Perbedaan Supporter Maupun Penghargaan Pesepakbola yang Gugur di Indonesia dan Luar

Mungkin kita perlu belajar dari sikap orang luar, dalam menghargai suatu hal. Entah itu orangnya, entah itu prestasinya bahkan dalam setiap upayanya. Dimana terkadang kebiasaan kita sulit untuk bisa menghargai. Bahkan kecenderungan kita akan lebih mengingat kesalahan seseorang dibandingkan dengan kebaikannya. Satu kesalahan saja akan bisa menghapus seratus kebaikan yang mungkin sudah pernah dia lakukan.

Kebiasaan orang luar dalam menghargai suatu hal itu biasanya langsung ataupun spontan. Hal itu akan terlihat jelas ketika ada suatu perkumpulan, baik itu perkumpulan orang-orang bule maupun perkumpulan kita. Dalam perkumpulan orang bule, biasanya akan selalu riuh dengan banyaknya dan berkali-kali tepukan tangan, ketika hal yang didengarkan tersebut, merupakan gagasan yang menarik atau prestasi yang luar biasa. Sedangkan dalam perkumpulan kita, biasanya harus disuruh dulu bertepuk tangan, barulah kita akan bertindak seperti itu.

Itu baru satu hal yang mau coba saya bandingkan dan didalam pengamatan saya sehari-hari, yakni dalam hal kespontanan atau langsung dalam memberikan sikap terhadap suatu hal.

Hal itu mungkin tampak ketika kita boleh mencoba untuk membandingkan antara pejuang sepak bola kita dengan pemain-pemain luar yang gugur ketika sedang dalam menjalankan tugasnya. Tanpa bermaksud untuk mengunggulkan sifat yang satu dan sifat yang lainnya. 

Contohnya ketika kita membedakan pemberian penghargaan kepada pesepak bola kita yang meninggal akhir tahun 2017 lalu (15/10), Choirul Huda, Kiper Persela Lamongan dan pesepak bola asa Italia, Kiper sekaligus Kapten Fiorentina, Davide Astori yang meninggal pada hari Minggu (4/3).

Meskipun Davide Astori tidak meninggal ketika berada di lapangan, kecurigaan muncul pada saat pagi hari di hotel tempat dia menginap, seperti yang dilansir oleh soccer.sindonews.com (4/3/2018), ketika Astori tidak ikut sarapan dan tidak menjawab panggilan telepon. Pihak yang berwewenang Kota Udine, Italia, akhirnya menyimpulkan bahwa kematiannya  murni karena serangan jantung.

Mendengar kabar kematiannya, ada begitu banyak simpati yang langsung keluar. Seperti simpati kedukaan yang berasal dari operator Liga Italia sendiri. Untuk menghormati mendiang, Liga Italia secara resmi ditunda dalam waktu yang tidak ditentukan. (bola.kompas.com, 4/3/2018). Hal itu merupakan satu sikap yang berani yang diambil oleh pengurus La Liga. Dimana bisa dipastikan akan ada banyak kerugian baik materi maupun waktu ketika adanya penundaan liga tersebut.

Kemudian penghargaan untuk bisa mengenang beliau datang dari Assosiasi Sepak Bola Inggris (FA). Seperti yang dilansir Kompas.com (5/3/2018), bahwa mereka akan melakukan penghormatan kepada Davide Astori saat timnas Inggris berjumpa dengan timnas Italia di Stadion Wembley dalam sebuah laga persahabatan, Selasa (27/3/2018). Kepastian tersebut diperoleh BolaSport dari akun Twitter resmi Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA).

Dan juga penghormatan diberikan oleh UEFA (Indosport.com,6/3/2018). UEFA menyatakan dalam pernyataan resmi mereka, akan mengheningkan cipta selama satu menit sebelum pertandingan di semua laga kompetisi Eropa, yakni Piala Champion (yang sedang berlangsung sekarang), maupun Liga Europa.

Mengenang Choirul Huda. Dimana kematian pemain senior sekaligus kapten Persela Lamongan terjadi saat mengamankan bola yang akan masuk ke gawangnya. Dan Ironinya berbenturan dengan rekan setim sendiri, yakni Ramon Rodrigues pada saat menjamu Semen Padang, Minggu (15/10/2017).

Huda sempat mendapatkan perawatan tim medis di lapangan. Namun karena kondisi memburuk akhirnya Choirul Huda dirujuk ke RSUD Soegiri, Lamongan. Tim dokter pun bertindak sigap. Sayang, pemain 38 tahun itu akhirnya harus pergi selama-lamanya.

Adapun penghargaan kepada Choirul Huda bisa dibilang sudah bagus. Dimana meskipun tidak ada berupa penundaan pertandingan, ada pertandingan yang digelar khusus untuk menghormati beliau. Pertandingan antara Persela Lamongan versus Indonesian All Star yang digelar Kamis (16/11/2017), seperti yang dilansir CNN.com. Dan pertandingan dimenangkan oleh Persela Lamongan dengan skor 1-0.

Disamping itu penghargaan selanjutnya yaitu ketika Persela Lamongan secara resmi memensiunkan nomor punggung satu (1), seperti yang dilansir goal.com (1610/2017). Artinya nomor itu akan dikenang sebagai kepunyaan dari Choirul Huda sendiri. Tanpa ada pemain lain yang akan memakai nomor itu.      

Perbedaan berikutnya yakni masalah suporter ataupun para pendukung fanatik masing-masing tim. Mungkin kita akan jarang sekali mendengar kegaduhan ataupun perkelahian antara supporter yang ada di luar negeri sana.

Sedangkan kalau di kita, bisa akan ada selalu berita tentang hal itu. Bahkan tidak sedikit jumlah korban yang meninggal akibat dari bentrokan tersebut. Apalagi ketika para pendukung dari tim yang memang sudah lama bermusuhan ataupun berseberangan. Untuk hal itu bisa dipastikan para panitia ataupun pengurus harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bisa menyelenggarakan pertandingan tersebut dengan aman dan tertib.

Dan satu lagi ulah suporter kita yang kurang terpuji, yang patut kita cermati bersama. Yakni ketika tiket habis, sering kali memaksakan kehendak untuk bisa menyaksikan secara langsung tim kesayangan mereka. Entah itu dengan memanjat dinding yang tinggi, entah itu akhirnya merusak pagar stadion, dan banyak hal negatif lainnya.

Seperti yang baru-baru saja terjadi, pada saat final Piala Presiden antara Persija Vs Bali United. Terjadinya pengrusakan stadion oleh para supporter Persija. Padahal stadiun tersebut baru selesai direhab dan dipermak habis oleh pemerintah dalam rangka persiapan Asian Games.