![]() |
sumber gambar : gbaringkasanpl |
Kisah Ayub, terutama didalam
pasal 31, kitab Ayub, perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebab melalui pasal
ini, ada begitu banyak kekayaan yang luar biasa jika kita gali dengan seksama.
Terutama masalah karakter. Tidak sedikit Bisnisman, para Hamba Tuhan, maupun
kita yang orang awam begitu bermasalah dengan yang namanya karakter. Kiranya melalui
kisah Ayub dan pembelaannya, kita bisa belajar sesuatu untuk bisa memperbaiki
bangsa dan moral bangsa kita.
Sebelumnya, pasal 31 adalah pasal
terakhir pembelaannya Ayub, bahwa dia sedikitpun tidak pernah bermasalah baik
kepada dirinya sendiri, sesama manusia, bahkan kepada Tuhan. Tetapi sahabat-sahabatnya
berkata sebaliknya, bahwa seluruh harta kekayaan habis dan lenyapnya seluruh
anak-anaknya, mapun sakit penyakit yang dideritanya, itu semua adalah karena
kesalahan dan dosanya Ayub.
Ketika kita bisa melihat dan
mengobservasi bagaimana sikap dan karakter Ayub, baik kepada dirinya sendiri
maupun kepada sesama, bisa menunjukkan bahwa dirinya bagitu menghormati dan mengasihi Tuhan. Dia begitu mengenal
siapa Allah yang disembahnya dan bagaimana perbuatan-Nya. Bahwa Allah
selalu mengamat-amati setiap jalan Ayub serta menghitung segala langkah-langkah
yang akan ia ambil. Serta menyadari bahwa akan ada kebinasaan bagi setiap orang
yang curang, maupun bencana sekaligus kemalangan bagi setiap orang yang
melakukan kejahatan.
Dalam hal ini, perlunya
pengenalan yang baik akan siapa pencipta kita. Siapa Allah kita. Sebab dengan
pengenalan yang baik itu tentunya akan mempengaruhi sikap dan keputusan yang
akan diambil baik bagi diri kita sendiri maupun kepada sesama.
Belajar dari Pendirian dan Ketetapan Ayub
Terhadap dirinya sendiri, ia menetapkan suatu komitmen yang tegas
dan berani. Bahwa dirinya menetapkan untuk tidak mengijinkan mata dan hatinya, untuk melihat apalagi
terikat dan terpaut terhadap wanita lain. Dua kali dia menyatakan hal
itu, diayat pertama dan diayat sembilan. Bahkan ia berani membuat konsekuensi
apabila dia melakukan hal itu.Yakni membiarkan istrinya sendiri menggiling
(bekerja didapur) bagi orang lain, dan bahkan jika orang tersebut meniduri
istrinya.
Itu adalah suatu konsekuensi yang
sesungguhnya sangat berat untuk ditanggungnya, tapi ia berani. Menunjukkan
suatu kualitas kepribadian yang betul-betul berintegritas selama masa hidupnya.
Dan disamping itu, juga ia membangun kesadaran, ketika dia melakukan hal itu,
bahwa seluruh miliknya dan hasil yang ia peroleh selama ini, semuanya akan
hangus dan hilang.
Kedua, komitmen yang tegas terhadap dirinya, adalah bahwa dia tidak
akan memilih jalan dusta atau kebohongan. Dan setiap langkah kakinya tidak akan
menuju ke arah tipu daya. Juga sekaligus menetapkan bahwa hatinya tidak akan
dipimpin oleh matanya sendiri serta tangannya tidak akan dipenuhi
perbuatan-perbuatan curang. Hal ini penting untuk kita perhatikan dengan
seksama dan bahkan kita lakukan. Sebab memang pada kenyataannya kita begitu
gampang untuk memanipulasi data-data yang sebenarnya, untuk bisa mengambil
untung yang sebesar-besarnya. Memanipulasi bahwa sebenarnya kualitas produk
kita jelek, tapi kita umumkan kepada pelanggan, bahwa hasilnya sangat bagus dan
memuaskan.
Ketiga, Sikapnya terhadap harta benda yang dia punya. Ayub tidak
pernah memberikan kepercayaannya kepada emas,
ataupun barang-barang berharga yang dia miliki. Melainkan hanya kepada
Tuhan semata.
Ada begitu banyak orang, yang
dengan tegas dan rela mempercayakan hidupnya hanya kepada uang ataupun emas
yang ia miliki. Sehingga terkadang kita mengabaikan Tuhan dalam hidup maupun
usaha kita. Menghitung-hitung dengan sangat detail saham-saham yang sudah ditanam, berharap modal itu bisa kembali
dengan sangat cepat. Bahkan mungkin sudah memiliki prediksi yang pas dan paten yang
tidak akan mungkin meleset lagi. Ketika apa yang diharapkan tidak terjadi,
kecenderungan hati kita akan mengutuk-ngutuki Tuhan kita.
Bahkan kepada matahari saja pun,
kita tidak boleh memberikan rasa kekaguman kita melebihi sikap kita kepada
Tuhan. Tuhan kita tidak mau diduakan oleh hal-hal seperti itu. Tuhan, Dia mau
jadi prioritas yang pertama dan utama dalam kehidupan kita.
Keempat, sikapnya kepada ladang yang sedang ia kelola. Ayub selalu
memperhatikan ladang yang ia tanami dan
memperhatikan masa-masa panen, masa-masa penanaman, hingga ke masa-masa
pertumbuhan. Begitu juga dengan kita, dalam usaha apapun yang kita geluti,
hendaknya kita bisa mengamati dengan jelas, alur produksi yang dibuat, alur
distribusinya dan bahkan kalau mungkin dampak dari pemakaian tersebut. Supaya kita
bisa mengevaluasi mana yang kurang dan mana yang bisa segera dipublishkan.
Komitmennya terhadap Oranglain maupun sesamanya.
Ayub sangat memperhatikan
kehidupan orang lain, seperti para pengerjanya (budaknya), orang-orang kecil
(miskin), anak yatim,serta kepada orang yang tidak punya pakaian ataupun
selimut yang bisa menghangatkan badannya. Yakni selalu mencukupi segala
kebutuhan para budaknya, bahkan memberi makan anak yatim piatu serta memberikan
pakaian kepada yang tidak punya.
Ada begitu banyak orang yang
tersisihkan dalam kehidupan kita saat ini, bahkan cenderung kita mengabaikan
hak-hak hidup mereka yang termarjinalkan.Mulai
dari pengerja kita sendiripun, tak jarang banyak para pengusaha, yang
kecenderungannya hanya untuk memanfaatkan tenagannya. Dan memberikan upah
minimum yang sebenarnya jauh dari angka regulasi
yang ditetapkan pemerintah setempat.
Jangankan orang upahan, melihat
para anak yatimpun, maupun orang-orang kecil sekaligus miskin, hati kita belum
tentu tergerak untuk menolong keadaannya yang semakin sulit. Mari belajar untuk
bisa melihat kebutuhan orang-orang yang ada disekitar ataupun lingkungan kita.
Kedua, tidak pernah bersukacita dan bahkan bersorak-sorai terhadap kejatuhan ataupun kelemahan lawan kita.
Tidak bersukacita terhadap rekan bisnis kita yang sedang jatuh pada saat itu. Melainkan
bersikap mau menolong dan memberikan penguatan supaya cepat-cepat bangkit dan
akhirnya pulih dari keterpurukan tersebut.
Ketiga, memberikan tumpangan
kepada orang asing. Serta memberikan semua apa yang menjadi kebutuhannya. Tidak
menjadi pelit. Itu mungkin yang akan menjadi berkat kita saat ini
Demikianlah hal-hal yang mungkin bisa kita
pelajari dari sikap dan komitmennya Ayub untuk bisa kita modifikasi dalam
kehidupan kita. Supaya kita berhasil dan beruntung kemanapun kita pergi. Dan akhirnya
kita bisa memiliki karakter yang terpuji yang seharusnya bisa dimiliki oleh para
bisnisman maupun orang awam sekalipun. Melalui
pengenalan yang baik akan Tuhan Pencipta kita, melalui pengenalan yang baik
akan diri kita sendiri dan komitment-komitmen yang berani kita buat sendiri,
serta mengenal dan mengelola hubungan yang baik dengan lingkungan kita sekitar.
Penulis adalah penyuka baca Alkitab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar