menolong orang tua, ataupun kemungkinan karena belum merasakan bagaimana itu berkeluarga, atau anak-anakku masih kecil,  mereka masih butuh kasih sayang dariku sebagai orang tuanya mereka. Dan mungkin masih banyak alasan-alasan ketidaksiapan kita dalam menghadapi itu semua. Namun di dalam ketidaksiapan kita pun, kita harus meyakini bahwa pilihan dan rencana Tuhan itulah yang terbaik.

Bayang-bayang kematian itu sendiri akan selalu menghampiri kita. Kita tidak bisa menghindarinya, sebab kita adalah mahluk yang hidup dari daging yang fana. Ketika kitapun akhirnya dipanggil oleh Sang Penenun kita, apakah kita sudah siap mempertanggungjawabkan kepadanya apa-apa saja yang sudah kita lakukan di dunia ini. Atau akankah dipenuhi dengan keraguan dan ketidakpastian?

Apakah kita akan berani berkata, seperti Paulus pernah berkata kepada muridnya Timotius, “Aku telah mengakhir pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Atau tiada keberanian lagi, dan penuh dengan ketakutan dalam menjalani hidup ini. Gagal menyelesaikan tugas yang sudah diberikan oleh-Nya kepada kita.

Oleh karena itu, persiapakan dirimu untuk menerima panggilan terakhir kita di dunia ini. Dengan cara menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang sudah Tuhan berikan bagi kita masing-masing. Dan ketika kita masih dipercayakan kehidupan itu sendiri, ketahuilah bahwa itu adalah sebuah kesempatan untuk bisa melakukan yang terbaik. Dan bukan hanya yang terbaik, hal yang harus dapat kita pastikan bersama bahwa kita adalah orang atau generasi yang sudah menyelesaikan tugas dan panggilannya dengan tepat dan tentunya setia. Istilah kerennnya yakni Finishing Well.

Sebab dalam hidup kita masing-masing, dipastikan akan diperhadapkan dengan banyak pilihan tawaran-tawaran dunia yang begitu menggoda. Apakah kita akan menghabiskan waktu dan kesempatan yang Tuhan beri dengan sesuka hati kita, tanpa mencoba mengisinya dengan menyelesaikan tugas panggilan yang sudah Tuhan taruh di dalam kehidupan kita diawalnya. Atau melakukan hal yang sebaliknya.


Ketahui jugalah bahwa nafas hidup kita itu sendiri adalah sebuah anugerah terindah. Milikilah sikap hati yang selalu bersyukur, bersyukur dan beryukur senantiasa. Sebab hal itulah yang dimintakan juga kepada kita.

Just reflection in this night..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...