Rabu, 09 Agustus 2017

Karakter Para Bisnisman & “Kita” yang Seharusnya Dimiliki (Kisah Ayub dan Pembelaannya)



sumber gambar : gbaringkasanpl


Kisah Ayub, terutama didalam pasal 31, kitab Ayub, perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebab melalui pasal ini, ada begitu banyak kekayaan yang luar biasa jika kita gali dengan seksama. Terutama masalah karakter. Tidak sedikit Bisnisman, para Hamba Tuhan, maupun kita yang orang awam begitu bermasalah dengan yang namanya karakter. Kiranya melalui kisah Ayub dan pembelaannya, kita bisa belajar sesuatu untuk bisa memperbaiki bangsa dan moral bangsa kita.

Sebelumnya, pasal 31 adalah pasal terakhir pembelaannya Ayub, bahwa dia sedikitpun tidak pernah bermasalah baik kepada dirinya sendiri, sesama manusia, bahkan kepada Tuhan. Tetapi sahabat-sahabatnya berkata sebaliknya, bahwa seluruh harta kekayaan habis dan lenyapnya seluruh anak-anaknya, mapun sakit penyakit yang dideritanya, itu semua adalah karena kesalahan dan dosanya Ayub.

Ketika kita bisa melihat dan mengobservasi bagaimana sikap dan karakter Ayub, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada sesama, bisa menunjukkan bahwa dirinya bagitu menghormati dan mengasihi Tuhan. Dia begitu mengenal siapa Allah yang disembahnya dan bagaimana perbuatan-Nya. Bahwa Allah selalu mengamat-amati setiap jalan Ayub serta menghitung segala langkah-langkah yang akan ia ambil. Serta menyadari bahwa akan ada kebinasaan bagi setiap orang yang curang, maupun bencana sekaligus kemalangan bagi setiap orang yang melakukan kejahatan. 

Dalam hal ini, perlunya pengenalan yang baik akan siapa pencipta kita. Siapa Allah kita. Sebab dengan pengenalan yang baik itu tentunya akan mempengaruhi sikap dan keputusan yang akan diambil baik bagi diri kita sendiri maupun kepada sesama. 

Belajar dari Pendirian dan Ketetapan Ayub
 
Terhadap dirinya sendiri, ia menetapkan suatu komitmen yang tegas dan berani. Bahwa dirinya menetapkan untuk tidak mengijinkan mata dan hatinya, untuk melihat apalagi  terikat dan terpaut terhadap wanita lain. Dua kali dia menyatakan hal itu, diayat pertama dan diayat sembilan. Bahkan ia berani membuat konsekuensi apabila dia melakukan hal itu.Yakni membiarkan istrinya sendiri menggiling (bekerja didapur) bagi orang lain, dan bahkan jika orang tersebut meniduri istrinya. 

Itu adalah suatu konsekuensi yang sesungguhnya sangat berat untuk ditanggungnya, tapi ia berani. Menunjukkan suatu kualitas kepribadian yang betul-betul berintegritas selama masa hidupnya. Dan disamping itu, juga ia membangun kesadaran, ketika dia melakukan hal itu, bahwa seluruh miliknya dan hasil yang ia peroleh selama ini, semuanya akan hangus dan hilang.

Kedua, komitmen yang tegas terhadap dirinya, adalah bahwa dia tidak akan memilih jalan dusta atau kebohongan. Dan setiap langkah kakinya tidak akan menuju ke arah tipu daya. Juga sekaligus menetapkan bahwa hatinya tidak akan dipimpin oleh matanya sendiri serta tangannya tidak akan dipenuhi perbuatan-perbuatan curang. Hal ini penting untuk kita perhatikan dengan seksama dan bahkan kita lakukan. Sebab memang pada kenyataannya kita begitu gampang untuk memanipulasi data-data yang sebenarnya, untuk bisa mengambil untung yang sebesar-besarnya. Memanipulasi bahwa sebenarnya kualitas produk kita jelek, tapi kita umumkan kepada pelanggan, bahwa hasilnya sangat bagus dan memuaskan.    

Ketiga, Sikapnya terhadap harta benda yang dia punya. Ayub tidak pernah memberikan kepercayaannya kepada emas,  ataupun barang-barang berharga yang dia miliki. Melainkan hanya kepada Tuhan semata. 

Ada begitu banyak orang, yang dengan tegas dan rela mempercayakan hidupnya hanya kepada uang ataupun emas yang ia miliki. Sehingga terkadang kita mengabaikan Tuhan dalam hidup maupun usaha kita. Menghitung-hitung dengan sangat detail saham-saham yang sudah  ditanam, berharap modal itu bisa kembali dengan sangat cepat. Bahkan mungkin sudah memiliki prediksi yang pas dan paten yang tidak akan mungkin meleset lagi. Ketika apa yang diharapkan tidak terjadi, kecenderungan hati kita akan mengutuk-ngutuki Tuhan kita. 

Bahkan kepada matahari saja pun, kita tidak boleh memberikan rasa kekaguman kita melebihi sikap kita kepada Tuhan. Tuhan kita tidak mau diduakan oleh hal-hal seperti itu. Tuhan, Dia mau jadi prioritas yang pertama dan utama dalam kehidupan kita.

Keempat, sikapnya kepada ladang yang sedang ia kelola. Ayub selalu memperhatikan ladang yang ia tanami  dan memperhatikan masa-masa panen, masa-masa penanaman, hingga ke masa-masa pertumbuhan. Begitu juga dengan kita, dalam usaha apapun yang kita geluti, hendaknya kita bisa mengamati dengan jelas, alur produksi yang dibuat, alur distribusinya dan bahkan kalau mungkin dampak dari pemakaian tersebut. Supaya kita bisa mengevaluasi mana yang kurang dan mana yang bisa segera dipublishkan.    

Komitmennya terhadap Oranglain maupun sesamanya.

Ayub sangat memperhatikan kehidupan orang lain, seperti para pengerjanya (budaknya), orang-orang kecil (miskin), anak yatim,serta kepada orang yang tidak punya pakaian ataupun selimut yang bisa menghangatkan badannya. Yakni selalu mencukupi segala kebutuhan para budaknya, bahkan memberi makan anak yatim piatu serta memberikan pakaian kepada yang tidak punya. 

Ada begitu banyak orang yang tersisihkan dalam kehidupan kita saat ini, bahkan cenderung kita mengabaikan hak-hak hidup mereka yang termarjinalkan.Mulai dari pengerja kita sendiripun, tak jarang banyak para pengusaha, yang kecenderungannya hanya untuk memanfaatkan tenagannya. Dan memberikan upah minimum yang sebenarnya jauh dari  angka regulasi  yang ditetapkan pemerintah setempat. 

Jangankan orang upahan, melihat para anak yatimpun, maupun orang-orang kecil sekaligus miskin, hati kita belum tentu tergerak untuk menolong keadaannya yang semakin sulit. Mari belajar untuk bisa melihat kebutuhan orang-orang yang ada disekitar ataupun lingkungan kita. 

Kedua, tidak pernah bersukacita dan bahkan bersorak-sorai  terhadap kejatuhan ataupun kelemahan lawan kita. Tidak bersukacita terhadap rekan bisnis kita yang sedang jatuh pada saat itu. Melainkan bersikap mau menolong dan memberikan penguatan supaya cepat-cepat bangkit dan akhirnya pulih dari keterpurukan tersebut.

Ketiga,  memberikan tumpangan kepada orang asing. Serta memberikan semua apa yang menjadi kebutuhannya. Tidak menjadi pelit. Itu mungkin yang akan menjadi berkat kita saat ini

 Demikianlah hal-hal yang mungkin bisa kita pelajari dari sikap dan komitmennya Ayub untuk bisa kita modifikasi dalam kehidupan kita. Supaya kita berhasil dan beruntung kemanapun kita pergi. Dan akhirnya kita bisa memiliki karakter yang terpuji yang seharusnya bisa dimiliki oleh para bisnisman  maupun orang awam sekalipun. Melalui pengenalan yang baik akan Tuhan Pencipta kita, melalui pengenalan yang baik akan diri kita sendiri dan komitment-komitmen yang berani kita buat sendiri, serta mengenal dan mengelola hubungan yang baik dengan lingkungan kita sekitar.

Penulis adalah penyuka baca Alkitab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...