Viralnya pemberitaan masalah
kasus Pak Ahok kemarin, ternyata tidak terlepas dari perannya Muslim Cyber Army
kala itu. Disamping itu hampir bisa dipastikan bahwa tim dari Seracen juga
punya andil yang besar di dalam mempengaruhi opini publik Jakarta. Kok bisa tingkat kepuasan masyarakat DKI yang
hampir diatas 70 persen bisa keok di tangan seorang penantang baru kala itu.
Bahkan sebelum gelaran Pilkada
DKIpun dimulai pada waktu itupun, tiada satu orang penantang petahana yang akan bisa mengalahkannya. Seperti
dilansir tirto.id (30/3/2016) dalam hasil survey Charta Politika Indonesia pada saat itu juga, bahwa
elektabilitas Ahok jauh diatas angin. Dimana nama Aniespun belum masuk dalam
peredaran survey-survey yang ada. Dan nomor kedua elektabilitas tertinggi
setelah Pak Ahok adalah Bapak Yusril, Ketua Umum PBB.
Kekuatan Ahok yang tanpa
menggunakan parpol pun beliau bisa. Dimana waktu itu berdiri komunitas teman
Ahok yang sanggup mengumpulkan banyak sumbangan dan bahkan sampai sejuta KTP
untuk bisa melangkah ketika seandainya parpol tidak memberikan dukungan
kepadanya. Bahkan sampai dua kali Teman
Ahok harus mengumpulkan ktp dukungan. Sebab pengumpulan pertama tidak
menyertakan wakil sedang pengumpulan kedua harus menyertakan wakil.
Tapi akhirnya dukungan Parpol pun
diberikan kepadanya, bahkan melebihi jumlah parpol pendukung pasangan lainnya.
Seperti yang dilansir oleh Kompas.com (6/3/2017), yakni Nasdem, Golkar, Hanura,
PDI P dan PPP versi Djan Farizd.
Artinya dengan dukungan begitu
banyaknya kepada Ahok, baik itu dukungan teman Ahok yang hampir satu jutaan
yang dibuktikan melalui, maupun dukungan parpol, tapi akhirnya proses dan hasil
pilkada bisa berkata lain bagi Ahok. Dengan dua putaran, dan diputaran kedua
bisa kalah telak,dengan selisih suara hampir 16 persen suara. Sungguh kekalahan
yang tidak logis.
Sekedar untuk klarifikasi,
tulisan ini bukan bertujuan untuk mengingat-ingat masa lalu, tapi memang
betul-betul suatu pembelajaran yang amat sangat mahal bagi Indonesia. Dan untuk
tidak mengulang peristiwa yang sama terjadi di pilkada Jakarta, akhirnya
pilkada di tahun 2018 ini menjadi ajang pembuktian bagi KPU maupun Bawaslu
supaya memegang teguh segala aturan main di dalam proses berdemokrasi di tanah
air kita.
Masalah suku, agama, dan ras
tidak boleh lagi dijadikan bahan serangan kepada pasangan-pasangan yang bertanding.
Harus fair dan memang betul-betul terpilih karena visi misi maupun program yang ditawarkan. Bukan
karena ada unsur iming-iming, apalagi dengan serangan fajar melalui politik
uang maupun sembako.
Sehingga kita bisa membatalkan
kata-kata bijak dari Magnis Suseno yang sempat viral di media sosial pada ajang
pilpres tahun 2014 lalu, yang berbunyi,” Pemilu itu bukan untuk memilih yang
terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk yang berkuasa.”
Kita berharap pemilu di tahun
2018 ini, bahwa yang terpilih adalah orang-orang yang terbaik, dan bukan hanya
sekedar mencegah orang yang terburuk berkuasa.
Kembali ke masalah Ahok dan peran
Muslim Cyber Army. Memang kita tidak bisa menyangkali blunder yang dilakukan Ahok
kala itu di Kepulauan Seribu. Sehingga dengan hanya potongan video dan
kata-kata yang dihilangkan oleh Buni Yani, video tersebut santer menjadi sangat
viral sekali. Dan bukan tanpa sebab juga keviralannya. Ternyata ada
tangan-tangan yang tersembunyi di belakangnya.
Dan kepolisian baru bisa mengungkap
segala kejanggalan yang terjadi. Yakni mengungkap
peran Saracen dalam kasus ujaran kebencian. Dengan format situsnya memuat
berita atau situs resmi sebagai alat penyebar konten tersebut. Kelompok ini
akhirnya ditangkap tahun lalu seperti yang dilansir oleh tempo.co (23/8/2017).
Kemudian dalam kasus ujaran
kebencian lain yang kemarin (28/2/2018) juga baru berhasil diungkap oleh
kepolisian. Yakni Muslim Cyber Army.
Dengan kata lain, bahwa memang
peran dari MCA ini sangatlah mujarab di dalam membalikkan opini rakyat. Yang
semula begitu mendukung, tapi dengan berita-berita bohong dan fitnah yang
terus-menerus diserangkan akhirnya segala yang baik itu tampak buruk seketika.
Polisi sendiri meyakini bahwa
aktivitas Muslim Cyber Army ini sangat berkaitan dengan proses pilkada. Seperti
yang dilansir oleh Kompas.com (1/3/2018). Mereka bisa menyimpulkan hal tersebut
tentunya setelah menginvestigasi seluruh tersangka yang sudah ditangkap
kemarin.
Dan tak terkecuali proses pilkada
tahun lalu di DKI Jakarta. Jadi bisa kita simpulkan bahwa Ahok adalah buah
pertama keberhasilan Aktivitis Muslim Cyber Army ini.
Jadi akhirnya kami tidak gagal
paham lagi kenapa dengan dukungan yang sebegitu besar dan sebegitu banyaknya
bisa kalah dengan telak dengan isu-isu maupun ujaran kebencian yang terus
dilakukan oleh pihak MCA dan menguntungkan salah satu paslon yang kebetulan
sejalan dengan prinsip mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar