Selasa, 06 Maret 2018

Jemawanya Anies dengan Segudang Hak Diskresi Tapi Sarat Malpraktik



 
Memang enak menjadi seorang Gubernur, apalagi ketika anggaran yang dipegangnya dalam hitungan ratusan trilyun. Kalau dibandingkan dengan uang korupsi ktp yang bernilai dua trilyun, masih baru berkisar dua persennya saja. Ditambah lagi dengan sejumlah hak yang dimilikinya dalam menerbitkan suatu aturan yang dikenal dengan hak diskresi maupun dengan adanya peraturan gubernur (Pergub). Jadi ketika ada aturan yang tidak sejalan dengan arah pembangunan dalam visi misinya pada waktu kampanye dulu, niscaya aturan yang sebelumnya akan segera diganti.

Bahkan seorang Anies hampir bingung untuk membedakan mana yang lebih kuat hukumnya, yakni antara Peraturan Daerah (Perda) dengan Peraturan Gubernur (Pergub). Hal itu tampak ketika Anies tampil di Mata Najwa pada Rabu (23/1/2018) lalu, seperti yang dilansir Tribunnews.com.

Tidak terkecuali dengan kebijakan untuk mengatur Jalan Jati Baru di Tanah Abang. Dengan hak diskresi yang dimilikinya, yakni lebih mengakomodir kepentingan Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berjualan di badan jalan. Dibandingkan dengan pengguna kendaraan yang seharusnya lebih punya wewenang di dalam memakai jalan tersebut.

Dengan kebijakan tersebut, akhirnya Sekretaris Jendral Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian akhirnya mempolisikan kebijakan itu. Pada tanggal 22 Februari 2018 lalu, akhirnya Polda Metro Jaya mengeluarkan nomor laporan TBL/995/II/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus. Dimana laporan tersebut, seperti yang dilansir Metrotv.news.com (26/2/2018), soal kebijakannya dalam penataan Tanah Abang yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.


Kemudian kepolisianpun melanjutkan laporan tersebut dengan memeriksa para pelapor terlebih dahulu. Senin (5/3/2018), seperti yang dilansir Republika.co.id, Kepolisian telah memanggil Jack Lapian bersama dengan dua saksi lainnya.

“Terkait laporan Jack Lapian yang melaporkan Anies Baswedan terkait penutupan Jalan Jatibaru, jadi agenda hari ini nanti jam 14.00 WIB kita mengklarifikasi pelapor di Krimsus, Ada dua saksi lain yang dimintai keterangan. Terlapor (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) masih kita agendakan kapan nanti (pemanggilannya)" kata Argo di Mapolda Metro Jaya.

Jack menjelaskan laporan ini dibuat karena Pemprov DKI dinilai tidak mempunyai aturan hukum soal penutupan kawasan Tanah Abang. Dia menilai keputusan mantan Mendikbud itu bertentangan dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dengan ancaman pidana 18 bulan atau denda Rp 1,5 miliar.

Melihat bahwa kebijakan tersebut mendapatkan laporan kepolisian, Sandiaga merasa sangat berterima kasih, seperti yang dilansir Republika.co.id (28/2/2018). Dimana menurut Sandiaga, bahwa program tersebut adalah bentuk keberpihakan terhadap perekonomian rakyat. Melalui program itu, Pemprov DKI memastikan bahwa lapangan kerja, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tetap terpenuhi. Yang terpenting adalah kemajuan daripada masyarakat khususnya di Tanah Abang.

Kemudian hak diskresi lainnya ketika ingin menutup proyek Reklamasi. Meskipun proyek ini mendapatkan penolakan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) tapi niatan Anies memang betul-betul bernyali dan tidak sekedar menyalak doang. Dimana Ia mengaku bahwa proyek tersebut memiliki banyak cacat administrasi. Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com (20/2/2018).  

“Santai dulu Mas, tenang-tenang, Mas. Anda jangan ragukan komitmen saya (hentikan reklamasi), Saya enggak menyalak, tapi bernyali " kata Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Menurut Yusril Ihza Mahendra, bahwa pembatalan daripada proyek tersebut bisa menjadi wanprestasi bagi pemprov DKI, seperti yang dilansir oleh MetroTv.news.com (13/1/2018). Dan hal itu akan membuat banyak kerugian, bukan saja para pengembang itu sendiri, pemerintah provinsi DKI pun akan mendapatkan gugatan dari pengusaha. Tentunya akan ada tuntutan ganti rugi terhadap segala modal yang sudah dikeluarkan.

Dimana proyek ini memang sedang dalam pemeriksaan kepolisian. Ada indikasi kerugian negara, seperti yang dilansir oleh Metrotv.news.com (6/2/2018). Polisi mencurigai adanya ketidakwajaran mengenai penetapan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)-nya dari Pulau Reklamasi C dan D. Bahkan sejumlah menteri terkait, termasuk Sofyan Djalil sudah diperiksa, termasuk Pak Ahok sendiri, sudah diperiksa di Mako Brimob, awal Februari lalu.

Tapi setelah polisi memeriksa sejumah saksi, polisi belum menemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap kebijakan proyek tersebut. Seperti yang dilansir oleh Metrotv.news.com (1/3/2018) lalu.

“Selama ini proses sudah dilakukan, sudah diperiksa mantan gubernur, kementerian, dinas dan instansi terkait, dan selama ini belum ditemukan pelanggaran," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo, di Polda Metro Jaya, Kamis, 1 Maret 2018.   

Okelah untuk proyek reklamasi ada indikasi cacat administrasinya, dan polisi sendiripun mengkonfirmasi bahwa belum menemukan adanya pelanggaran tentangnya. Masak dengan hal tersebut, harus menbrak sejumlah aturan-aturan yang menguatkannya sebelumnya, bukan hanya saja Pergub dulu, bahkan Perprespun sudah mengaturnya jauh lama sebelum Bapak Anies memimpin. Pergub oke-oke saja kalau memang mau diubah dengan Pergub yang baru. Tapi kalau Perpres (Peraturan Presiden)?

Berikut sejumlah peraturan yang mendasari reklamasi tersebut seperti yang dilansir oleh Kompas.com (19/4/2016). Yakni Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Jakarta; Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur; Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.

Melihat hal tersebut, sebaiknya hak diskresi yang Bapak miliki sebaiknya digunakan untuk  mengatur hal-hal yang tampaknya masih abu-abu di dalam penetapan peraturannya. Dan bukannya malah menabrak sana-sini aturan yang sudah ada lebih dulu mengaturnya. 

Jangan agar tampak keren dimata masyarakat segala cara dilakukan dengan memaksimalkan hak diskresi tersebut. Akan tampak menjadi sebuah pemikiran yang picik tentunya ketika banyak melanggar aturan sebelumnya hanya untuk sebuah pemenuhan janji kampanye yang tampaknya tidak realistis.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...