Perjuangan Partai Bulan Bintang (PBB)
akhirnya terjawab sudah, setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akhirnya
memenangkan kasus sengketa pilkada melalui sidang adjudikasi Bawaslu pada
Minggu (4/3/2018), seperti yang dilansir kompas.com
“Memutuskan
dalam eksepsi termohon dalam pokok perkara mengabulkan permohonan untuk
seluruhnya. Kedua, menyatakan Partai Bulan Bintang memenuhi syarat sebagai
peserta pemilu DPR, DPRD provinsi dan kabupaten kota 2019," ujar Ketua
Bawaslu Abhan.
Dimana
sebelumnya Partai Bulan Bintang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU
Pusat. Namun keputusan tersebut diambil berdasarkan pleno yang diambil oleh
KPUD Manokwari, yang menyatakan bahwa PBB tidak memenuhi syarat. Tapi akhirnya
KPU mengakui bahwa hasil verifikasi yang dilakukan KPUD Papua Barat ternyata
adanya kekeliruan administrasi, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (
1/3/2018).
Dimana
pada tanggal 12 Februari 2018, Ketua KPUD Papua Barat, Amus Atkana, dalam
sidang pleno menyatakan PBB memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Tetapi
kemudian pada tanggal 13 Februari 2018, esoknya isi lampiran dalam berita acara
menyatakan bahwa Partai Bulan Bintang tidak memenuhi syarat. (Sumber : Kompas.com,
2/3/2018).
Dan oleh
karena itu KPUD Papua Barat dituding memiliki itikad yang tidak baik, seperti
melakukan suatu kesengajaan untuk bisa mencekal Partai Bulan Bintang. Hal itu
tentunya merupakan suatu pelanggaran hukum yang tentunya bisa dipidanakan.
Itu adalah
blunder pertama tapi bukan yang pertama,yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan
Umum Daerah. Meskipun KPU masih punya hak tentunya untuk menggugat keputusan
Bawaslu yang baru dikeluarkan itu, yang memenangkan Partai Bulan Bintang
sebagai salah satu peserta pemilu di tahun 2019.
Blunder
yang kedua, ketika pada akhirnya tetap untuk memasukkan dua partai yang baru
bergabung dengan 12 partai yang sudah duluan dinyatakan lulus verifikasi. Yakni
Partai Berkarya besutannya Tommy Suharto, dan Partai Garuda. Dimana sebelumnya
dinyatakan tidak lulus verifikasi. Seperti yang dilansir oleh Republika.co.id
(23/12/2017), bahwa Partai Garuda memiliki ketidaksesuaian di tiga propinsi,
Yogyakarta, Maluku dan Papua. Sedangkan Partai Berkarya bermasalah di 16 propinsi
yang ada. Mengalahkkan rekor PKPI yang hanya 3 propinsi besar yang ada di Jawa,
dan akhirnya PKPI dinyatakan tidak lulus verifikasi.
Partai
Berkarya maupun Partai Garuda, bersama dengan KPU Pusat, memutuskan untuk
menyelesaikan perkaranya cukup dengan mediasi. Dan KPU akhirnya mensyaratkan
untuk Partai Garuda melengkapi berkasnya 1x24 jam, sedangkan Partai Berkarya
selama 2 x 24 jam. Seperti yang dilansir Republika.co.id (24/12/2017). Dengan
kondisi yang seperti itu, penyelesaiannya cukup dengan musyawarah mufakat.
Sedangkan
untuk PBB, proses mediasi tidak berlaku artinya mengalami jalan buntu, sebab
KPU bersikeras bahwa PBB tidak memenuhi syarat. Kemudian berlanjut ke sidang
Adjudikasi. Yang artinya harus menempuh jalur tahapan prosedural yang dinyatakan
oleh UU kita. Dan akhirnya PBB dinyatakan memenuhi syarat dan memenangkan
proses persidangan tersebut.
Blunder
yang ketiga, yakni kekalahan KPU di dalam sengketa pemilihan umum kali ini.
Dalam kasus JR Saragih juga, KPU dinyatakan kalah dalam proses sidang sengketa
permasalahan pilkada SUMUT oleh Bawaslu Sumut. Dan memerintahkan KPU Sumut
untuk memperbaharui SK penetapan Paslon yang sudah dikeluarkan pada waktu lalu,
yang hanya menetapkan dua paslon saja, yakni Paslon Eramas dan Paslon Djoss,
menjadi tiga pasangan calon, yakni Eramas, Djoss dan JR-Ance. (Kompas,
4/3/2018).
Blunder
yang keempat, seperti yang dilansir Republika.co.id (21/10/2017). Ketika pendaftaran
para partai politik ke KPU yang mengalami banyak keterhambatan, baik dalam sisi
administrasi secara faktual, maupun dalam permasalahan pemakaian Sipol (Sistem
Informasi Partai Politik) secara online. Para Parpol mengalami kesulitan dalam
hal itu sehingga melaporkan proses pendaftaran para parpol, dan akhirnya
Bawaslu menyatakan bahwa para parpol
berhak untuk bisa mendaftarkan kembali parpol mereka ke KPU, meskipun tenggang
waktu yang ditetapkan oleh KPU sendiri sudah lewat.
Terakhir
terjadinya operasi tangkap tangan kepada Panwaslu Garut bersama dengan
Komisioner KPUD Garut pada Sabtu (24/2/2018) lalu. Atas dugaan menerima suap
uang dan mobil dari salah seorang calon Bupati. Meskipun itu dilakukan
perseorangan, tapi hal tersebut sudah mencederai proses demokrasi yang sudah
berjalan dengan baik di tanah air kita.
Dengan
adanya peristiwa ini, kedepannya KPU harus bisa melihat dengan lebih jeli lagi
ketika akan menetapkan suatu hal. Meskipun akan terikat dengan segala tahapan
prosedural yang serba kaku tapi tetap harus dijalankan. Kemudian para
komisioner KPU juga tentunya harus lebih bijak melihat dari sisi atau aspek
musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan. Hal-hal mengenai mal
administrasi seperti yang terjadi di Papua Barat, kedepannya tidak perlu
terjadi lagi.
Memang
tidak bisa menampik bahwa tugas dan tanggung jawab KPU memang berat dan besar.
Sebab ditangan merekalah proses demokrasi bisa diselenggarakan dengan baik.
Juga didampingi oleh Badan Pengawas Pemilu untuk bisa mengawasi segala
perjalanan proses demokrasi di bangsa kita ini.
Orang-orangnya
yang terlibat di dalamnya juga harus bisa menjaga integritas mereka sebaik
mungkin. Jangan dengan jabatan dan wewenang yang dimilikinya, akhirnya merusak
sendi-sendi demokrasi kita. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka sebaik
mungkin, dan berharap tidak ada cacat cela.
Sehingga
kita bisa menjalankan proses demokrasi sebaik mungkin. Berharap orang-orang
yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang terbaik di dalam membangun
bangsa dan negara kita. Bisa menciptakan persatuan dan kesatuan, adanya rasa
aman tanpa takut bentrok, dan banyak hal positif lainnya yang akan mungkin kita
capai bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar