Minggu, 04 Maret 2018

Baasyir Sudah Dihukum Melakukan Tindak Terorisme, Tapi Merasa Tidak Bersalah?




Berikut perkataan Ustad Baasyir yang enggan untuk meminta maaf.


“Ngapain aku minta maaf ke manusia? Aku minta maaf ke Tuhan. Lagi, aku tidak bersalah,” ucap Baasyir.

“Ustaz tidak mau (pemberian grasi). Makanya kita juga bingung yang mewacanakan siapa, Ustaz sendiri tidak mau. Itu yang disampaikan kepada kami.”demikian kata Kyai Basyir yang disampaikan oleh penasehat hukumnya pada metroTv (1/3/2018) dan kepada sejumlah wartawan. Dan sama seperti yang dilansir oleh Tribunnews.com juga.

Alasannya untuk tidak mau menerima grasi karena beliau tidak pernah merasa bersalah atas segala perbuatannya. Dimana sejatinya pemberian grasi adalah adanya pengakuan bersalah di mata hukum. Tapi ketika si pelaku merasa tidak bersalah bagaimanakah proses kelanjutan pemberian grasi tersebut?

Seperti yang dilansir dari suduthukum.com (12/2017), sebuah portal hukum Indonesia, menyatakan bahwa  pemberian grasi hanya kepada terpidana mati, seumur hidup, dan penjara paling rendah dua tahun. Dan surat permohonan grasi itu sendiripun harus ditulis tangan dan ditandatangi  oleh si terpidana tersebut dan ditujukan kepada Presiden. 

Dan hal itu dipertegas oleh Wiranto, Menko Bidang Politik dan HAM, di kantor Menkopolhukam, bahwa pemberian grasi atau abolisi tidak bisa diberikan begitu saja kepada terpidana, apalagi kasus terorisme. Dia mengatakan, perlu prosedur hukum dan proses yang cukup dapat dipertanggungjawabkan dari sisi hukum. (Kompas.com, 2/3/2018).

Dipastikan akan sulit dan menemui kendala untuk pemberian grasi ini. Sehbab sang ustad sendiri tidak merasa bersalah, bagaimana mungkin untuk bisa menulis sebuah surat permohonan pengampunan kepada Presiden?

Pemerintah kita sebenarnya sangat tanggap dengan situasi dan kondisi mengenai masalah ustad Baasyir ini. Mulai dari beliau mengijinkan Baasyir untuk berobat dan diperiksa kesehatannya di RSCM pada Kamis (1/3/2018). Dengan alasan kemanusiaan.

“Ya, ini kan sisi kemanusiaan, yang juga saya kira untuk semuanya kalau ada yang sakit, tentu saja kepedulian kita untuk membawa ke rumah sakit guna disembuhkan," tutur Jokowi.

Bahkan sedang menunggu bagaimana langkah keluarga Baasyir di dalam penanganan hukum yang akan diambil oleh keluarga dan kuasa hukumnya. Seperti yang dilansir oleh news.detik.com (1/3/2018), pilihan keluarga akan segera mengajukan permohanan status tahanan rumah dan bukan tahanan kota jika akan dipindahkan ke Solo. 

Dimana sebenarnya permohanan untuk segera diberikan tahanan rumah, sudah sangat lama dan bahkan pernah diajukan di masa Bapak SBY memimpin. Tapi tidak mendapatkan tanggapan.
Kepolisian sendiripun belum mengetahui rencana akan ada pemberitan status tahanan rumah kepada terpidana Baasyir. Dimana menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat, Irjen Pol Setyo Wasisto, seperti yang dilansir oleh nasional.tempo(2/3/2018), bahwa pemberian status tahanan rumah harus membutuhkan kajian yang panjang dan mendalam. Harus mengkaji mudarat dan manfaatnya serta baik dan buruknya. Sehingga keputusan itu keluar, bukan asal-asalan.

Itu dari aspek hukum kedepan yang akan mungkin diambil oleh Baasyir sebagai terpidana kasus terorisme. Tapi yang mau saya bahas di dalam tulisan ini, bahwa beliau merasa tidak bersalah ketika sudah membunuh banyak orang. Dimana mis-nya atau salahnya ini? Ketika hanya mengucapkan ujaran kebencian aja akan kena pasal dan undang-undang yang berlaku di negara kita, apalagilah yang namanya kasus penghilangan nyawa orang. Bukan hanya satu atau dua, tapi ratusan hingga ribuan.

Berikut kasus yang disangkakan, seperti yang dilansir viva.co.id (9/8/2010) dan dinyatakan bersalah oleh hukum di bangsa kita. 

Pertama sekali, tahun 1982, beliau bersama rekannya Abdullah Sungkar di tahan kepolisian atas dugaan menolak asas tunggal Pancasila. Tapi di dua tahun setelah masa tahanan, saat kasusnya memasuki kasasi di MA, mereka melarikan diri ke Malaysia. 

Tahun 2002, kembali ditahan atas kasus tahun 1982,padahal kala itu,peristiwa bom bali I, tapi kemudian MA memutuskan untuk tidak jadi menghukumnya. Padahal beliau inisiator pelaku pada saat itu. Tapi di tahun 2005, dimana terjdi bom Bali II, baru beliau divonis 2,6 tahun hukuman penjara.

Kemudian pada tanggal 9 Agustus 2010, menjadi puncak penahanan beliau terlama yakni divonis 15 tahun penjara. Beliau dicokok oleh densus 88 ketika sedang beriring-iringan hendak menuju Jawa Tengah. Dengan banyak dugaan keterlibatan beliau. Mulai dari penyiapan pelatihan pasukan jihad di Aceh, hingga rencana pengeboman Presiden SBY dan sejumlah pejabat tinggi sewaktu memperingati hari kemerdekaan kita 17 Agustus kala itu. Dimana kalau itu sukses akan melakukan deklarasi Indonesia menjadi Negara Syariat Islam. 

Sejumlah dan serentetan kasus yang mengenainya, dan sudah dinyatakan  bersalah oleh pihak pengadilan negara kita, tapi merasa tidak bersalah. Dan sungguh memang tidak mengakui hukum Indonesia, dan inginnya mengakui hukum bangsa Arab. 

Mungkin ustad Bassyir belum mendengar cerita korban-korban dari kasus terorisme tersebut. Seperti yang disaksikan oleh Chusnul, korban Bom Bali I, tahun 2002, sewaktu pemerintah mengadakan rekonsilasi antara pelaku teror dan korbannya melalui satu forum kebersamaan Rabu lalu (28/2/2018) (Kompas.com). Betapa harus menderitanya mereka. Selama 15 tahun, pemerintah tidak menolong pengobatan pemulihan mereka. Dengan luka cacat di muka mereka yang akan seperti itu selamanya. Dan tentunya banyak cerita dan pengalaman para korban teror tersebut yang tidak bisa diungkapkan satu  persatu. 

Masihkah akan tetap ngotot bahwa ustad tidak merasa bersalah akan hal itu? Sebegitu kuatnya kah iman ustad sehingga merasa yang paling benar mengikuti ajaran agama yang ustad yakini. Sehingga ketika boleh melakukan perbuatan teror dan mengakibatkan banyak jatuh korban, akankah merasa hal itu sah-sah saja dimata ustad? Dan meyakini sekali bahwa ustad tidak melakukan kesalahan sehingga tidak perlu meminta maaf? Dimana seandainya ustad sendiri punya kesempatan untuk bisa mendengarkannya curahan hati atau keluhan mereka, akibat tindakan teror yang ustad lakukan, akankah ustad akan berubah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...