Semua mahluk hidup di dunia ini,
termasuk manusia, dapat bisa dipastikan akan berujung dan mengakhiri hidup di
dunia ini. Namun si dalam setiap kehidupan yang dititipkan ke kita, bisa dipastikan
memiliki sebuah makna, dimana kita sendirilah yang harus mencoba menemukan hal
itu. Dan makna keberadaan kita hanya dipastikan kita peroleh ketika kita bisa
intim dengan Sang Pencipta kita.
Banyak orang yang hidup di dunia
ini dipenuhi dengan rasa ketakutan itu sendiri. Terutama ketakutan akan
kematian. Sepertinya belum siap untuk mati. Tapi kita diminta untuk tidak takut
kepada yang namanya kematian itu. Sebab sewajarnya kita sudah harus tahu,
kemana kita akan pergi setelah kita nantinya mati.
Bapak Erastus Sabdono, seorang
pengkhotbah, seorang penulis lagu, pernah membuat sebuah lagu yang berjudul :
“Pulang” berbicara tentang akhir seorang manusia di dunia ini. Bagaimana kita pasti
mati dan orang yang percaya bisa tahu dengan pasti kemana’kan pulang.
Berikut lirik lagunya, mari kita
resapi kata-kata yang ada di dalamnya, sambil kalau punya kuota mari search di youtube juga ada. Bukanlah sebuah kemungkinan, tapi dalam
dekap kepastian, Aada saat detak jantungku detak jantungmu tiada berirama,
tarikan nafaspun tak terhela. Kelopak mata redup terpejam, sudahi kelana
kehidupan, tubuh menjadi dingin kaku tidak bernyawa, sukmapun terhempas masuk
lorong yang tiada batas.
Reff. Perkarakan dirimu kemana engkau pulang, mungkinkah ke padang gersang
tak bertepi, disana tiada mentari, dan tiada lagi bintang, dalam jurang gelap
kengerian. Yang aku tahu pasti kemana aku pulang, di hamparan padang hijau tak
bertepi, Tuhanlah matahariku di negeri indah Bapaku, kesana kami pulang
bersama.
Ayat dua nya kembali berkata, Setiap insan terima panggilan, hari ini atau
esok lusa, akhir perjalanan hidupku jalan hidupmu, tak seorang mampu
menghindari bayang kematian. Wahai kamu yang sedang bersuka, dalam kewajaran
anak dunia, nikmati kekayaan fana dengan jemawa, suatu saat pasti semua sirna
tak berharga lagi.
Kita tidak tahu dengan pasti
bagaimana kematian akan menjemput kita. Bagaimana cara kematian kita nantinya. Tapi
ternyata dalam waktu yang tidak berselang lama, sudah ada tiga atau empat orang
terdekatku, telah berakhiri hidupnya. Dua orang berakhir dalam suatu kecelakaan
lalu lintas, dan satu lagi berakhir ketika mengalami pendarahan hebat di usia
kandungannya yang masih baru tujuh bulan. Sang anak dan Ibu tidak dapat
tertolong lagi.
Dua diantaranya sudah
berkeluarga, dan meninggalkan seorang putri di tengah-tengah keluarga
tercintanya. Temanku yang satu meninggalkan sang istri, dan yang satu lagi
meninggalkan sang suami. Dua peristiwa yang sangat sulit pastinya dan sangat
sedih tentunya ketika Sang Anak melihat Bapak atau Ibunya ternyata lama
terbaring dan tidak bangun-bangun lagi.
Yang satu si anaknya menyatakan
Ibunya kok lama sekali berdoanya. Ternyata si Amel belum bisa mengerti tentang
kondisi dan peristiwa yang sedang terjadi. Sedang yang satu lagi, Si Michel di
usia yang hampir sama dengan si Amel, ternyata sudah bisa mengerti Papanya
telah meninggal. Dan ia pernah berkata kepada temanku, “Tante, jangan lagi cari
Papa yah, Papa sudah meninggal”.
Banyak orang yang tidak siap
untuk mati, tapi ketika hal itupun akan diperhadapkan ke kita, berarti segala
tugas dan tanggung jawab kita dinyatakan oleh-NYA sudah selesai. Mungkin
ketidaksiapan itu, seperti tanggung jawab untuk menolong orang tua, ataupun
kemungkinan karena belum merasakan bagaimana itu berkeluarga, atau anak-anakku
masih kecil, mereka masih butuh kasih sayang
dariku sebagai orang tuanya mereka. Dan mungkin masih banyak alasan-alasan
ketidaksiapan kita dalam menghadapi itu semua. Namun di dalam ketidaksiapan
kita pun, kita harus meyakini bahwa pilihan dan rencana Tuhan itulah yang
terbaik.
Bayang-bayang kematian itu
sendiri akan selalu menghampiri kita. Kita tidak bisa menghindarinya, sebab
kita adalah mahluk yang hidup dari daging yang fana. Ketika kitapun akhirnya
dipanggil oleh Sang Penenun kita, apakah kita sudah siap mempertanggungjawabkan
kepadanya apa-apa saja yang sudah kita lakukan di dunia ini. Atau akankah
dipenuhi dengan keraguan dan ketidakpastian?
Apakah kita akan berani berkata,
seperti Paulus pernah berkata kepada muridnya Timotius, “Aku telah mengakhir
pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara
iman. Atau tiada keberanian lagi, dan penuh dengan ketakutan dalam menjalani
hidup ini. Gagal menyelesaikan tugas yang sudah diberikan oleh-Nya kepada kita.
Oleh karena itu, persiapakan
dirimu untuk menerima panggilan terakhir kita di dunia ini. Dengan cara
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang sudah Tuhan berikan bagi kita masing-masing.
Dan ketika kita masih dipercayakan kehidupan itu sendiri, ketahuilah bahwa itu
adalah sebuah kesempatan untuk bisa melakukan yang terbaik. Dan bukan hanya
yang terbaik, hal yang harus dapat kita pastikan bersama bahwa kita adalah
orang atau generasi yang sudah menyelesaikan tugas dan panggilannya dengan
tepat dan tentunya setia. Istilah kerennnya yakni Finishing Well.
Sebab dalam hidup kita masing-masing,
dipastikan akan diperhadapkan dengan banyak pilihan tawaran-tawaran dunia yang
begitu menggoda. Apakah kita akan menghabiskan waktu dan kesempatan yang Tuhan
beri dengan sesuka hati kita, tanpa mencoba mengisinya dengan menyelesaikan
tugas panggilan yang sudah Tuhan taruh di dalam kehidupan kita diawalnya. Atau melakukan
hal yang sebaliknya.
Ketahui jugalah bahwa nafas hidup
kita itu sendiri adalah sebuah anugerah terindah. Milikilah sikap hati yang
selalu bersyukur, bersyukur dan beryukur senantiasa. Sebab hal itulah yang
dimintakan juga kepada kita.
Just reflection in this night..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar