Rabu, 26 Juli 2017

Mendampingi Masa Pertumbuhan Anak-ku



Hasil Coretan Ziel (26 Juli 2017)


Sebagai orang tua kita tak jarang berupaya untuk selalu mencoba melindungi anak kita. Ketika dia bermain, tak jarang kita selalu was-was dia sedang main apa. Dia sedang bermain dengan siapa dan ada dimana. Tak jarang juga kita selalu mengambil masa-masa sulit yang sedang dihadapinya. Ketika dia sedang melompat atau lari-lari kesana dan kesini, kita selalu berusaha untuk mengerem tindakan yang sedang dia kerjakan. Berpikir bahwa itu akan bisa melukainya.

Kemarin, anakku jatuh dari tangga. Kami gak tahu posisi jatuhnya. Dia dibawa oleh rekan kami ke rumah dan dikatakan dia didorong oleh teman mainnya. Kemudian dimalam harinya aku berusaha untuk mengurut badannya dan mencoba untuk menidurkannya. Meskipun akhirnya dia muntah, dan segera kami mengganti seluruh seprei yang ada.

Tadi juga, teman sepermainannya berusaha untuk usil. Dengan mencoba untuk menjatuhkannya lagi dari tangga. Untung kulihat, dan akhirnya sianak tersebut kumarahi dengan sangat. Setelah kumarahi, memang langsung berkata ia. Terkadang kemarahanku juga tak bisa dikendalikan. Langsung main ancam dan mencoba memberikan proteksi yang aman bagi anakku. Meskipun hal itu terlihat salah sebenarnya. Dan sekarang mencoba untuk tidak marah terlalu berlebihan.

Beberapa kali kalau menilai diriku sebagai orangtuanya, terkadang aku mau mencoba untuk berkata tidak terhadap segala yang ia mainkan atau kerjakan. Mulai dari krayon, satu pak dibeli, akhirnya yang tinggal hanya tinggal tiga batang krayon. Juga spidol yang kubelikan isi 24, sekarang hanya tinggal beberapa lagi. Dan banyak hal yang ia kerjakan, ia selalu berusaha untuk mengajak teman-temannya untuk bermain dengan barang-barang yang ia temukan.

Dompetku juga selalu menjadi sasaranya untuk ia preteli. Tak jarang aku marah akibat aksi bongkar-bongkarnya. Sebab banyak kartu-kartu yang berharga disitu. Memang aku juga sih yang salah. Selalu sembarang untuk meletakkan dompetku.

Bersyukur juga, meskipun demikian, anakku tetap menjadi pribadi yang periang, dan selalu gesit kesana kemari. Gak pernah diam kalau ada maunya, dan harus dia dapatkan apa yang terlihatnya menarik menurutnya. Pernah ketika mengambil sesuatu di bawah tempat tidur, dia berkata..”pa..pa..ambut..ambut..ambil”. Aku mencoba untuk mengabaikannya bahwa gak ada sesuatu yang menarik dibawah tempat tidur kami. Tapi akhirnya istriku bilang, “coba ikuti apa yang dibilangnya.” Akhirnya kugeser lagi tempat tidurnya, dan memang ditemukannya sebuah ikat rambut. Baru kumengerti apa yang ia maksud dengan ambut.

Dalam berbahasanya, kami selalu berusaha untuk menekankan supaya jelas dalam berkata-kata. Meskipun usianya baru dua tahun lebih, penekanan ketepatan dalam berkata-kata selalu kami coba latih kedia. Apalagi istriku tak jemu-jemu untuk selalu memperbaiki apa kata dan maksudnya.

Dia juga sudah mulai suka corat-coret. Mulai dari kertas, buku-bukuku hingga dinding sekarang menjadi sasarannya. Ketika aku atau istriku menulis sesuatu, tak jarang dia minta hal yang sama untuk diambilkan pulpen dan buku. Melihat perkembangannya, hari ini dalam menulis, dia sudah mulai mahir untuk menggunakan pulpen atau spidol dalam genggamannya. Bahkan tadi hasil tulisannya meskipun konsepnya belum jelas, tapi yang kulihat dia sudah mulai menuju ke hal-hal yang lebih detil atau mulai menggambar dengan konsep gambar yang kecil. Tidak lagi hanya lingkaran-lingkaran semata. Tapi sudah mulai ada ekor-ekor dari gambar-gambar tersebut.

Ziel usia 10 bulan

Dalam hal membaca, aku bersyukur, bisa menurunkan sikap yang baik kepadanya. Ditambah hobiku memang suka membaca, dia terkadang meniru semua gaya-gayaku ketika membaca. Tak jarang juga kutemukan dirinya, sedang asik membaca-baca sendirian. Ketika aksi itu dimulai, aku berusaha untuk merekam atau memfoto kejadian tersebut. Pernah lupa kumatikan bliz kameraku, akhirnya aksiku ketahuan olehnya. Aku akhirnya tersenyum sendiri.

Juga berusaha untuk setiap pagi atau malamnya, untuk bisa memperkenalkannya dengan Tuhan Yesus. Jadi ketika selesai bernyanyi sama-sama memuji Tuhan, kemudian berdoa, juga kucoba untuk menceritakan kisah-kisah dalam buku cerita yang disarikan dari Alkitab. Aku mulai bingung juga, sebab stok buku-buku ceritaku sepertinya sudah habis. Jadi terkadang buku-bukunya kembali kuulangi lagi ceritakan kepada mereka. Meskipun Zakheus yang pendek. Dia selalu mencoba mengatakan, “itu Tuhan Yesusnya...itu Tuhan Yesusnya”.

Baik boru-ku dan si doli-ku, mereka kududukkan berhadapan dengan aku yang memegang gitar. Si-boruku kadang-kadang mengikuti nyanyian yang sedang kami nyanyikan bersama. Terkadang mamanya memimpin ibadah singkat kami, terkadang aku. Tapi kami selalu berusaha mengajarkan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Mengarkan bahwa Dia-lah yang sudah memberikan udara yang sehat, matahari yang bersinar dipagi hari, papa dan mama yang bisa selalu menemani, dan juga yang selalu menjaga. Intinya selalu mencoba bersyukur disetiap harinya.

Tak jarang juga, siboruku, gemas melihat si abang yang sedang duduk. Tekadang dia peluk adiknya dari belakang, dan mencoba menjatuhkan ke arah dirinya. Meskipun akhirnya dia merasa sesak dengan berat badan si Abang yang mulai berisi, akhirnya aku menolong dia untuk bisa terlepas dari pelukannya.

Menjadikan rumah menjadi tempat pembelajaran itu juga penting. Dinding-dinding rumah kutempeli dengan huruf-huruf dan angka, berbagai macam hewan, burung, buah-buahan, alat transportasi hingga jenis ikan-ikan. Ketika datang temannya kerumah, dia terkadang menjadi guru menjelaskan apa gambar-gambar itu. Meskipun hampir semuanya salah apa yang dia sebutkan ketika menyebutkan nama-nama yang ditunjuknya. Tapi ada kulihat jiwa mau belajar dan mencoba-coba meskipun salah.

Pelajaran yang kudapatkan adalah mencoba untuk menjadi orang tua yang terbaik bagi si Kakak dan si Abang. Tapi belajar juga untuk tidak mengambil masa-masa sulit yang mungkin mereka hadapi. Termasuk ketika makan, mencoba si kakak untuk makan makanannya sendiri tanpa disuapi. Meskipun akhirnya semuanya belepotan, tapi gak pa pa, dia sedang belajar untuk menggenggam sendok makan ke mulutnya. Mungkin juga masa-masa sulit yang lain, ketika bermain dengan teman-temannya, dan hal-hal lainnya.

Mendampingi mereka hingga mereka menjadi anak-anak yang bertumbuh dengan maksimal, dan dengan potensi yang sudah mereka miliki tentunya. Mencoba untuk melihat bakat-bakat mereka, meskipun saat ini belum kutemukan.

Mendampingi mereka dimasa-masa sulit mereka, tapi juga sekaligus berusaha untuk tidak mengambil atau menyelesaikan masa-masa sulit tersebut. Baik ketika jatuh, tidak mencoba untuk menyalahkan sekitarnya, tapi mengajarkannya untuk bangun kembali, dan mencoba menghibur dia dengan berkata “tidak apa-apa”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...