Sabtu, 22 Juli 2017

Malapetaka dari Tuhan?? (2 Raja-raja 6:24-33) Elisa bag.4



sumber gambar : berjagajaga.wp.com


Terjadilah malapetaka-malapetaka berikut :

Kelaparan hebat di Samaria, sehingga kepala keledai berharga delapan puluh syikal perak (berkisar 1 kg), dan seperempat kab (0,3 liter=300 ml) tahi merpati berharga lima syikal perak (bekisar  55 gr).

Perempuan itu berkata : “Tolonglah tuanku raja, berilah anakmu laki-laki, supaya kita makan dia pada hari ini, dan besok akan kita makan anakku laki-laki.” Jadi kami memasak anakku an memakan dia (ayat 29).

Sungguh malapetaka ini terjadi di bangsa Israel. Tahipun laku untuk dijual dan dimakan. Bahkan anak-anakpun menjadi santapan bersama oleh masyarakat / bangsa Israel. Suatu kondisi yang sangat mengkuatirkan. Terjadi bukan hanya pergeseran moral atau etis saja, tapi sudah terjadi perubahan dasyat bagi bangsa Israel. Bangsa Israel melebihi bangsa barbarian. 

Tapi apakah benar bahwa malapetaka yang terjadi dibangsanya merupakan perbuatan Tuhan? Sesungguhnya, malapetaka ini adalah daripada Tuhan. Mengapakah aku berharap  kepada Tuhan lagi?” (6:33).

Terkadang kita juga sering menjadi seperti ini. Menyalahkan Tuhan, yang jelas-jelas karena perbuatan kita sendiripun. Menyalahkan Tuhan karena kondisi sulit yang sedang kita rasakan. Menyalahkan Tuhan karena telah mengambil orang-orang yang sangat kita kasihi. Menyalahkan Tuhan karena tidak jadi melayani. Dan banyak kasus-kasus lainnya.

Disamping kita sering menyalahkan Tuhan, kita juga sering menyalahkan sekeliling kita, baik itu keluarga kita, teman kita, dan bahkan orang luar sekalipun. Tanpa pernah menyatakan bahwa itu adalah kesalahan kita. Seperti Adam yang menyalahkan istrinya ketika ia memakan buah yang dilarang oleh Tuhan. Dan ketika Hawa juga menyalahkan si ular yang terus menggodanya supaya ia memakan buah tersebut.

Mari kita belajar untuk tidak terlalu cepat menyalahkan Tuhan atas kondisi sulit sekalipun. Juga untuk tidak menyalahkan sekeliling kita. Tapi belajar untuk mengucap syukur atas segala hal yang terjadi. Belajar untuk bisa memperbaiki diri kita maupun sikap kita terlebih dahulu, sehingga kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang. 

Belajar untuk melihat situasi sulit dari perspektifnya Tuhan, dan selalu mengimani bahwa Tuhan punya rencana yang indah yang lebih besar dan belum kita mengerti. Mari jangan kita kehilangan fokus kita dan terus memandangi terhadap setiap masalah atau malapetaka tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...