Memang enak
menjadi seorang Gubernur, apalagi ketika anggaran yang dipegangnya dalam
hitungan ratusan trilyun. Kalau dibandingkan dengan uang korupsi ktp yang
bernilai dua trilyun, masih baru berkisar dua persennya saja. Ditambah lagi
dengan sejumlah hak yang dimilikinya dalam menerbitkan suatu aturan yang
dikenal dengan hak diskresi maupun dengan adanya peraturan gubernur (Pergub). Jadi
ketika ada aturan yang tidak sejalan dengan arah pembangunan dalam visi misinya
pada waktu kampanye dulu, niscaya aturan yang sebelumnya akan segera diganti.
Bahkan seorang
Anies hampir bingung untuk membedakan mana yang lebih kuat hukumnya, yakni antara
Peraturan Daerah (Perda) dengan Peraturan Gubernur (Pergub). Hal itu tampak
ketika Anies tampil di Mata Najwa pada Rabu (23/1/2018) lalu, seperti yang
dilansir Tribunnews.com.
Tidak
terkecuali dengan kebijakan untuk mengatur Jalan Jati Baru di Tanah Abang.
Dengan hak diskresi yang dimilikinya, yakni lebih mengakomodir kepentingan
Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berjualan di badan jalan. Dibandingkan dengan pengguna
kendaraan yang seharusnya lebih punya wewenang di dalam memakai jalan tersebut.
Dengan
kebijakan tersebut, akhirnya Sekretaris Jendral Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian
akhirnya mempolisikan kebijakan itu. Pada tanggal 22 Februari 2018 lalu,
akhirnya Polda Metro Jaya mengeluarkan nomor laporan
TBL/995/II/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus. Dimana laporan tersebut, seperti yang
dilansir Metrotv.news.com (26/2/2018), soal kebijakannya dalam penataan
Tanah Abang yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di Jalan Jatibaru,
Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Kemudian
kepolisianpun melanjutkan laporan tersebut dengan memeriksa para pelapor
terlebih dahulu. Senin (5/3/2018), seperti yang dilansir Republika.co.id,
Kepolisian telah memanggil Jack Lapian bersama dengan dua saksi lainnya.
“Terkait laporan Jack Lapian yang melaporkan Anies Baswedan
terkait penutupan Jalan Jatibaru, jadi agenda hari ini nanti jam 14.00 WIB kita
mengklarifikasi pelapor di Krimsus, Ada dua saksi lain yang dimintai keterangan. Terlapor
(Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) masih kita agendakan kapan nanti
(pemanggilannya)" kata Argo di Mapolda Metro Jaya.
Jack menjelaskan laporan ini dibuat karena Pemprov DKI
dinilai tidak mempunyai aturan hukum soal penutupan kawasan Tanah Abang. Dia
menilai keputusan mantan Mendikbud itu bertentangan dengan Pasal 12
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dengan ancaman pidana 18 bulan
atau denda Rp 1,5 miliar.
Melihat bahwa kebijakan tersebut mendapatkan laporan kepolisian,
Sandiaga merasa sangat berterima kasih, seperti yang dilansir Republika.co.id
(28/2/2018). Dimana menurut Sandiaga, bahwa program tersebut adalah bentuk
keberpihakan terhadap perekonomian rakyat. Melalui program itu, Pemprov DKI
memastikan bahwa lapangan kerja, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tetap
terpenuhi. Yang terpenting adalah kemajuan daripada masyarakat khususnya di
Tanah Abang.
Kemudian hak diskresi lainnya ketika ingin menutup proyek
Reklamasi. Meskipun proyek ini mendapatkan penolakan dari BPN (Badan Pertanahan
Nasional) tapi niatan Anies memang betul-betul bernyali dan tidak sekedar menyalak
doang. Dimana Ia mengaku bahwa proyek tersebut memiliki banyak cacat
administrasi. Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com (20/2/2018).
“Santai dulu Mas, tenang-tenang,
Mas. Anda jangan ragukan komitmen saya (hentikan reklamasi), Saya enggak
menyalak, tapi bernyali " kata Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa
(20/2/2018).
Menurut Yusril
Ihza Mahendra, bahwa pembatalan daripada proyek tersebut bisa menjadi
wanprestasi bagi pemprov DKI, seperti yang dilansir oleh MetroTv.news.com
(13/1/2018). Dan hal itu akan membuat banyak kerugian, bukan saja para
pengembang itu sendiri, pemerintah provinsi DKI pun akan mendapatkan gugatan
dari pengusaha. Tentunya akan ada tuntutan ganti rugi terhadap segala modal
yang sudah dikeluarkan.
Dimana proyek
ini memang sedang dalam pemeriksaan kepolisian. Ada indikasi kerugian negara,
seperti yang dilansir oleh Metrotv.news.com (6/2/2018). Polisi mencurigai adanya
ketidakwajaran mengenai penetapan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)-nya dari Pulau
Reklamasi C dan D. Bahkan sejumlah menteri terkait, termasuk Sofyan Djalil
sudah diperiksa, termasuk Pak Ahok sendiri, sudah diperiksa di Mako Brimob,
awal Februari lalu.
Tapi setelah
polisi memeriksa sejumah saksi, polisi belum menemukan adanya indikasi
pelanggaran terhadap kebijakan proyek tersebut. Seperti yang dilansir oleh
Metrotv.news.com (1/3/2018) lalu.
“Selama
ini proses sudah dilakukan, sudah diperiksa mantan gubernur, kementerian, dinas
dan instansi terkait, dan selama ini belum ditemukan pelanggaran," kata
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo, di Polda Metro Jaya,
Kamis, 1 Maret 2018.
Okelah untuk
proyek reklamasi ada indikasi cacat administrasinya, dan polisi sendiripun mengkonfirmasi
bahwa belum menemukan adanya pelanggaran tentangnya. Masak dengan hal tersebut,
harus menbrak sejumlah aturan-aturan yang menguatkannya sebelumnya, bukan hanya
saja Pergub dulu, bahkan Perprespun sudah mengaturnya jauh lama sebelum Bapak
Anies memimpin. Pergub oke-oke saja kalau memang mau diubah dengan Pergub yang
baru. Tapi kalau Perpres (Peraturan Presiden)?
Berikut sejumlah peraturan yang mendasari reklamasi tersebut
seperti yang dilansir oleh Kompas.com (19/4/2016). Yakni Keputusan Presiden
Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Jakarta; Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur; Peraturan
Presiden Nomor 112 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil; serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang merupakan revisi dari Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007.
Melihat hal tersebut, sebaiknya hak diskresi yang Bapak
miliki sebaiknya digunakan untuk mengatur
hal-hal yang tampaknya masih abu-abu di dalam penetapan peraturannya. Dan
bukannya malah menabrak sana-sini aturan yang sudah ada lebih dulu mengaturnya.
Jangan agar tampak keren dimata masyarakat segala cara
dilakukan dengan memaksimalkan hak diskresi tersebut. Akan tampak menjadi
sebuah pemikiran yang picik tentunya ketika banyak melanggar aturan sebelumnya
hanya untuk sebuah pemenuhan janji kampanye yang tampaknya tidak realistis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar