Senin, 31 Juli 2017

PNS : Pilihan Jaminan Hidup??



sumber gambar : okezone


Baru-baru ini Pemerintah melalui BKN (Badan Kepagawaian Nasional) kita, mau berencana untuk mengubah status guru dan bidan, dari status PNS menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Dengan alasan bahwa banyaknya guru-guru yang sudah berstatus PNS dan sudah lama (masa kerja cukup) di daerah pedalaman dan ingin segera mengajukan pindah ke daerah yang diinginkan mereka. 

Banyaknya pengajuan pindah oleh para guru-guru ataupun para bidan menyatakan bahwa mereka ingin berkarir di tempat atau daerah yang mereka idam-idamkan sebelumnya. Sebab pada awalnya, keinginan menjadi PNS diharapkan bisa mengubah hidupnya.  Dan kesempatan itu sepertinya lebih besar terbuka ketika melamar di daerah-daerah terpencil dan terluar jika dibandingkan dengan penerimaan yang ada di kota-kota yang notabene memiliki saingan yang banyak dan ketat. 

Ketika sudah diterima di daerah pedalaman atau terpencil tersebut, setelah selang beberapa lama masa tugas disana, kemudian berencana untuk segera pindah atau mutasi. Dengan banyak atau segudang alasan kepindahan, mulai dari adanya rencana untuk membentuk keluarga baru, atau dengan alasan keluarga, hingga mencari suasana baru dalam melayani anak-anak bangsa ini. Kita gak bisa pungkiri memang, alasan-alasan itu, bahwa demi untuk perbaikan hidup dan kualitas hidup, dirasa perlu untuk hidup di daerah atau tempat yang lebih berkualitas dari sebelumnya.

Artikel ini, bukan bertujuan untuk menyindir banyak rekan-rekan yang sudah memilih hidupnya untuk menjadi aparat sipil negara (ASN). Aku sendiri memang punya keinginan untuk menjadi ASN, tapi kehendak-Nya berkata lain akan hidupku. Mungkin karena persiapan dan strategi sewaktu menjatuhkan lamaran dulu kurang mantap sehingga belum bisa menyandang sebagai ASN. Tahun ini sih buka, tapi jauh dari harapan dan juga tidak sesuai dengan kriteria atau jurusan yang ada.

Tapi kita sih perlu untuk menelisik jauh lebih ke dalam. Apakah rekan-rekan guru atau bidan siap dengan suatu kebijakan baru ini. Mengubah status ke-PNS-annya menjadi pegawai kontrak berdasarkan kinerja. Memang ketika sudah menyandang status PNS, seakan-akan hidup kita merasa sudah sangat mapan untuk menjalani kehidupan sehari-harinya. Apalagi yang namanya masa depan anak-anak juga akan lebih baik hidupnya.

Alasan lain pemerintah untuk mengubah status nya adalah bahwa pada kenyataannya tunjangan ataupun gajinya tak jauh beda ketika sudah menyandang PPPK. Bahkan akan ada tunjangan kemahalan ketika mau  pergi ke daerah terpelosok sekalipun. Dilanjutkan lagi bahwa semua fasilitas masih akan tetap didapatkan, tapi semua pemerolehannya akan berdasarkan dari hasil kinerjanya 
selama ini.

Mungkin masih segar diingatan kita, pemerintahan di masa Bapak Jokowi, melalui Menpan, sudah membuat kebijakan baru untuk menggolong-golongkan seluruh ASN yang ada kedalam 4 kategori. Golongan Pertama, ASN yang  punya kompetensi plus yang rajin (harapan pemerintah), kedua, ASN yang tidak punya kompetensi tapi rajin (ini akan mendapatkan pelatihan lebih); ketiga, ASN yang punya kompetensi tapi malas (akan mendapatkan teguran dan sejenisnya), dan keempat, ASN yang sama sekali tidak punya kompetensi plus malas (kategori ini akan dipensiunkan dini). Hal ini dilakukan untuk bisa memetakan sudah sejauh mana kompetensi para ASN yang sudah dimiliki oleh pemerintah saat ini. Sekaligus untuk bisa segera mengurangi beban negara plus mendapatkan ASN yang betul-betul berkualitas.

Memang masih sebatas wacana pemerintah untuk bisa mengubah status ini. Menurut kepala BKN, hal ini dilontarkan untuk mengetes opini, dan belum ada kebijakan. Seperti pada pernyataan, Bima Haria Wibisana, Kepala BKN, kepada liputan6.com, Sabtu (29/7/2017).

“Guru berstatus PPPK baru wacana, masih mengetes opini, belum ada kebijakan. Ngetes PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Mau mendengar responnya. Dites biar terjadi diskursus dan tidak terjadi gejolak yang besar. Kalau tidak dites, lalu dikeluarkan kebijakannya, ternyata ada penolakan besar, maka akan merepotkan presiden, seperti kebijakan sekolah lima hari. Busway dulu, policy test-nya sekitar dua tahun sebelum diimplementasikan.”Jelasnya.

Jadi pertanyaannya kepada para guru-guru maupun bidan yang ada di bangsa kita, terkhusus yang sudah mendapatkan status “PNS”, siap gak dengan kebijakan baru ini? Tapi menurut pendapat saya, jika melihat karakter dari masyarakat kita sekarang, hal ini tentunya akan segera mendapatkan penolakan besar-besaran. Masyarakat kita sepertinya belum siap untuk ditantang lebih jauh lagi, apalagi ternyata dihilangkan kenyamanan hidup yang sudah dirasakan selama ini.

Bagaimana supaya bisa diterima? Kebijakan ini mungkin bisa diterima jika pemerintah bisa menjamin bahwa, SK (Surat Keputusan) pengangkatan PNS bisa sama dengan SK PPPK. Sebab ternyata dan bukan rahasia umum lagi, tidak sedikit ASN yang akhirnya menggadaikan SK-pengangkatannya untuk bisa meminjam kepada bank. Baik untuk keperluan modal usaha ataupun membeli tanah maupun rumah. Jika sifatnya sama antara SK Pengangkatan PNS dan SK PPPK, dan juga fungsinya sama, bisa meminjam ke bank, tentunya penolakan-penolakan akan bisa diminimalisir. Mari pemerintah untuk bisa melihat hal ini juga.

Saya melihat kebijakan ini juga bagus untuk diterapkan. Sebab ketika hal ini diputuskan, tentunya generasi-generasi yang akan datang tentunya tidak lagi akan terpola dan tergoda untuk meniru generasi-generasi sekarang seperti saya, yang ternyata masih ingin mengejar kenyamanan hidup. Akan tercipta banyak lapangan kerja tentunya, sebab sudah dipaksa oleh keadaan yang begitu ketat dan kuat aroma persaingannya. Sekaligus generasi-generasi mendatang mampu melihat banyaknya peluang-peluang kesempatan yang ada untuk dikembangkan. Dan tentunya tidak memandang lagi bahwa menjadi ASN merupakan satu-satunya pekerjaan primadona bagi mereka.

Menurut perkataan orang-orang tua kita sekarang ini bahwa status PNS guru maupun bidan masih merupakan primadona bagi mereka. Berharap anak-anak mereka segera punya status itu. Dan tidak sedikit juga, ternyata banyak masyarakat maupun orang tua yang rela mengeluarkan uangnya hingga ratusan juta hanya supaya bisa mendapatkan status PNS tersebut. Yang mana akhirnya tidak sedikit pula yang kena tipu oleh oknum-oknum kepegawaian yang ada.

Keuntungan kedua, bagi guru-guru yang belum bisa mendapatkan status itu, guru-guru swasta maupun honor tidak lagi menuntut macam-macam kepada pemerintah, untuk segera mengangkat  mereka menjadi ASN. Sehingga bisa mengurangi beban pemerintah dan bisa fokus kepada pekerjaan membangun bangsa ini.  

Terakhir, timbul sebuah pertanyaan. Apakah status PNS masih merupakan pilihan kita untuk bisa segera memiliki jaminan hidup yang lebih baik. Untuk saat ini, yah memang masih. Tapi harapannya dibeberapa tahun kemudian, paradigma ini berharap bisa segera berubah. Orang-orang muda tidak lebih mencondongkan dirinya dan mati-matian berkorban hanya untuk bisa mendapatkan status PNS dalam hidupnya. Melainkan bisa berkarya dengan banyak profesi lainnya yang juga bisa membuat hidupnya lebih baik dan lebih bermakna dan tentunya membangun bangsa ini. Kalaupun mau menjadi guru ataupun bidan, bukan dengan status PNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...