![]() |
sumber gambar : okezone |
Baru-baru ini Pemerintah
melalui BKN (Badan Kepagawaian Nasional) kita, mau berencana untuk mengubah
status guru dan bidan, dari status PNS menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja). Dengan alasan bahwa banyaknya guru-guru yang sudah berstatus
PNS dan sudah lama (masa kerja cukup) di daerah pedalaman dan ingin segera mengajukan
pindah ke daerah yang diinginkan mereka.
Banyaknya pengajuan pindah oleh
para guru-guru ataupun para bidan menyatakan bahwa mereka ingin berkarir di
tempat atau daerah yang mereka idam-idamkan sebelumnya. Sebab pada awalnya,
keinginan menjadi PNS diharapkan bisa mengubah hidupnya. Dan kesempatan itu sepertinya lebih besar
terbuka ketika melamar di daerah-daerah terpencil dan terluar jika dibandingkan
dengan penerimaan yang ada di kota-kota yang notabene memiliki saingan yang
banyak dan ketat.
Ketika sudah diterima di daerah
pedalaman atau terpencil tersebut, setelah selang beberapa lama masa tugas
disana, kemudian berencana untuk segera pindah atau mutasi. Dengan banyak atau
segudang alasan kepindahan, mulai dari adanya rencana untuk membentuk keluarga
baru, atau dengan alasan keluarga, hingga mencari suasana baru dalam melayani
anak-anak bangsa ini. Kita gak bisa pungkiri memang, alasan-alasan itu, bahwa
demi untuk perbaikan hidup dan kualitas hidup, dirasa perlu untuk hidup di
daerah atau tempat yang lebih berkualitas dari sebelumnya.
Artikel ini, bukan bertujuan
untuk menyindir banyak rekan-rekan yang sudah memilih hidupnya untuk menjadi
aparat sipil negara (ASN). Aku sendiri memang punya keinginan untuk menjadi
ASN, tapi kehendak-Nya berkata lain akan hidupku. Mungkin karena persiapan dan
strategi sewaktu menjatuhkan lamaran dulu kurang mantap sehingga belum bisa
menyandang sebagai ASN. Tahun ini sih buka, tapi jauh dari harapan dan juga
tidak sesuai dengan kriteria atau jurusan yang ada.
Tapi kita sih perlu untuk
menelisik jauh lebih ke dalam. Apakah rekan-rekan guru atau bidan siap dengan
suatu kebijakan baru ini. Mengubah status ke-PNS-annya menjadi pegawai kontrak
berdasarkan kinerja. Memang ketika sudah menyandang status PNS, seakan-akan
hidup kita merasa sudah sangat mapan untuk menjalani kehidupan sehari-harinya.
Apalagi yang namanya masa depan anak-anak juga akan lebih baik hidupnya.
Alasan lain pemerintah untuk
mengubah status nya adalah bahwa pada kenyataannya tunjangan ataupun gajinya
tak jauh beda ketika sudah menyandang PPPK. Bahkan akan ada tunjangan kemahalan
ketika mau pergi ke daerah terpelosok
sekalipun. Dilanjutkan lagi bahwa semua fasilitas masih akan tetap didapatkan,
tapi semua pemerolehannya akan berdasarkan dari hasil kinerjanya
selama ini.
Mungkin masih segar diingatan
kita, pemerintahan di masa Bapak Jokowi, melalui Menpan, sudah membuat
kebijakan baru untuk menggolong-golongkan seluruh ASN yang ada kedalam 4
kategori. Golongan Pertama, ASN yang punya kompetensi plus yang rajin (harapan
pemerintah), kedua, ASN yang tidak punya kompetensi tapi rajin (ini akan
mendapatkan pelatihan lebih); ketiga, ASN yang punya kompetensi tapi malas
(akan mendapatkan teguran dan sejenisnya), dan keempat, ASN yang sama sekali
tidak punya kompetensi plus malas (kategori ini akan dipensiunkan dini). Hal ini
dilakukan untuk bisa memetakan sudah sejauh mana kompetensi para ASN yang sudah
dimiliki oleh pemerintah saat ini. Sekaligus untuk bisa segera mengurangi beban
negara plus mendapatkan ASN yang betul-betul berkualitas.
Memang masih sebatas wacana
pemerintah untuk bisa mengubah status ini. Menurut kepala BKN, hal ini dilontarkan
untuk mengetes opini, dan belum ada kebijakan. Seperti pada pernyataan, Bima Haria
Wibisana, Kepala BKN, kepada liputan6.com, Sabtu (29/7/2017).
“Guru berstatus PPPK baru wacana,
masih mengetes opini, belum ada kebijakan. Ngetes PGRI (Persatuan Guru Republik
Indonesia). Mau mendengar responnya. Dites biar terjadi diskursus dan tidak
terjadi gejolak yang besar. Kalau tidak dites, lalu dikeluarkan kebijakannya,
ternyata ada penolakan besar, maka akan merepotkan presiden, seperti kebijakan
sekolah lima hari. Busway dulu, policy
test-nya sekitar dua tahun sebelum diimplementasikan.”Jelasnya.
Jadi pertanyaannya kepada para
guru-guru maupun bidan yang ada di bangsa kita, terkhusus yang sudah
mendapatkan status “PNS”, siap gak dengan kebijakan baru ini? Tapi menurut
pendapat saya, jika melihat karakter dari masyarakat kita sekarang, hal ini
tentunya akan segera mendapatkan penolakan besar-besaran. Masyarakat kita
sepertinya belum siap untuk ditantang lebih jauh lagi, apalagi ternyata
dihilangkan kenyamanan hidup yang sudah dirasakan selama ini.
Bagaimana supaya bisa diterima? Kebijakan
ini mungkin bisa diterima jika pemerintah bisa menjamin bahwa, SK (Surat Keputusan)
pengangkatan PNS bisa sama dengan SK PPPK. Sebab ternyata dan bukan rahasia
umum lagi, tidak sedikit ASN yang akhirnya menggadaikan SK-pengangkatannya
untuk bisa meminjam kepada bank. Baik untuk keperluan modal usaha ataupun
membeli tanah maupun rumah. Jika sifatnya sama antara SK Pengangkatan PNS dan
SK PPPK, dan juga fungsinya sama, bisa meminjam ke bank, tentunya
penolakan-penolakan akan bisa diminimalisir. Mari pemerintah untuk bisa melihat
hal ini juga.
Saya melihat kebijakan ini juga
bagus untuk diterapkan. Sebab ketika hal ini diputuskan, tentunya
generasi-generasi yang akan datang tentunya tidak lagi akan terpola dan tergoda
untuk meniru generasi-generasi sekarang seperti saya, yang ternyata masih ingin
mengejar kenyamanan hidup. Akan tercipta banyak lapangan kerja tentunya, sebab
sudah dipaksa oleh keadaan yang begitu ketat dan kuat aroma persaingannya. Sekaligus
generasi-generasi mendatang mampu melihat banyaknya peluang-peluang kesempatan
yang ada untuk dikembangkan. Dan tentunya tidak memandang lagi bahwa menjadi ASN merupakan satu-satunya pekerjaan
primadona bagi mereka.
Menurut perkataan orang-orang tua
kita sekarang ini bahwa status PNS guru maupun bidan masih merupakan primadona
bagi mereka. Berharap anak-anak mereka segera punya status itu. Dan tidak
sedikit juga, ternyata banyak masyarakat maupun orang tua yang rela
mengeluarkan uangnya hingga ratusan juta hanya supaya bisa mendapatkan status
PNS tersebut. Yang mana akhirnya tidak sedikit pula yang kena tipu oleh
oknum-oknum kepegawaian yang ada.
Keuntungan kedua, bagi guru-guru
yang belum bisa mendapatkan status itu, guru-guru swasta maupun honor tidak
lagi menuntut macam-macam kepada pemerintah, untuk segera mengangkat mereka menjadi ASN. Sehingga bisa mengurangi
beban pemerintah dan bisa fokus kepada pekerjaan membangun bangsa ini.
Terakhir, timbul sebuah
pertanyaan. Apakah status PNS masih merupakan pilihan kita untuk bisa segera
memiliki jaminan hidup yang lebih baik. Untuk saat ini, yah memang masih. Tapi
harapannya dibeberapa tahun kemudian, paradigma ini berharap bisa segera
berubah. Orang-orang muda tidak lebih mencondongkan dirinya dan mati-matian berkorban
hanya untuk bisa mendapatkan status PNS dalam hidupnya. Melainkan bisa berkarya
dengan banyak profesi lainnya yang juga bisa membuat hidupnya lebih baik dan
lebih bermakna dan tentunya membangun bangsa ini. Kalaupun mau menjadi guru
ataupun bidan, bukan dengan status PNS.