Selasa, 13 Maret 2018

Guru Melimpah Kondisi Lapangan Sudah Cukup, Memilih Profesi Lain Sulit, Jalan Keluarnya Bagaimana?





Tertegun melihat kompas cetak kemarin (12/3/2018). Dinyatakan bahwa jumlah  calon guru kita saat ini melimpah. Dimana tiap tahun jumlah lulusan sarjana pendidikan sekitar 260.000 orang, tetapi yang terserap untuk program pendidikan profesi guru hanya sekitar 27.000 orang saja. Dengan kondisi yang seperti itu, yang terserap dalam profesi keguruan dari jumlah lulusan sarjana pendidikan hanya berkisar kurang lebih 10 persen saja. 

Ternyata hal itu ditenggarai oleh semakin meningkatnya kesejahteraan para guru. Dan semakin diperkuat dengan setelah adanya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 yang mengatur dan menjanjikan tentang kesejahteraan para guru berupa penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum. 
Dimana guru yang bersertifikat pendidik dapar meraih tiga kali lipat daripada PNS lainnya. 
Adapun tunjangan yang akan didapatkan berdasarkan UU tersebut yakni selain gaji pokok yang akan diterimanya, dimungkinkan juga setiap guru dan dosen akan menerima tunjangan yang melekat pada gajinya, yaitu tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan lainnya (termasuk tunjangan kemahalan jika bertugas di daerah terpencil).

Melihat kondisi seperti itu, memicu banyak anak-anak SMA atau SMK yang akhirnya memilih untuk melanjutkan studinya di keguruan. Dan akhirnya untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan program studi tersebut, maka semakin menjamurlah Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan data Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, seperti yang dilansir oleh kompas.id (12/3/2018), bahwa sebelum tahun 2005 jumlah LPTK hanya berkisar 90 institusi saja. Namun setelah UU yang mengatur kesejahteraan Guru dan Dosen itu digulirkan, maka jumlahnya terus bertambah. Tahun 2012 bertambah hingga menjadi 381 institusi. Di tahun 2014 menjadi 381 institusi. Dan di tahun 2016 sudah mencapai angkat 421 insititusi di bidang LPTK, baik dalam bentuk universitas ataupun dalam bentuk akademi keguruan.

Kemudian dari 421 institusi tersebut, hanya 18 LPTK yang terakreditasi A, dan yang terakreditasi B hanya 81 institusi. Dari sisi program studinya, terakreditasi A hanya 209 jurusan program studi, sedang terakreditasi B hanya 811 program studi. Padahal kalau dibandingkan dengan total program studi ilmu pendidikan yang ternyata totalnya paling banyak yakni berkisar 5.724 program studi, berarti yang terakreditasi hanya berkisar 20 persen saja. Lainnya terakreditasi cukup dan bahkan mungkin belum punya akreditasi.

Bahkan dinyatakan lagi bahwa jumlah mahasiswa calon guru saat ini berkisar 1,2 juta orang. Sangat tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan guru yang diproyeksikan oleh Kemenristek dikti yang hanya diperlukan di tahun 2018, yakni hanya berkisar 43.258 orang saja. Bahkan hingga proyeksi di tahun 2024 pun dimana jumlah kebutuhan yang dibutuhkan hanya berkisar 126.435 orang saja, dari jumlah 1,2 juta orang mahasiswa keguruan saat ini, yang hanya terserap baru berkisar 10 persennya saja. Itupun kalau angkanya tetap di 1,2 juta orang saja setiap tahunnya. Angka tersebutpun diperkirakan akan naik hingga lima atau sepuluh kali lipat dari jumlah tersebut. Yang berarti akan banyak sekali jumlah penganguran terdidik di bangsa ini.

Banyaknya orang muda yang akhirnya untuk memilih jurusan kependidikan menjadi bidangnya, disamping faktor yang akan didapatkan nantinya yakni melalui gaji yang akan didapatkan, juga didukung oleh faktor biaya pendidikan yang terbilang murah untuk bisa kuliah pada jurusan itu. Tidak semahal dengan biaya pendidikan untuk jurusan bidang non kependidikan.

Seperti yang disaksikan oleh Lita pada kompas.id (12/3/2018), bahwa ia mulai kuliah pada tahun 2012 lalu. Dia mendaftarkan dirinya di STKIP Jakarta. Biaya awal yang dikeluarkan ketika itu hanya Rp.3 juta rupiah, sedangkan uang semesternya hanya berkisar Rp.600 ribuan per semester. Kemudian setelah menyelesaikan studinya di bidang ekonomi. Harapannya tak seindah yang diinginkannya. Jurusan yang ditempuhnya ternyata tidak dibutuhkan di banyak sekolah yang ia sudah jatuhkan lamaran. Tapi akhirnya kesempatan itu terbuka ketika dia menjatuhkan lamarannya di SD dekat rumahnya. Yang hanya memberikan gaji 1,2 juta perbulannya, sepertiga dari jumlah upah minimum buruh pada saat ini.

Melihat kondisi sekarang ini juga, uang kuliah tunggal (UKT) yang diterapkan di UNIMED (Universitas Negeri Medan dulu dikenal dengan IKIP Medan) seperti yang dilansir oleh spmb.unimed.ac.id (tahun ajaran 2018/2019),bahwa rata-rata pembayaran mahasiswa untuk kuliah di Universitas itu hanya sebesar Rp.8.391.500 sampai lulus. Kemudian Tarif UKT yang akan diberlakukan di Unimed yang terdiri dari beberapa kategori yakni : kategori tidak mampu Rp. 500.000,-, kategori tidak mampu Rp. 750.000,-, kategori cukup mampu Rp. 1.050.000,-, kategori mampu Rp. 1.250.000,-, dan kategori sangat mampu Rp. 1.600.000,-. Sejumlah itulah yang akan dibayarkan oleh para mahasiswa Indonesia. Sangat murah bukan.

Dengan kondisi yang seperti itu, anak-anak muda niscaya akan merebut jalur bidang pendidikan sebagai pilihan masa depannya. Tidak mempertimbangkan lagi kebutuhan riil yang ada di lapangan sekarang. Dimana yang diserap dari seluruh lulusan kependidikan tersebut hanya berkisar 10 persen saja. 90 persennya lagi mereka akan kemana? Dipastikan akan menganggur kalau tidak memilih bidang pekerjaan yang lain diluar jalur yang mereka tempuh.

Bagaimana solusinya?

Apa yang harus kita kerjakan atau persiapkan dengan kondisi-kondisi yang sedemikian tidak menguntungkan bagi kita para muda-mudi ataupun para mahasiswa. Berikut solusi yang mungkin bisa saya bagikan, semoga berkenan.

Pertama, memastikan dulu bahwa untuk kuliah di kependidikan itu, haruslah benar-benar merupakan passion atau hasrat kita yang sebenarnya. Bukan hanya karena melihat biaya yang murah untuk menempuh bidang studi tersebut, tapi karena memang betul-betul bergumul untuk bisa mendidik dan mencerdaskan anak-anak generasi Indonesia selanjutnya. 

Kedua, meskipun akhirnya karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk bisa melanjutkan studi di jurusan yang lain, dan memilih jurusan kependidikan, mari berupaya untuk bisa mempersiapkan diri kita dengan skill atau kemampuan yang lain. Dan yang paling untuk memungkinkan yang bisa dikerjakan atau dipersiapkan adalah dengan mengasah kemampuan entrepreneurship atau bakat kewirausahaan kita.

Ketiga, mencoba untuk mencari peluang bisnis yang akan dikembangkan kedepannya. Sehingga itu bisa menjadi modal kita untuk mempersiapkan masa depan kita yang lebih baik lagi. Dan kalau memang lebih memungkinkan lagi, mengembangkan usaha rintisan kita itu menjadi sukses lagi, kemudian sambil bisa bergiat dibidang usaha, sambil bisa kuliah di jurusan yang kita sukai atau minatin.

Dimana ketika semangat entrepreneurship tersebut sudah kita kembangkan, maka niscaya kita bukan lagi masuk ke golongan orang-orang pencari kerja. Dimana golongan ini merupakan golongan yang paling banyak dimiliki oleh bangsa kita saat ini. Mencoba memupus harapan untuk bisa PNS. Sebab memang pada kenyataannya kemungkinan lolos sangatlah kecil, karena sudah memiliki saingan ratusan ribu hingga jutaan orang yang sudah lama mengantri untuk bisa mendapatkan status tersebut.

Akhirnya untuk bisa memajukan pendidikan di bangsa kita ini,diharapkan yang terlibat didalamnya adalah orang-orang yang betul-betul punya niat maupun passion  yang betul-betul untuk bisa memajukan pendidikan kita saat ini. Bukan hanya karena azas mumpung. Artinya mumpung diterima yah apa boleh buat. Menjalani hari-hari  dengan penuh kebiasaan tanpa adanya gairah di dalam hidupnya sehari-hari. Dan hal itu bisa kita saksikan bersama pada kondisi kita sekarang ini.

Tidak ada terobosan yang begitu berarti di dalam pengembangan dunia pendidikan kita. Sebab hari-harinya hanya untuk bisa menyelesaikan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...