Kamis, 06 Juli 2017

GEREJA DAN POLITIK PRAKTIS



sumber : tribunnews.com


Melihat kondisi di Sumatera Utara semakin ramai dengan dukung mendukung kepada salah satu calon kepala daerah yang nantinya akan dipilih ditahun depan, 2018, aku mau mencoba memberikan sedikit tanggapanku. Apalagi gereja-gereja seakan-akan tidak mau ketinggalan untuk mengusung salah satu kandidat yang sudah mau resmi dinyatakan akan diusung oleh partai tertentu. Aku sebagai bagian dari warga Provinsi Sumatera Utara merasa sangat miris melihat gereja langsung ambil ancang-ancang dalam menentukan pilihan mereka untuk terlibat dalam politik praktis.

J.R. Saragih salah satu calon kandidat dari Partai yang berlambang mercy, beruntung mendapatkan empat dukungan sekaligus dari gereja-gereja besar yang ada di Sumatera Utara ini. Mulai dari GKPS, HKI, GKPI dan akhirnya HKBP. Para pimpinan dari empat aras gereja besar ini, seakan-akan menyuarakan bahwa seluruh warga gereja turut mendukung dari pencalonan dari bapak tercinta kita ini. Tidak tahu pasti apa yang membuat para pucuk pimpinan gereja-gereja ini sehingga memutuskan untuk mendukung salah satu dari kandidat Gubernur Sumut nantinya.

Gereja-gereja yang ada di Indonesia tercinta ini, seharusnya hadir sebagai jawaban dari segala permasalahan bangsa kita. Sebab gereja adalah lembaga bentukan dari Allah Bapa secara langsung. Tuhan Yesus, ketika Ia belum naik ke surga, bertanya kepada Petrus sampai tiga kali. Apakah engkau mengasihi-Ku? Dua kali Petrus menjawab : “aku Filia (kasih kepada sesama manusia) kepada-Mu Yesus.” Kemudian dijawaban terakhir, akhirnya mengatakan “aku Agapao (kasih kepada Allah) kepada-mu. “ Kemudian Tuhan Yesus memerintahkan : “Gembalakanlah domba-dombaku.”

sumber : pena katolik

Dan  perintah Tuhan Yesus itu bukan hanya terhenti sampai kepada Petrus, tapi juga kepada kita sekarang ini. Terkhusus kepada para pemimpin gereja-gereja, seharusnya mereka bisa menggembalakan domba-dombanya (jemaat-Nya Tuhan) ke arah yang benar. Tapi melihat kondisi gereja sekarang sudah banyak terlibat dan mengacu kepada aturan-aturan kaku, dogma-dogma, bahkan mungkin liturgi-liturgi, yang katanya bisa mendekatkan diri langsung kepada Allah Bapa. Tapi kenyataannya, aturan gereja seakan-akan lebih tinggi statusnya dari Firman Tuhan dalam Alkitab. Antara gereja yang satu dengan gereja yang lainnya saling mengklaim bahwa gerejanyalah yang paling benar.  Atau disatu gereja merasa paling dipenuhi Roh Kudus,sedang  di gereja yang lain, tidak ada Roh Kudusnya.

Lebih parah lagi sekarang, gereja seakan-akan terlibat langsung dengan politik praktis. Mungkin harapannya dukungannya tersebut bisa mendapatkan imbalan yang pantas dari calon yang didukungnya tersebut. Sebab imbalan tersebut adalah tawaran yang menggiurkan,yang bisa membuat sumber keuangan gereja semakin lebih gendut lagi. Atau bisa jadi individu-individu tertentu akan mendapatkan banyak fasilitas dan akan lebih mudah mengakses sang pemimpin yang mereka telah dukung tersebut. Seperti minta balas jasa akibat dari dukungan yang telah diberikan.

Kalau menang, kayaknya gereja-gereja akan semakin dekat dengan tujuan awalnya dan semakin bersemangat dalam melakukan pelayanan. Tapi kalau yang didukung itu kalah, pastinya yang tampak adalah kekecewaan yang sangat mendalam, bisa-bisa pelayanannya malah dianggurkan atau dibiarkan,tidak lagi memberikan pelayanan yang terbaik.

Spirit yang sekarang dialami oleh kebanyakan gereja adalah orientasinya uang atau adanya imbalan dari pelayanan yang telah dilakukan. Dan memang faktanya sekarang terjadi. Apapun bentuk pelayanan yang akan  diterima jemaat nantinya, dalam proses pengurusannya selalu memuat yang namanya uang. Baik itu uang blangko, uang hamauliateon (ucapan terima kasih), hingga setoran wajib yang sudah merupakan aturan bersama yang telah dibuat oleh gereja tentunya. Jadi seakan-akan besar kecilnya bentuk imbalan yang nantinya akan diterima, mempengaruhi besar kecilnya semangat yang akan terpancar dari wajah sang pelayan Hamba Tuhan tersebut.

Pernah suatu ketika berdiskusi dengan teman-teman hamba Tuhan yang tergabung dalam wadah BKAG (Badan Kerjasama Antar Gereja) yang ada di Kecamatan Sibolangit. BKAG ini baru terbentuk setahun yang lalu, tapi sebenarnya beberapa puluh tahun yang lalu sudah terbentuk, tapi akhirnya vakum, dikarenakan dana-dana atau uang tidak bisa dikelola dengan baik. Jadi sekarang spiritnya yang kutangkap adalah bagaimana memaksimalkan bantuan-bantuan pemerintah yang seharusnya sudah ada dalam APBD, bisa sampai ke seluruh anggota BKAG. Sebab faktanya, menurut pengakuan dari salah seorang Hamba Tuhan, bahwa yang selama ini diterima oleh gereja-gereja adalah uang saku dari kepala daerah tertentu, dan belum masuk ke APBD. Artinya yang diterima gereja-gereja angkanya sangat kecil, jika dibandingkan dengan bantuan pemerintah ke agama mayoritas bangsa kita.

sumber : waspada online

Juga aku teringat sewaktu masih di kampung dulu beberapa puluh tahun yang lalu, di Sibolga. Waktu itu gereja kondisi bangunannya sangat  memprihatinkan dan berencana mau buat Pesta Pembangunan Gereja. Harapan para panitia pesta pembangunan yang paling besar kulihat adalah tertuju kepada pemerintah setempat. Dan akhirnya dapat “janji bantuan sekian puluh juta”, tapi gak pernah terealisasi janji manis dari sang kepala daerah tersebut. Ketika hanya mendengar saja ketika pesta, sangat bersemangat, meskipun tidak pernah ada realisasinya setelah beberapa bulan hingga berapa tahun, setelah pesta usai.

Kondisi gereja sekarang, seakan-akan sudah menjadi gereja peminta-minta. Yang seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Sebab gereja sebenarnya  memiliki banyak potensi dalam dirinya sendiri yang kalau diperdayakan sedemikian rupa, bisa membangun jemaatnya semakin lebih baik lagi. Juga bukan hanya membangun jemaatnya sendiri, bahkan bisa membangun daerah hingga bangsa ini.

Jikalau gereja kembali kepada spirit Tuhan Yesus ketika memanggil Petrus untuk melanjutkan pelayanan yang akan ditinggalkan-Nya. Dan akhirnya Petrus berhasil membangun jemaat pertama. Ketika dia berkhotbah ada 3000-an orang yang langsung bertobat dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya secara pribadi. Dan setiap hari ditambah-tambahkan jumlah orang yang percaya. Kemudian yang terjadi lagi adalah jemaat mula-mula tersebut, semuanya mereka mudah untuk saling berbagi antara satu dengan yang lainnya. Saling menopang dan mendukung antara jemaat-jemaat. Adanya kerelaan hati yang betul-betul mendalam sehingga bisa mengekspresikannya dalam wujud memberikan apa yang masing-masing mereka miliki.

Gereja menjadi penyembah yang benar dan mencari jiwa-jiwa

Gereja harus berfokus mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Dan tidak terfokus kepada apa bantuan pemerintah yang bisa didapatkan. Serta  juga tidak sampai menghabiskan sumber daya gereja yang ada hanya untuk mendukung calon-calon kepala daerah tertentu dan terlibat politik praktis. Tapi seharusnya berfokus bagaimana menolong masyarakat yang semakin miskin, menolong para pemuda yang terlibat dengan judi, narkoba maupun free sex, sehingga betul-betul terealisasi bahwa Gereja adalah Jawaban bagi segala permasalahan yang timbul di bangsa ini. Para pemimpin daerah lebih memilih bertanya kepada gereja, bukan bertanya kepada dukun-dukun sakti, sebab mereka tahu bahwa gereja punya solusi dalam permasalahan bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...