Senin, 21 Agustus 2017

Mari Berjiwa Besar Bangsaku

Derek Redmond pada Ajang Olimpiade 1992

Memang nyesek sekali didada jikalau kita dipermainkan oleh orang lain. Apalagi jika itu suatu bangsa dan Negara, tetanggaan lagi. Meskipun dalam pengakuan mereka, bahwa itu adalah sebuah kesilapan panitia, yang sama sekali tidak crosscheck data dan kebenarannya. Padahal zaman sekarang sudahlah amat canggih, jikalau tidak tahu bendera suatu Negara sebenarnya-kan tinggal buka internet cari di google. Gampang dan mudah untuk mencari info, tapi seakan-akan dibuat dulu sensasi. Jika diam dan tidak bereaksi berarti sah-sah saja.

Negara tetangga kita yang satu ini memang agak lain dari negara-negara tetangga yang lain. Unik dan menarik jika kita melihat sejarah atau informasi-informasi yang dulu. Semuanya terekam jelas di berbagai laman-laman berita atau opini yang keberadaannya bisa kita akses semuanya.

Apalagi ketika berbicara tentang event olahraga, seperti Sea Games yang penyelenggaraannya masih berlangsung sampai saat ini. Negara Malaysia kok tega-teganya berbuat kesalahan fatal. Membalikkan simbol bendera kenegaraan kita di buku panduan acara perhelatan tersebut.

Bersyukur kementerian olahraganya sudah meminta maaf akan situasi dan kesalahan yang telah mereka lakukan. Dan proses permintaan maafnya sudah disampaikan secara resmi kepada Menpora kita, Bapak Nahrawi. Menyampaikan rasa penyesalan mereka secara mendalam dan akan menarik semua buku panduan yang sudah dicetak tersebut dengan buku panduan baru yang benar.

Tak cukup memang sampai disitu, ternyata hari ini juga, Senin, 21 Agustus, para atlet takraw kita juga merasa dicurangi oleh penyelenggara. Dalam hal ini, wasit yang berasal dari Singapura, Muhammad Radi, yang dinilai banyak merugikan atlet takraw kita. Cenderung wasit ini memihak kepada Malaysia. Dan akhirnya tim takraw kita sepakat untuk walk out, meninggalkan pertandingan dan mendapatkan perunggu pada nomor pertandingan ini.

Tim sepak bola kita juga, Evan Dimas dan kawan-kawan dalam perjuangannya melawan Timor Leste. Sarat dengan banyak pelanggaran dan permainan keras yang ditampilkan oleh para pemain Timor Leste. Dan akhirnya timnas akan bertanding melawan Vietnam dengan skuad minus Evan. Diakibatkan akumulasi kartu kuning yang diberikan oleh wasit kepada Evan Dimas.

Melihat pertandingan lalu, Pelatih Luis Milla sudah pernah mencoba timnas kita ketika melawan Malaysia di ajang Piala AFF U-22, 19 Juli lalu, membuat formasi timnas kita tanpa Evan Dimas, ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Dikalahkan dengan skor telak 3-0 tanpa ada perlawanan yang berarti.

Komposisi timnas kita, memang perlu seorang playmaker atau seorang yang mampu menginisiator sekaligus creator permainan dalam laga-laga yang akan dihadapi. Dan tugas pelatih adalah mencoba menemukan dan melatih para pemain yang punya kapasitas seperti itu. Butuh banyak Evan Dimas-Evan Dimas yang harus diciptakan, sehingga ketika sudah mengalami kondisi seperti ini, diharapkan permainan timnas kita tidak anjlok dan akhirnya menyerah.

Perlu mental baja dan tidak mengenal kata menyerah sampai pluit tanda penghabisan permainan dinyalakan oleh wasit. Berharap tim kita bisa berjuang terus dan maju menampilkan permainan terbaiknya. Menampilkan hasil latihan yang sudah terus dilatih dimasa lalu.

Apa pembelajaran yang boleh kita ambil dalam event Sea Games ini. Yang kebetulan Malaysia sebagai penyelenggara dari event ini.

Menyikapi masalah bendera terbalik. Memang diperlukan kritik dan kecaman untuk bisa menekan perbuatan-perbuatan abai yang sudah dilakukan oleh Malaysia. Tapi sebaiknya kita tidak perlu terlalu over dalam menghadapi dan menyikapi kasus-kasus ini. Malahan kalau bisa, kita tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beradab, bangsa yang menjungjung kehormatan dan sportivitas dalam ajang-ajang tersebut. Ketika Negara Malaysia sudah meminta maaf, marilah kita memaafkan.

Jangan mau kita terperdaya oleh perbuatan intrik atau curang yang mereka lakukan. Sehingga kita terus terfokus hanya kepada masalah bendera, dan mengabaikan support yang seharusnya kita berikan kepada para atlet yang terus berjuang disana. Seperti yang juga sudah disampaikan oleh Bapak Presiden kita, Bapak Jokowi, untuk tidak terlalu membesar-besarkan masalah bendera terbalik. Mari kita menunggu ucapan maaf mereka secara resmi ke Negara kita.    

Hal ini sebenarnya juga menjadi sebuah pembelajaran bagi kita, untuk bisa detail terhadap event-event apapun yang akan kita selenggarakan. Jangan pernah merasa abai akan suatu hal meskipun itu kelihatannya kecil. Ketika dipercaya sebagai tuan rumah, marilah kita menjadi tuan rumah yang baik bagi teman-teman Negara-negara yang lain.

Meskipun para atlet kita sepertinya dilakukan secara tidak adil selama mereka berada disana, bahkan diberitakan bahwa mereka kehabisan stok makan malam, bukan berarti kita lantas membalaskan perbuatan mereka di ajang Asian Games yang tahun depan, kita akan menjadi tuan rumahnya. Sekali lagi, pesannya mari kita memiliki jiwa besar. Sebab bangsa kita ini, terlalu kecil jika hanya memikirkan upaya  balas dendam. Kultur balas dendam bukanlah kultur kebudayaan kita.

Juga memang sangat disayangkan kepada para atlet takraw kita. Memilih untuk tidak menyelesaikan pertandingan. Meskipun merasa dicurangi, bukan berarti, kita langsung merasa down dan seakan-akan tidak dihargai. Tetapi, ketika kita sudah memberikan permainan terbaik, securang apapun wasit dalam membela permainan lawan, mari kita menunjukkan bahwa kita bukan bangsa tipikal yang lemah.

Seperti yang pernah dilakukan oleh Derek Anthony Redmond, pada ajang Olimpiade tahun 1992. Pada waktu itu, dia harus mengalami cedera Hamstring (cedera yang menimpa tiga kelompok otot yang ada di paha belakang). Dia tidak menghentikan laju larinya ditengah lintasan, melainkan terus maju hingga mencapai Garis Finish dan berada di urutan terakhir. Meskipun tidak mendapatkan juara, sekalipun dia sering mendapatkan emas dari lomba lari tersebut pada masa-masa lalu, pada akhirnya dia mendapatkan Standing Ovation  dari seluruh penonton yang menyaksikan perjuangannya.

Sekali lagi pesannya kepada para atlet yang sedang berjuang di negeri orang, mari tunjukkan bahwa kita bisa, bahwa kita adalah bangsa yang bermental juara, yang pantang menyerah. Meskipun kalah, ketika sudah memberikan perjuangan yang terbaik, kami, segenap rakyat Indonesia tetap dan akan terus mendukungmu.

Juga kepada seluruh elemen-elemen bangsa, untuk tidak terlalu mudah terpancing akan isu-isu yang bisa memecahbelah bangsa kita dengan bangsa lain. Mari kita menunjukkan kebesaran jiwa bangsa kita dihadapan bangsa-bangsa lain. Sebab bangsa kita ini bukanlah bangsa yang berjiwa kerdil, melainkan bangsa yang berjiwa besar. Mampu memaafkan kesalahan orang lain dan tidak terus tergerus untuk membalas kesalahan yang mungkin sudah mereka lakukan kepada bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...